KOMPI+25

Komunitas Pendidikan Indonesia

Jaringan Komunikasi KOMUNITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Thursday, 9 August 2018

Menghindari Biaya Pendidikan Yang Mahal, Disini Ada Kuliah Gratis Yang Berkualitas

Posted by   on Pinterest


Menurut survey yang dilakukan oleh HSBC, Indonesia ternyata masuk dalam 15 besar negara dengan biaya pendidikan termahal. Indonesia berada di peringkat 13, sementara posisi pertama diduduki oleh Hong Kong. Angka tersebut diperoleh dari sebuah study baru yang menghitung biaya untuk pendidikan anak-anak, yang dilakukan oleh HSBC terhadap 8481 orang tua di 15 negara dari berbagai belahan dunia, yaitu adalah Australia, Kanada, China, Mesir, Prancis, Hong Kong, India, Indonesia, Malaysia, Meksiko, Singapura, Taiwan, Uni Emirat Arab, Inggris and Amerika Serikat.

Para orang tua di Hong Kong merupakan orang tua yang membayar paling mahal untuk pendidikan anaknya, dengan rata-rata biaya lebih dari US$130.000 untuk biaya mulai dari pendidikan dasar sampai ke jenjang perguruan tinggi. Di posisi kedua ada Uni Emirat Arab yang menghabiskan rata-rata hampir mencapai US$100.000 dan setelahnya ada Singapura dengan biaya sebesar US$70.000. Di Amerika Serikat, negara yang memiliki enam dari sepuluh perguruan tinggi terbaik dunia, memiliki biaya pendidikan rata-rata sebesar US$58.000, kurang dari setengah rata-rata biaya pendidikan di Hong Kong. Rata-rata biaya pendidikan di Prancis hanya sebesar US$16.000. Angka tersebut hampir sama dengan di India, Indonesia, dan Mesir, dimana para orang tua hanya mengeluarkan biaya pendidikan untuk anaknya sebesar kurang dari US$20.000.

Dalam survei tersebut diperoleh hasil bahwa para orang tua di Prancis termasuk orang tua yang pesimis jika anaknya bisa memiliki masa depan yang cerah. Hanya ada 42% orang tua di Prancis yang yakin anaknya punya masa depan cerah, sementara untuk rata-rata orang tua di dunia ada 75% orang tua yang percaya anaknya memiliki masa depan yang cerah.

Kebanyakan, orang tua di Asia-lah yang memiliki pandangan optimis mengenai masa depan anak-anaknya. Sebanyak 87% orang tua di India optimis anaknya memiliki masa depan yang cerah, sementara di China ada 84% orang tua yang optimis tentang masa depan anaknya. Bagi 87% orang tua di seluruh dunia, mendanai pendidikan anak merupakan prioritas utama, dilansir dari situs resmi Forum Ekonomi Dunia (WEF).

Melihat besarnya angka yang dikeluarkan, tidak heran jika para orang tua sangat ketat dalam mengawasi kemana dana tersebut mengalir. Beberapa orang tua biasanya lebih menyukai pendidikan yang menjurus ke pekerjaan-pekerjaan tradisional, seperti jurusan ilmu kedokteran (13%), jurusan bisnis, manajemen, dan keuangan (11%), dan jurusan teknik (10%). Mereka juga senang jika anaknya mendapatkan pendidikan sebanyak mungkin. Sebanyak 78% orang tua beranggapan memperoleh gelar pascasarjana (S2) merupakan hal yang penting agar anaknya bisa mendapatkan pekerjaan tetap di bidang pekerjaan pilihan mereka, dan sebanyak 76% orang tua berharap bisa berkontribusi membiayai pendidikan pascasarjana anaknya.

Namun, HSBC memperingatkan bahwa ada orang tua yang tidak merencanakan dengan benar pengeluarannya. Hampir 75% orang tua mengandalkan pendapatan sehari-hari mereka untuk biaya pendidikan anaknya, dan bukannya mengandalkan investasi jangka panjang maupun tabungan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy saat meresmikan gedung Techno Park di SMK Negeri 2 Pangkalpinang, (Tempo, Jumat, 23/3/2018) menilai janji sekolah gratis itu: (1) tak perlu dipercaya, dan (2) ketinggalan zaman. Ia ingin masyarakat kritis dengan omongan pejabat sebab pendidikan di Indonesia bisa berjalan dengan pemanfaatan APBN dan APBD. Pejabat tipe seperti itu, katanya, biasanya merujuk pada sekolah yang tak terurus. Percuma gratis kalau tidak mutu. Ini selalu saya ingatkan bahwa tidak ada sekolah gratis itu.  Di negara-negara lain di seluruh dunia sudah tidak memberlakukan sekolah gratis, termasuk di negara-negara Eropa maju, termasuk Jerman. Katanya kebijakan itu dilakukan untuk meningkatkan dunia pendidikan di negara bersangkutan.

Selama abad ke-18 Kerajaan Prussia, yang berkuasa di teritori Jerman modern, adalah salah satu negara pertama di dunia yang memperkenalkan pendidikan dasar maupun umum secara gratis. Pendidikan dasar ditempuh selama delapan tahun. Ini membantu menyediakan keterampilan membaca, menulis, dan berhitung yang dibutuhkan di industri. Juga soal etika, kewajiban, kedisiplinan, dan kepatuhan. Usai Perang Dunia I Republik Weimar turut mengembangkan sekolah dasar empat tahun yang bebas dan bersifat universal, artinya bisa diakses siapa saja. Sebagian besar siswa melanjutkannya ke jenjang empat tahun selanjutnya untuk kursus. Sementara lainnya melanjutkan ke sekolah dengan kurikulum yang lebih berat untuk satu atau dua tahun, cukup dengan membayar sedikit biaya.

Dalam catatan Angloinfo, pendidikan anak usia dini dan taman kanak-kanak di Jerman modern tidak sepenuhnya gratis. Pemerintah memang menanggung pendanaan, tetapi dapat sebagian dipenuhi oleh orang tua anak. Tergantung pada kebijakan otoritas lokal dan kemampuan ekonomi orang tua. Kebijakan ini juga berlaku untuk sekolah dasar hingga menengah atas.

Meski demikian, menganggap yang gratis-gratis menghambat perkembangan dunia pendidikan tidak selalu benar. Dalam konteks pendidikan tinggi, Jerman mampu menjadi salah satu negara dengan mutu pendidikan terbaik salah satunya dengan menggratiskan biaya kuliah. Tak hanya bagi warga Jerman asli, tetapi juga untuk mahasiswa dari luar negeri. Sebagian besar kampus di Jerman dikelola oleh negara. Hanya lima persennya yang dikelola swasta. Menurut catatan Barbara Kehm di Conversation, pada tahun 1976 keluar aturan pelarangan biaya kuliah di Jerman Barat. Ini adalah hasil dari berkuasanya Partai Sosial Demokrat (SPD).

Pada pemerintahan koalisi konservatif dan liberal era 1980-an muncul ide pengembalian kebijakan biaya kuliah. Sempat terjadi kebuntuan, sebab pemerintah negara bagian akan mengurangi pendanaan rutin mereka ke universitas. Kebijakan larangan biaya kuliah berlaku hingga runtuhnya Tembok Berlin dan penyatuan Jerman pada awal 1990-an.  Pada pertengahan 1990-an wacana penerapan biaya kuliah kembali mengemuka dengan alasan untuk menanggulangi sejumlah permasalahan di sektor pendidikan tinggi, khususnya beban “mahasiswa abadi” alias yang tak lulus-lulus atau lulus terlalu lama.

Pemerintah konservatif memulai upayanya pada 2002. Pada 2005 mereka berhasil. Sesuai Pengadilan Konstitusional Federal, Jerman mulai mengenakan biaya kuliah di tujuh negara bagian. Nominalnya sekitar 500 euro per semester. Kebijakan ini diprotes oleh mahasiswa dan masyarakat yang turun ke jalan dalam jumlah besar. Mereka mampu mengumpulkan 70.000 petisi melawan biaya kuliah. Tekanan kepada pembuat kebijakan makin besar sebab partai-partai yang mendukung biaya kuliah dan menggunakannya selama kampanye ternyata kalah di pemilu. Pemerintah Jerman akhirnya luluh. Pemerintah negara bagian Hessen adalah yang pertama membatalkan kebijakan biaya kuliah pada 2008. Lainnya berangsur-angsur mengikuti langkah ini. Bavaria pada 2013 dan Lower Saxony pada 2014 adalah dua negara bagian terakhir yang menghapus biaya kuliah.

Pemerintah menanggung biaya kuliah dengan penerapan pajak yang tinggi—sebagaimana diberlakukan di banyak negara Eropa. Dengan demikian gratis yang dimaksud Muhadjir di awal adalah mengandaikan negara lepas tangan. Padahal gratis yang diterapkan Jerman adalah dengan mengelola serta membiayai sebagian besar biaya institusi pendidikannya melalui sumbangan warganya sendiri.

Dibandingkan anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) lain yang mayoritas adalah negara ekonomi maju, rata-rata pajak warga Jerman tertinggi kedua setelah Belgia. Persentasenya mencapai 39,5 persen. Jauh dibandingkan Inggris misalnya, dengan 23,7 persen, atau rata-rata seluruh anggota OECD yakni 25,5 persen.

Dalam catatan BBC, melalui kebijakan pajak yang tinggi, pemerintah Jerman mengeluarkan biaya tinggi untuk riset. Pencapaian di bidang sains dan teknologi pun signifikan tak hanya untuk memajukan pendidikan, namun juga memberikan sumbangan untuk ekonomi negara. Jerman juga andal di bidang keterampilan pekerja. Menurut laporan LA Times, pangkal persoalannya adalah kondisi geografis Jerman yang luas tetapi kurang kaya secara sumber daya alam. Pemerintah berinvestasi besar untuk memajukan vokasi. Ekonomi negara juga tumbuh sebab institusi pendidikannya mampu melahirkan para pekerja yang terampil. Ada banyak lulusan yang memilih untuk lanjut di sekolah vokasi. Hal ini menyebabkan jumlah mahasiswa Jerman tidak sebanyak di Amerika Serikat.

Kembali mengutip data OECD, hanya 30 persen warga Jerman usia 25-34 yang menyelesaikan perguruan tinggi. Angka ini di bawah AS yakni 45 persen atau bahkan rata-rata negara OECD. Meski lebih sedikit, keseriusan pemerintah dalam mengelola sekolah vokasi tidak diragukan lagi. Apalagi perusahaan-perusahaan juga turut berinvestasi sebab berpengaruh terhadap produktivitas jangka panjang karyawannya. Berbeda dengan di negara-negara lain di mana lulusan kuliah yang ahli di bidang teori lebih dihormati. Di Jerman, lulusan sekolah vokasi yang jago di ranah keterampilan juga mendapat penghormatan yang setara.

Kendati sudah bekerja, banyak orang masih bersemangat melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, karena menyandang gelar pendidikan tinggi jadi jaminan lebih dalam karier. Ya, setelah memiliki penghasilan, banyak orang berusaha melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Tak puas hanya mengantungi gelar strata 1 (S1), mereka ingin lebih ke jenjang master atau bahkan jenjang doktor. Namun, banyak juga yang tak mau melanjutkan pendidikan dengan biaya sendiri. Mereka pun mengulik berbagai peluang meraih beasiswa. Beasiswa, salah satu yang jadi buruan.

Saat ini, Anda bisa menemukan banyak sekali kesempatan beasiswa yang ditawarkan oleh institusi pendidikan, pemerintah, universitas, bahkan perusahaan. Beasiswa yang ditawarkan pun beragam, mulai dari beasiswa parsial hingga beasiswa penuh untuk jenjang S1 (undergraduate degree), S2 (master degree), hingga S3 (doctoral degree). Namun, tanpa beasiswa pun, banyak sekali negara-negara yang sejak awal menyediakan pendidikan dengan biaya murah. Menariknya lagi, kendati murah namun tetap dengan kualitas pendidikan sangat tinggi.

Berikut adalah daftar negara di kawasan Eropa yang menggratiskan biaya kuliah tahun 2018:

1. Berlin, Jerman
Sejak dulu, Jerman memang menjadi tujuan kuliah populer. Berlin, ibukota Jerman, termasuk kota yang ramah pada pelajar pendatang. Banyak perguruan tinggi di Jerman punya reputasi sangat baik pada sikap toleran dan multikultural. Universitas itu termasuk Universitas Humboldt dan Universitas Teknik Berlin. Berlin juga menawarkan kuliah gratis bagi seluruh mahasiswa lokal maupun pendatang.
Jerman mulai menggratiskan biaya kuliah sejak tahun 2014 baik untuk mahasiswa asli Jerman maupun untuk mahasiswa internasional. Sebisa mungkin untuk tidak memilih universitas yang terletak di negara bagian Jerman seperti negara Federal Baden Wuttemberg, karena di negara bagian tersebut masih menerapakan biaya kuliah untuk berbagai gelar yang diambil. Biaya kuliah di universitas yang terletak di negara bagian yaitu 1.500 Euro per semesternya.

2. Wina, Austria
Austria menduduki peringkat pertama sebagai negara tersehat untuk pekerja asing. Salah satu universitas terbaik di Austria adalah The Vienna University di Wina. Kampus ini berdiri pada 1815 sebagai Imperial Royal Polytechnic Institute. Kampus menawarkan fasilitas terbaik dengan delapan fakultas yang tersedia. Fakultas tersebut antara lain Fakultas Perencanaan dan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil, Fakultas Teknik Industri dan Mekanik, Fakultas Teknik Elektro dan Teknologi Indormasi, Fakultas Matematika dan Geoinformasi, Fakultas Fisika, Fakultas Teknik Kimia, dan Fakultas Sistem Informasi. Serupa dengan Berlin, biaya kuliah di Wina gratis bagi semua mahasiswa asal Eropa. Untuk mahasiswa luar Eropa, dikenakan biaya kuliah terjangkau sebesar 500 dollar AS per tahun.
Austria membebaskan kuliah di universitas negeri kepada mahasiswa internasional yang berasal dari negara terbelakang dan berkembang. Sedangkan untuk mahasiswa dari non UE dan EEA dikenakan biaya kuliah sebesar 363,36 sampai 762,72 Euro. Mahasiswa yang berasal dari Eropa tengah dan Eropa dan mengajukan pengembalian biaya kuliah sesuai dengan peraturan masing-masing universitas.

3. Spanyol
Biaya pendidikan di negara matador ini sangat terjangkau. Anda hanya perlu mengeluarkan biaya sebesar Rp 15 jutaan per tahunnya. Biaya hidup di Spanyol juga cukup bersahabat, sekitar Rp 7 juta per bulan. Jika ditotal, biaya yang harus dikeluarkan tak lebih dari Rp 84 juta per tahun.

4. Prancis
Negara ini identik dengan biaya hidup mahal. Namun, fakta berkata lain. Jika berniat melanjutkan kuliah di negeri ini, kamu butuh biaya hidup sekitar 300 sampai 500 Euro (Rp 5-8 jutaan) per bulan. Kuliah pun sangat terjangkau, sekitar Rp 5 jutaan per tahun.

5. Taiwan
Untuk wilayah Asia, Taiwan menjadi kota paling tepat untuk melanjutkan kuliah. Di sini, Anda butuh USD 3.800 (Rp 52 jutaan) untuk masuk ke salah satu universitas terbaik di sana. Taiwan juga memberi kesempatan beasiswa bagi mahasiswa berprestasi. Artinya, Anda bisa menempuh pendidikan di sana dengan sejumlah biaya yang jauh lebih rendah, atau bahkan gratis. Beberapa kampus terbaik di Taiwan adalah Chaoyang University of Technology, China Medical University, Chung Shan Medical University, National Changhua University of Education ataupun National Chin-Yi University of Technology.

6. Norwegia
Norwegia merupakan negara yang tidak membebankan biaya kuliah baik kepada mahasiswa asli Norwegia maupun mahasiswa internasional yang mengambil gelar sarjana, master, dan PhD. Mahasiswa hanya membayar biaya semester sebesar NOK 300-600. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa ada beberapa program khusus yang ada di Universitas negeri maupun swasta masih membebankan biaya kuliah dan kebanyakan berada pada jenjang master. Meskipun begitu dapat dipastikan bahwa biaya kuliah program khusus di universitas swasta yang ada di Norwegia lebih murah dibandingkan dengan negara lainnya.

7. Finlandia
Finlandia adalah negara yang memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia. Negara ini menggratiskan biaya kuliah hanya untuk program doktoral atau PhD baik untuk mahasiswa Finlandia maupun untuk mahasiswa internasional. Biaya kuliah untuk sarjana dan master mulai ditepakan sejak tahun 2017, biaya tersebut tersebut dapat tertutupi jika terdaftar sebagai penerima beasiswa UAS.

8. Swedia
Swedia menggratiskan biaya kuliah bagi mahasiswa yang berasal dari Swiss, UE, EEA yang menempuh gelar sarjana dan master. Sedangkan untuk mahasiswa internasional dikenakan biaya kuliah, namun biaya kuliah tersebut dapat ditutupi dengan menjadi penerima beasiswa penuh dan parsial yang disediakan oleh  sejumlah universitas di Swedia. Mahasiswa PhD di Swedia tidak dikenakan biaya kuliah dan mendapatkan gaji bulanan.

Dalam channel YouTube Viancqa Kurniawan, Wormtraders menemukan sesosok gadis yang memberikan motivasi untuk berkuliah di luar negeri. Merantau jauh dari Riau, Viancqa berkuliah di Jurusan Financial Economics Universitas Coventry, Inggris, selepas lulus SMA. Dalam vlog-nya yang berdurasi 10 menit ini, ia banyak membagikan tips persiapan dan pengalaman kuliah di Inggris. Menurutnya, sebelum memutuskan kuliah di luar negeri, hal pertama yang harus dilakukan adalah menentukan jurusan.
“Seberat apapun kuliah Anda, Anda tak akan menjadikannya beban kalau Anda benar-benar mempelajari apa yang kamu suka. Kalian harus tentukan kalian mau belajar apa dulu. Apa yang mau kalian tekuni. Kalian mau jadi expert di bidang apa,” ungkap Viancqa.

Setelah menentukan jurusan, Anda perlu mencari tahu apa saja kualifikasi dan dokumen yang disyaratkan oleh universitas. Persiapkan Anda untuk memenuhi seluruh persyaratan, seperti nilai ujian, tes bahasa Inggris hingga biaya di universitas tujuan. Browsing, mendatangi pameran pendidikan, hingga berdiskusi dengan keluarga adalah cara yang dilakukan Viancqa untuk menentukan universitas. Selain karena menyediakan jurusan yang diinginkannya, alasan kenapa Viancqa berkuliah di Coventry adalah biaya yang tidak terlalu mahal dibandingkan universitas lainnya. Kebetulan dari segi biaya, Coventry itu paling reasonable menurutnya dan keluarga. Masih mahal tapi enggak semahal kalau kamu ke Imperial College atau ke Oxford atau ke Manchester.

Banyak orang akhirnya memutuskan untuk menunda atau tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena mahalnya biaya kuliah. Dalam mengatasi permasalah tersebut ada beberapa negara di dunia yang membuat kebijkan menggratiskan biaya kuliah di sejumlah universitas di negaranya, sehingga akan lebih banyak lagi masyarakat di negaranya atau dari negara lain yang memiliki kesempatan untuk dapat melanjutkan studi.

Nyatanya, biaya kuliah kini semakin mahal. Berikut 10 universitas termahal di dunia yang tentunya berkualitas:

1. Nanyang Technological University, Singapore
Sarjana: SG$17.450 – SG$72.100 (Rp174,5 juta – Rp721 juta) 1SG$ = Rp10.000
Pascasarjana: SG$16.700 (Rp167 juta)
Sudah bukan rahasia lagi bahwa Nanyang Technological University atau biasa disingkat NTU merupakan salah satu universitas terbaik di dunia. NTU sendiri didirikan pada tahun 1991 setelah Nanyang Technology Institute bergabung dengan National Institute of Education. Pada QS World University Rankings by Subject terbaru, NTU memiliki 19 program studi yang berhasil memasuki peringkat 50 terbaik. Termasuk di antaranya adalah Kimia, Akuntansi dan Keuangan, Bisnis & Manajemen and Teknik Kimia. Mereka juga menduduki peringkat pertama dalam program studi Teknik Elektro and Ilmu Pengetahuan Material.

2. University of Oxford, UK
Sarjana: £23.105 – £30.540 (Rp415,9 juta – Rp549,7 juta) 1£ = Rp18.000
Pascasarjana: £9.391 – £22.356 (Rp169 juta – Rp402,4 juta)
Sebagai bagian dari ‘Oxbridge’, University of Oxford merupakan universitas tertua yang menggunakan bahasa Inggris, dan disebut telah berdiri 1096.
Sejak saat itulah, 27 Perdana Menteri British, 1 Presiden US, dan sedikitnya 30 pemimpin dunia mengemban ilmu disini.
Tidak hanya sampai disitu, 52 pemenang Nobel Prize dan 167 peraih medali Olympic telah memperoleh ilmunya disini. Dengan demikian, tidak aneh jika University of Oxford menjadi salah satu universitas terbaik di dunia secara konsisten.

3. UCL (University College London), UK
Sarjana: £17.710 – £23.710 (Rp318,8 juta – Rp426,8 juta) 1£ = Rp18.000
Pascasarjana: £20.540 – £24.610 (Rp369,7 juta – Rp442,9 juta)
Berdiri sejak tahun 1826 dengan nama London University, UCL menjadi universitas dan institusi pertama yang didirikan di London, dan juga menjadi yang pertama di Inggris.
Merupakan universitas tertua ketiga dan terbesar ketiga di seluruh Inggris. (setelah Open University in England dan the University of Manchester).
Beberapa alumni UCL yang ternama adalah Mahatma Gandhi (pemimpin gerakan kemerdekaan India), Alexander Graham Bell (penemu telepon), Francis Crick (salah satu penemu struktur DNA), dan Chris Martin (penyanyi utama dari Coldplay).

4. Imperial College London, UK
Sarjana: £27.750 (Rp449,5 juta) 1£ = Rp18.000
Pascasarjana: £28.200 – £29.000 (Rp507,6 juta – Rp522 juta)
Didirikan oleh Pangeran Albert, Imperial College London diberi gelar Royal Charter pada tahun 1907. Universitas ini mencakup beberapa program studi seperti contohnya Fakultas Bisnis, Fakultas Teknik, Fakultas Farmasi dan Fakultas MIPA, dan masih banyak lagi.
Sekolah medisnya menduduki peringkat ketiga terbaik di dunia pada Times Higher Education University Rankings tahun 2015, dengan lebih dari 2.000 pendaftar setiap tahunnya. Sayangnya, hanya 20% dari seluruh pendaftar yang akan diterima.
Beberapa staf dan alumninya termasuk 15 pemenang Nobel Prize (termasuk Sir Alexander Fleming dan HG Wells), 2 Fields Medalists, 82 Fellows of the Royal Academy of Engineering, dan 78 Fellows of the Academy of Medical Sciences.

5. University of Cambridge, UK
Sarjana: £19.197 – £29.217 (Rp455 juta – Rp525,9 juta) 1£ = Rp18.000
Pascasarjana: £21.600 – £29.769 (Rp388,8 juta – Rp535,8 juta)
Bagian lainnya dari ‘Oxbridge’, yaitu University of Cambridge. Universitas ini merupakan yang tertua kedua di seluruh dunia setelah Oxford sehingga keduanya memiliki banyak kesamaan.
Didirikan sejak tahun 1209 dan memperoleh gelar Royal Charter dari King Henry III pada tahun 1231, Universitas ini juga merupakan salah satu yang paling sulit pendaftarannya. Hanya 33,8% dari 16.795 pendaftar yang berhasil diterima.
Tetapi apabila buah hati Anda berhasil masuk dan lulus dari University of Cambridge, maka secara otomatis ia akan tergabung dalam alumni Cambridge.
Anak Anda bisa menjadi alumni seperti theoretical physicist Stephen Hawking, naturalist Charles Darwin, 15 perdana menteri British (termasuk Robert Walpole) dan 9 anggota kerajaan (termasuk Charles, Prince of Wales dan Queen Margrethe II of Denmark).

6. Harvard University, USA
Sarjana: US$44.990 (Rp607,4 juta) 1US$ = Rp13.500
Pascasarjana: US$11.258 – US$43.296 (Rp151,9 juta – Rp585 juta)
Harvard mungkin adalah salah satu universitas paling terkenal dan mewah di Amerika. Kabar baiknya adalah ini bukan hanya disebabkan universitas ini pernah menjadi latar belakang untuk film Legally Blonde.
Didirikan sejak dahulu kala pada tahun 1636, Harvard menjadi universitas tertua di negaranya. Universitas ini terbagi menjadi 11 subjek atau jurusan, di antaranya adalah Harvard Business School (sekolah bisnis), Harvard Medical School (sekolah farmasi), dan Harvard School of Dental Medicine (sekolah kedokteran gigi), yang kerap disebut-sebut sebagai sekolah pendidikan gigi terbaik di dunia.
Alumni Harvard pun tidak kalah menarik, termasuk di dalamnya adalah 8 presiden US (termasuk Barack Obama dan Theodore Roosevelt), 62 miliarder terkenal (termasuk Mark Zuckerberg, yang keluar sebelum kelulusannya demi mengembangkan Facebook), dan 359 Rhodes Scholars termasuk 242 Marshall Scholars.

7. University of Chicago, USA
Sarjana: US$53.292 (Rp719,5 juta) 1US$ = Rp13.500
Pascasarjana: US$47.802 (Rp645,3 juta)
Berdiri sejak tahun 1890, University of Chicago secara konsisten memegang ranking 10 teratas dalam berbagai ranking nasional maupun internasional.
Hal ini dapat terjadi karena keahliannya dalam mengelola berbagai program pascasarjana, dan komite interdisciplinary committees yang terbagi menjadi lima divisi penelitian akademik dan tujuh sekolah profesional.
Sebanyak 91 pemenang Nobel Prize pernah menimba ilmu disini, termasuk aktor archaeologist Indiana Jones dan X-Men Kitty Pryde.

8. California Institute of Technology (Caltech), USA
Sarjana: US$48.111 (Rp866 juta) + US$1.797 (Rp24,25 juta) biaya registrasi, 1US$ = Rp13.500
Pascasarjana: US$48.111 (Rp649,5 juta) + US$1.605 (Rp21,66 juta) biaya registrasi
Didirikan sebagai sekolah persuapan oleh Amos G. Throop pada tahun 1891, Caltech sering disebut sebagai salah satu universitas terbaik di dunia. Selain itu, Caltech juga menjadi salah satu universitas di Amerika yang didedikasikan sebagai pionir technical arts dan applied sciences. Di samping reputasinya sebagai universitas ternama dalam program studi ilmu pengetahuan alam, teknik dan pendidikan, Caltech juga terkenal akibat tradisinya dalam lelucon dan humor. Dua contoh dari lelucon yang terkenal dari Caltech adalah perubahan logo Hollywood menjadi ‘CALTECH’ pada tahun 1987 dan perubahan tulisan pada scoreboard 1984 Rose Bowl Game menjadi ‘Caltech 38, MIT 9’.

9. Massachusetts Institute of Technology (MIT), USA
Sarjana dan Pascasarjana: US$49.580 (Rp669,33 juta) 1US$ = Rp13.500
Massachusetts Institute of Technology didirikan sejak tahun 1861 sebagai tanggapan dari perkembangan industri di Amerika. Universitas ini terkenal akan penemuan-penemuan dan riset yang dilakukannya physical sciences (ilmu fisika) and engineering (teknik). Baru-baru ini, Massachusetts Institute of Technology merambah ke program studi biologi, ekonomi, linguistik dan manajemen. Alumninya juga luar biasa, karena mencakup 85 pemenang Nobel Prize, 45 Rhodes Scholars dan 34 astronot.

10. Stanford University, USA
Sarjana: US$15.777 – US$48.987 (Rp212,98 juta – Rp661,32 juta) 1US$ = Rp13.500
Pascasarjana: US$48.987 – US$52.188 (Rp661,32 juta – Rp704,54 juta)
Didirikan sejak tahun 1885, Stanford University (resmi: Leland Stanford Junior University, sebagai penghormatan kepada pendirinya putra tunggal Leland dan Jane Stanford) merupakan universitas termahal di dunia.

Biaya kuliah di universitas tersohor di dunia itu memang mahal. Hingga tidak heran, jika Student loan atau utang uang sekolah kini memang terbukti menjadi salah satu utang konsumen terbesar di Amerika, utang uang sekolah sudah menjadi utang konsumen tertinggi kedua setelah Kredit Pemilikan Rumah (KPR). New York Federal Reserve menunjukkan statistik utang uang sekolah per 2016 adalah sebagai berikut:


Berminat kuliah di luar negeri? Pelajari dulu trik bagaimana bisa kuliah di tempat tujuan tersebut. Jika mungkin, tanpa harus mengeluarkan biaya dari dompet sendiri. Sebelum membayar sejumlah besar uang, ketahui dulu fakta-fakta dan informasi yang mempengaruhi keputusan tersebut.

Biaya pendidikan yang semakin tinggi ini menuntut orangtua atau pelajar untuk mengandalkan pinjaman untuk membiayai uang sekolah. Karena KURANGNYA INFORMASI mengenai perencanaan keuangan, banyak yang mencari solusi cepat dan mudah dengan mengajukan pinjaman, misalnya Kredit Tanpa Agunan (KTA). Namun, suku bunga KTA umumnya cukup tinggi, berada di kisaran 10,5% hingga 36% per tahunnya.

Student loan atau utang uang sekolah kini memang terbukti menjadi salah satu utang konsumen terbesar. Di Amerika, utang uang sekolah sudah menjadi utang konsumen tertinggi kedua setelah Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Oleh karena itu, Rencanakan Dana Pendidikan dari awal. Selalu rencanakan dan mengonsultasikan rencana dana pendidikan anak dengan matang. Persiapkan sejak dini dan Anda tidak perlu mengandalkan pinjaman atau utang!

Semoga bermanfaat.

Sumber :


No comments:
Write comments

Terim Kasih Komentarnya. Semoga menyenangkan

KABAR TEMAN

ARSIP

*** TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG *** SEMOGA BERMANFAAT *** SILAHKAN DATANG KEMBALI ***
Komunitas Pendidikan Indonesia. Theme images by MichaelJay. Powered by Blogger.
Hai, Kami Juga Hadir di Twitter, like it - @iKOMPI25
Kirim Surat