Menurut
survey yang dilakukan oleh HSBC, Indonesia ternyata masuk dalam 15 besar negara
dengan biaya pendidikan termahal. Indonesia berada di peringkat 13, sementara
posisi pertama diduduki oleh Hong Kong. Angka tersebut diperoleh dari sebuah
study baru yang menghitung biaya untuk pendidikan anak-anak, yang dilakukan
oleh HSBC terhadap 8481 orang tua di 15 negara dari berbagai belahan dunia,
yaitu adalah Australia, Kanada, China, Mesir, Prancis, Hong Kong, India,
Indonesia, Malaysia, Meksiko, Singapura, Taiwan, Uni Emirat Arab, Inggris and
Amerika Serikat.
Para
orang tua di Hong Kong merupakan orang tua yang membayar paling mahal untuk
pendidikan anaknya, dengan rata-rata biaya lebih dari US$130.000 untuk biaya
mulai dari pendidikan dasar sampai ke jenjang perguruan tinggi. Di posisi kedua
ada Uni Emirat Arab yang menghabiskan rata-rata hampir mencapai US$100.000 dan
setelahnya ada Singapura dengan biaya sebesar US$70.000. Di Amerika Serikat,
negara yang memiliki enam dari sepuluh perguruan tinggi terbaik dunia, memiliki
biaya pendidikan rata-rata sebesar US$58.000, kurang dari setengah rata-rata
biaya pendidikan di Hong Kong. Rata-rata biaya pendidikan di Prancis hanya
sebesar US$16.000. Angka tersebut hampir sama dengan di India, Indonesia, dan
Mesir, dimana para orang tua hanya mengeluarkan biaya pendidikan untuk anaknya
sebesar kurang dari US$20.000.
Dalam
survei tersebut diperoleh hasil bahwa para orang tua di Prancis termasuk orang
tua yang pesimis jika anaknya bisa memiliki masa depan yang cerah. Hanya ada
42% orang tua di Prancis yang yakin anaknya punya masa depan cerah, sementara
untuk rata-rata orang tua di dunia ada 75% orang tua yang percaya anaknya
memiliki masa depan yang cerah.
Kebanyakan,
orang tua di Asia-lah yang memiliki pandangan optimis mengenai masa depan
anak-anaknya. Sebanyak 87% orang tua di India optimis anaknya memiliki masa
depan yang cerah, sementara di China ada 84% orang tua yang optimis tentang
masa depan anaknya. Bagi 87% orang tua di seluruh dunia, mendanai pendidikan
anak merupakan prioritas utama, dilansir dari situs resmi Forum Ekonomi Dunia
(WEF).
Melihat
besarnya angka yang dikeluarkan, tidak heran jika para orang tua sangat ketat
dalam mengawasi kemana dana tersebut mengalir. Beberapa orang tua biasanya
lebih menyukai pendidikan yang menjurus ke pekerjaan-pekerjaan tradisional,
seperti jurusan ilmu kedokteran (13%), jurusan bisnis, manajemen, dan keuangan
(11%), dan jurusan teknik (10%). Mereka juga senang jika anaknya mendapatkan
pendidikan sebanyak mungkin. Sebanyak 78% orang tua beranggapan memperoleh
gelar pascasarjana (S2) merupakan hal yang penting agar anaknya bisa
mendapatkan pekerjaan tetap di bidang pekerjaan pilihan mereka, dan sebanyak
76% orang tua berharap bisa berkontribusi membiayai pendidikan pascasarjana
anaknya.
Namun,
HSBC memperingatkan bahwa ada orang tua yang tidak merencanakan dengan benar
pengeluarannya. Hampir 75% orang tua mengandalkan pendapatan sehari-hari mereka
untuk biaya pendidikan anaknya, dan bukannya mengandalkan investasi jangka
panjang maupun tabungan.
Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy saat meresmikan gedung Techno Park
di SMK Negeri 2 Pangkalpinang, (Tempo, Jumat, 23/3/2018) menilai janji sekolah
gratis itu: (1) tak perlu dipercaya, dan (2) ketinggalan zaman. Ia ingin
masyarakat kritis dengan omongan pejabat sebab pendidikan di Indonesia bisa
berjalan dengan pemanfaatan APBN dan APBD. Pejabat tipe seperti itu, katanya,
biasanya merujuk pada sekolah yang tak terurus. Percuma gratis kalau tidak
mutu. Ini selalu saya ingatkan bahwa tidak ada sekolah gratis itu. Di negara-negara lain di seluruh dunia sudah
tidak memberlakukan sekolah gratis, termasuk di negara-negara Eropa maju,
termasuk Jerman. Katanya kebijakan itu dilakukan untuk meningkatkan dunia pendidikan
di negara bersangkutan.
Selama
abad ke-18 Kerajaan Prussia, yang berkuasa di teritori Jerman modern, adalah
salah satu negara pertama di dunia yang memperkenalkan pendidikan dasar maupun
umum secara gratis. Pendidikan dasar ditempuh selama delapan tahun. Ini
membantu menyediakan keterampilan membaca, menulis, dan berhitung yang
dibutuhkan di industri. Juga soal etika, kewajiban, kedisiplinan, dan
kepatuhan. Usai Perang Dunia I Republik Weimar turut mengembangkan sekolah
dasar empat tahun yang bebas dan bersifat universal, artinya bisa diakses siapa
saja. Sebagian besar siswa melanjutkannya ke jenjang empat tahun selanjutnya
untuk kursus. Sementara lainnya melanjutkan ke sekolah dengan kurikulum yang
lebih berat untuk satu atau dua tahun, cukup dengan membayar sedikit biaya.
Dalam
catatan Angloinfo, pendidikan anak usia dini dan taman kanak-kanak di Jerman
modern tidak sepenuhnya gratis. Pemerintah memang menanggung pendanaan, tetapi
dapat sebagian dipenuhi oleh orang tua anak. Tergantung pada kebijakan otoritas
lokal dan kemampuan ekonomi orang tua. Kebijakan ini juga berlaku untuk sekolah
dasar hingga menengah atas.
Meski
demikian, menganggap yang gratis-gratis menghambat perkembangan dunia
pendidikan tidak selalu benar. Dalam konteks pendidikan tinggi, Jerman mampu
menjadi salah satu negara dengan mutu pendidikan terbaik salah satunya dengan
menggratiskan biaya kuliah. Tak hanya bagi warga Jerman asli, tetapi juga untuk
mahasiswa dari luar negeri. Sebagian besar kampus di Jerman dikelola oleh
negara. Hanya lima persennya yang dikelola swasta. Menurut catatan Barbara Kehm
di Conversation, pada tahun 1976 keluar aturan pelarangan biaya kuliah di
Jerman Barat. Ini adalah hasil dari berkuasanya Partai Sosial Demokrat (SPD).
Pada
pemerintahan koalisi konservatif dan liberal era 1980-an muncul ide
pengembalian kebijakan biaya kuliah. Sempat terjadi kebuntuan, sebab pemerintah
negara bagian akan mengurangi pendanaan rutin mereka ke universitas. Kebijakan
larangan biaya kuliah berlaku hingga runtuhnya Tembok Berlin dan penyatuan
Jerman pada awal 1990-an. Pada pertengahan
1990-an wacana penerapan biaya kuliah kembali mengemuka dengan alasan untuk
menanggulangi sejumlah permasalahan di sektor pendidikan tinggi, khususnya
beban “mahasiswa abadi” alias yang tak lulus-lulus atau lulus terlalu lama.
Pemerintah
konservatif memulai upayanya pada 2002. Pada 2005 mereka berhasil. Sesuai
Pengadilan Konstitusional Federal, Jerman mulai mengenakan biaya kuliah di
tujuh negara bagian. Nominalnya sekitar 500 euro per semester. Kebijakan ini
diprotes oleh mahasiswa dan masyarakat yang turun ke jalan dalam jumlah besar.
Mereka mampu mengumpulkan 70.000 petisi melawan biaya kuliah. Tekanan kepada
pembuat kebijakan makin besar sebab partai-partai yang mendukung biaya kuliah
dan menggunakannya selama kampanye ternyata kalah di pemilu. Pemerintah Jerman
akhirnya luluh. Pemerintah negara bagian Hessen adalah yang pertama membatalkan
kebijakan biaya kuliah pada 2008. Lainnya berangsur-angsur mengikuti langkah
ini. Bavaria pada 2013 dan Lower Saxony pada 2014 adalah dua negara bagian
terakhir yang menghapus biaya kuliah.
Pemerintah
menanggung biaya kuliah dengan penerapan pajak yang tinggi—sebagaimana
diberlakukan di banyak negara Eropa. Dengan demikian gratis yang dimaksud
Muhadjir di awal adalah mengandaikan negara lepas tangan. Padahal gratis yang
diterapkan Jerman adalah dengan mengelola serta membiayai sebagian besar biaya
institusi pendidikannya melalui sumbangan warganya sendiri.
Dibandingkan
anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) lain yang
mayoritas adalah negara ekonomi maju, rata-rata pajak warga Jerman tertinggi
kedua setelah Belgia. Persentasenya mencapai 39,5 persen. Jauh dibandingkan
Inggris misalnya, dengan 23,7 persen, atau rata-rata seluruh anggota OECD yakni
25,5 persen.
Dalam
catatan BBC, melalui kebijakan pajak yang tinggi, pemerintah Jerman
mengeluarkan biaya tinggi untuk riset. Pencapaian di bidang sains dan teknologi
pun signifikan tak hanya untuk memajukan pendidikan, namun juga memberikan
sumbangan untuk ekonomi negara. Jerman juga andal di bidang keterampilan
pekerja. Menurut laporan LA Times, pangkal persoalannya adalah kondisi
geografis Jerman yang luas tetapi kurang kaya secara sumber daya alam.
Pemerintah berinvestasi besar untuk memajukan vokasi. Ekonomi negara juga
tumbuh sebab institusi pendidikannya mampu melahirkan para pekerja yang
terampil. Ada banyak lulusan yang memilih untuk lanjut di sekolah vokasi. Hal
ini menyebabkan jumlah mahasiswa Jerman tidak sebanyak di Amerika Serikat.
Kembali
mengutip data OECD, hanya 30 persen warga Jerman usia 25-34 yang menyelesaikan
perguruan tinggi. Angka ini di bawah AS yakni 45 persen atau bahkan rata-rata
negara OECD. Meski lebih sedikit, keseriusan pemerintah dalam mengelola sekolah
vokasi tidak diragukan lagi. Apalagi perusahaan-perusahaan juga turut
berinvestasi sebab berpengaruh terhadap produktivitas jangka panjang
karyawannya. Berbeda dengan di negara-negara lain di mana lulusan kuliah yang
ahli di bidang teori lebih dihormati. Di Jerman, lulusan sekolah vokasi yang
jago di ranah keterampilan juga mendapat penghormatan yang setara.
Kendati
sudah bekerja, banyak orang masih bersemangat melanjutkan pendidikan ke jenjang
lebih tinggi, karena menyandang gelar pendidikan tinggi jadi jaminan lebih
dalam karier. Ya, setelah memiliki penghasilan, banyak orang berusaha
melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Tak puas hanya mengantungi
gelar strata 1 (S1), mereka ingin lebih ke jenjang master atau bahkan jenjang
doktor. Namun, banyak juga yang tak mau melanjutkan pendidikan dengan biaya
sendiri. Mereka pun mengulik berbagai peluang meraih beasiswa. Beasiswa, salah
satu yang jadi buruan.
Saat
ini, Anda bisa menemukan banyak sekali kesempatan beasiswa yang ditawarkan oleh
institusi pendidikan, pemerintah, universitas, bahkan perusahaan. Beasiswa yang
ditawarkan pun beragam, mulai dari beasiswa parsial hingga beasiswa penuh untuk
jenjang S1 (undergraduate degree), S2 (master degree), hingga S3 (doctoral
degree). Namun, tanpa beasiswa pun, banyak sekali negara-negara yang sejak awal
menyediakan pendidikan dengan biaya murah. Menariknya lagi, kendati murah namun
tetap dengan kualitas pendidikan sangat tinggi.
Berikut
adalah daftar negara di kawasan Eropa yang menggratiskan biaya kuliah tahun
2018:
1.
Berlin, Jerman
Sejak
dulu, Jerman memang menjadi tujuan kuliah populer. Berlin, ibukota Jerman,
termasuk kota yang ramah pada pelajar pendatang. Banyak perguruan tinggi di
Jerman punya reputasi sangat baik pada sikap toleran dan multikultural. Universitas
itu termasuk Universitas Humboldt dan Universitas Teknik Berlin. Berlin juga
menawarkan kuliah gratis bagi seluruh mahasiswa lokal maupun pendatang.
Jerman
mulai menggratiskan biaya kuliah sejak tahun 2014 baik untuk mahasiswa asli
Jerman maupun untuk mahasiswa internasional. Sebisa mungkin untuk tidak memilih
universitas yang terletak di negara bagian Jerman seperti negara Federal Baden
Wuttemberg, karena di negara bagian tersebut masih menerapakan biaya kuliah
untuk berbagai gelar yang diambil. Biaya kuliah di universitas yang terletak di
negara bagian yaitu 1.500 Euro per semesternya.
2.
Wina, Austria
Austria
menduduki peringkat pertama sebagai negara tersehat untuk pekerja asing. Salah
satu universitas terbaik di Austria adalah The Vienna University di Wina.
Kampus ini berdiri pada 1815 sebagai Imperial Royal Polytechnic Institute. Kampus
menawarkan fasilitas terbaik dengan delapan fakultas yang tersedia. Fakultas
tersebut antara lain Fakultas Perencanaan dan Arsitektur, Fakultas Teknik
Sipil, Fakultas Teknik Industri dan Mekanik, Fakultas Teknik Elektro dan
Teknologi Indormasi, Fakultas Matematika dan Geoinformasi, Fakultas Fisika,
Fakultas Teknik Kimia, dan Fakultas Sistem Informasi. Serupa dengan Berlin,
biaya kuliah di Wina gratis bagi semua mahasiswa asal Eropa. Untuk mahasiswa
luar Eropa, dikenakan biaya kuliah terjangkau sebesar 500 dollar AS per tahun.
Austria
membebaskan kuliah di universitas negeri kepada mahasiswa internasional yang
berasal dari negara terbelakang dan berkembang. Sedangkan untuk mahasiswa dari
non UE dan EEA dikenakan biaya kuliah sebesar 363,36 sampai 762,72 Euro.
Mahasiswa yang berasal dari Eropa tengah dan Eropa dan mengajukan pengembalian
biaya kuliah sesuai dengan peraturan masing-masing universitas.
3.
Spanyol
Biaya
pendidikan di negara matador ini sangat terjangkau. Anda hanya perlu mengeluarkan
biaya sebesar Rp 15 jutaan per tahunnya. Biaya hidup di Spanyol juga cukup
bersahabat, sekitar Rp 7 juta per bulan. Jika ditotal, biaya yang harus
dikeluarkan tak lebih dari Rp 84 juta per tahun.
4.
Prancis
Negara
ini identik dengan biaya hidup mahal. Namun, fakta berkata lain. Jika berniat
melanjutkan kuliah di negeri ini, kamu butuh biaya hidup sekitar 300 sampai 500
Euro (Rp 5-8 jutaan) per bulan. Kuliah pun sangat terjangkau, sekitar Rp 5
jutaan per tahun.
5.
Taiwan
Untuk
wilayah Asia, Taiwan menjadi kota paling tepat untuk melanjutkan kuliah. Di
sini, Anda butuh USD 3.800 (Rp 52 jutaan) untuk masuk ke salah satu universitas
terbaik di sana. Taiwan juga memberi kesempatan beasiswa bagi mahasiswa
berprestasi. Artinya, Anda bisa menempuh pendidikan di sana dengan sejumlah
biaya yang jauh lebih rendah, atau bahkan gratis. Beberapa kampus terbaik di
Taiwan adalah Chaoyang University of Technology, China Medical University,
Chung Shan Medical University, National Changhua University of Education
ataupun National Chin-Yi University of Technology.
6.
Norwegia
Norwegia
merupakan negara yang tidak membebankan biaya kuliah baik kepada mahasiswa asli
Norwegia maupun mahasiswa internasional yang mengambil gelar sarjana, master,
dan PhD. Mahasiswa hanya membayar biaya semester sebesar NOK 300-600. Hanya
saja perlu diperhatikan bahwa ada beberapa program khusus yang ada di
Universitas negeri maupun swasta masih membebankan biaya kuliah dan kebanyakan
berada pada jenjang master. Meskipun begitu dapat dipastikan bahwa biaya kuliah
program khusus di universitas swasta yang ada di Norwegia lebih murah
dibandingkan dengan negara lainnya.
7.
Finlandia
Finlandia
adalah negara yang memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia. Negara ini
menggratiskan biaya kuliah hanya untuk program doktoral atau PhD baik untuk
mahasiswa Finlandia maupun untuk mahasiswa internasional. Biaya kuliah untuk
sarjana dan master mulai ditepakan sejak tahun 2017, biaya tersebut tersebut
dapat tertutupi jika terdaftar sebagai penerima beasiswa UAS.
8.
Swedia
Swedia
menggratiskan biaya kuliah bagi mahasiswa yang berasal dari Swiss, UE, EEA yang
menempuh gelar sarjana dan master. Sedangkan untuk mahasiswa internasional
dikenakan biaya kuliah, namun biaya kuliah tersebut dapat ditutupi dengan
menjadi penerima beasiswa penuh dan parsial yang disediakan oleh sejumlah universitas di Swedia. Mahasiswa PhD
di Swedia tidak dikenakan biaya kuliah dan mendapatkan gaji bulanan.
Dalam
channel YouTube Viancqa Kurniawan, Wormtraders menemukan sesosok gadis yang
memberikan motivasi untuk berkuliah di luar negeri. Merantau jauh dari Riau,
Viancqa berkuliah di Jurusan Financial Economics Universitas Coventry, Inggris,
selepas lulus SMA. Dalam vlog-nya yang berdurasi 10 menit ini, ia banyak
membagikan tips persiapan dan pengalaman kuliah di Inggris. Menurutnya, sebelum
memutuskan kuliah di luar negeri, hal pertama yang harus dilakukan adalah
menentukan jurusan.
“Seberat apapun kuliah Anda, Anda tak akan menjadikannya beban kalau Anda benar-benar mempelajari apa yang kamu suka. Kalian harus tentukan kalian mau belajar apa dulu. Apa yang mau kalian tekuni. Kalian mau jadi expert di bidang apa,” ungkap Viancqa.
Setelah
menentukan jurusan, Anda perlu mencari tahu apa saja kualifikasi dan dokumen
yang disyaratkan oleh universitas. Persiapkan Anda untuk memenuhi seluruh
persyaratan, seperti nilai ujian, tes bahasa Inggris hingga biaya di
universitas tujuan. Browsing, mendatangi pameran pendidikan, hingga berdiskusi
dengan keluarga adalah cara yang dilakukan Viancqa untuk menentukan
universitas. Selain karena menyediakan jurusan yang diinginkannya, alasan
kenapa Viancqa berkuliah di Coventry adalah biaya yang tidak terlalu mahal
dibandingkan universitas lainnya. Kebetulan dari segi biaya, Coventry itu paling
reasonable menurutnya dan keluarga. Masih mahal tapi enggak semahal kalau kamu
ke Imperial College atau ke Oxford atau ke Manchester.
Banyak
orang akhirnya memutuskan untuk menunda atau tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan
tinggi karena mahalnya biaya kuliah. Dalam mengatasi permasalah tersebut ada
beberapa negara di dunia yang membuat kebijkan menggratiskan biaya kuliah di
sejumlah universitas di negaranya, sehingga akan lebih banyak lagi masyarakat
di negaranya atau dari negara lain yang memiliki kesempatan untuk dapat
melanjutkan studi.
Nyatanya,
biaya kuliah kini semakin mahal. Berikut 10 universitas termahal di dunia yang
tentunya berkualitas:
1.
Nanyang Technological University, Singapore
Sarjana:
SG$17.450 – SG$72.100 (Rp174,5 juta – Rp721 juta) 1SG$ = Rp10.000
Pascasarjana:
SG$16.700 (Rp167 juta)
Sudah
bukan rahasia lagi bahwa Nanyang Technological University atau biasa disingkat
NTU merupakan salah satu universitas terbaik di dunia. NTU sendiri didirikan
pada tahun 1991 setelah Nanyang Technology Institute bergabung dengan National
Institute of Education. Pada QS World University Rankings by Subject terbaru,
NTU memiliki 19 program studi yang berhasil memasuki peringkat 50 terbaik.
Termasuk di antaranya adalah Kimia, Akuntansi dan Keuangan, Bisnis &
Manajemen and Teknik Kimia. Mereka juga menduduki peringkat pertama dalam
program studi Teknik Elektro and Ilmu Pengetahuan Material.
2.
University of Oxford, UK
Sarjana:
£23.105 – £30.540 (Rp415,9 juta – Rp549,7 juta) 1£ = Rp18.000
Pascasarjana:
£9.391 – £22.356 (Rp169 juta – Rp402,4 juta)
Sebagai
bagian dari ‘Oxbridge’, University of Oxford merupakan universitas tertua yang
menggunakan bahasa Inggris, dan disebut telah berdiri 1096.
Sejak
saat itulah, 27 Perdana Menteri British, 1 Presiden US, dan sedikitnya 30
pemimpin dunia mengemban ilmu disini.
Tidak
hanya sampai disitu, 52 pemenang Nobel Prize dan 167 peraih medali Olympic
telah memperoleh ilmunya disini. Dengan demikian, tidak aneh jika University of
Oxford menjadi salah satu universitas terbaik di dunia secara konsisten.
3.
UCL (University College London), UK
Sarjana:
£17.710 – £23.710 (Rp318,8 juta – Rp426,8 juta) 1£ = Rp18.000
Pascasarjana:
£20.540 – £24.610 (Rp369,7 juta – Rp442,9 juta)
Berdiri
sejak tahun 1826 dengan nama London University, UCL menjadi universitas dan
institusi pertama yang didirikan di London, dan juga menjadi yang pertama di
Inggris.
Merupakan
universitas tertua ketiga dan terbesar ketiga di seluruh Inggris. (setelah Open
University in England dan the University of Manchester).
Beberapa
alumni UCL yang ternama adalah Mahatma Gandhi (pemimpin gerakan kemerdekaan
India), Alexander Graham Bell (penemu telepon), Francis Crick (salah satu
penemu struktur DNA), dan Chris Martin (penyanyi utama dari Coldplay).
4.
Imperial College London, UK
Sarjana:
£27.750 (Rp449,5 juta) 1£ = Rp18.000
Pascasarjana:
£28.200 – £29.000 (Rp507,6 juta – Rp522 juta)
Didirikan
oleh Pangeran Albert, Imperial College London diberi gelar Royal Charter pada
tahun 1907. Universitas ini mencakup beberapa program studi seperti contohnya
Fakultas Bisnis, Fakultas Teknik, Fakultas Farmasi dan Fakultas MIPA, dan masih
banyak lagi.
Sekolah
medisnya menduduki peringkat ketiga terbaik di dunia pada Times Higher
Education University Rankings tahun 2015, dengan lebih dari 2.000 pendaftar
setiap tahunnya. Sayangnya, hanya 20% dari seluruh pendaftar yang akan
diterima.
Beberapa
staf dan alumninya termasuk 15 pemenang Nobel Prize (termasuk Sir Alexander
Fleming dan HG Wells), 2 Fields Medalists, 82 Fellows of the Royal Academy of
Engineering, dan 78 Fellows of the Academy of Medical Sciences.
5.
University of Cambridge, UK
Sarjana:
£19.197 – £29.217 (Rp455 juta – Rp525,9 juta) 1£ = Rp18.000
Pascasarjana:
£21.600 – £29.769 (Rp388,8 juta – Rp535,8 juta)
Bagian
lainnya dari ‘Oxbridge’, yaitu University of Cambridge. Universitas ini
merupakan yang tertua kedua di seluruh dunia setelah Oxford sehingga keduanya
memiliki banyak kesamaan.
Didirikan
sejak tahun 1209 dan memperoleh gelar Royal Charter dari King Henry III pada
tahun 1231, Universitas ini juga merupakan salah satu yang paling sulit
pendaftarannya. Hanya 33,8% dari 16.795 pendaftar yang berhasil diterima.
Tetapi
apabila buah hati Anda berhasil masuk dan lulus dari University of Cambridge,
maka secara otomatis ia akan tergabung dalam alumni Cambridge.
Anak
Anda bisa menjadi alumni seperti theoretical physicist Stephen Hawking,
naturalist Charles Darwin, 15 perdana menteri British (termasuk Robert Walpole)
dan 9 anggota kerajaan (termasuk Charles, Prince of Wales dan Queen Margrethe
II of Denmark).
6.
Harvard University, USA
Sarjana:
US$44.990 (Rp607,4 juta) 1US$ = Rp13.500
Pascasarjana:
US$11.258 – US$43.296 (Rp151,9 juta – Rp585 juta)
Harvard
mungkin adalah salah satu universitas paling terkenal dan mewah di Amerika.
Kabar baiknya adalah ini bukan hanya disebabkan universitas ini pernah menjadi
latar belakang untuk film Legally Blonde.
Didirikan
sejak dahulu kala pada tahun 1636, Harvard menjadi universitas tertua di
negaranya. Universitas ini terbagi menjadi 11 subjek atau jurusan, di antaranya
adalah Harvard Business School (sekolah bisnis), Harvard Medical School
(sekolah farmasi), dan Harvard School of Dental Medicine (sekolah kedokteran
gigi), yang kerap disebut-sebut sebagai sekolah pendidikan gigi terbaik di
dunia.
Alumni
Harvard pun tidak kalah menarik, termasuk di dalamnya adalah 8 presiden US
(termasuk Barack Obama dan Theodore Roosevelt), 62 miliarder terkenal (termasuk
Mark Zuckerberg, yang keluar sebelum kelulusannya demi mengembangkan Facebook),
dan 359 Rhodes Scholars termasuk 242 Marshall Scholars.
7.
University of Chicago, USA
Sarjana:
US$53.292 (Rp719,5 juta) 1US$ = Rp13.500
Pascasarjana:
US$47.802 (Rp645,3 juta)
Berdiri
sejak tahun 1890, University of Chicago secara konsisten memegang ranking 10
teratas dalam berbagai ranking nasional maupun internasional.
Hal
ini dapat terjadi karena keahliannya dalam mengelola berbagai program
pascasarjana, dan komite interdisciplinary committees yang terbagi menjadi lima
divisi penelitian akademik dan tujuh sekolah profesional.
Sebanyak
91 pemenang Nobel Prize pernah menimba ilmu disini, termasuk aktor
archaeologist Indiana Jones dan X-Men Kitty Pryde.
8.
California Institute of Technology (Caltech), USA
Sarjana:
US$48.111 (Rp866 juta) + US$1.797 (Rp24,25 juta) biaya registrasi, 1US$ =
Rp13.500
Pascasarjana:
US$48.111 (Rp649,5 juta) + US$1.605 (Rp21,66 juta) biaya registrasi
Didirikan
sebagai sekolah persuapan oleh Amos G. Throop pada tahun 1891, Caltech sering
disebut sebagai salah satu universitas terbaik di dunia. Selain itu, Caltech
juga menjadi salah satu universitas di Amerika yang didedikasikan sebagai
pionir technical arts dan applied sciences. Di samping reputasinya sebagai
universitas ternama dalam program studi ilmu pengetahuan alam, teknik dan pendidikan,
Caltech juga terkenal akibat tradisinya dalam lelucon dan humor. Dua contoh
dari lelucon yang terkenal dari Caltech adalah perubahan logo Hollywood menjadi
‘CALTECH’ pada tahun 1987 dan perubahan tulisan pada scoreboard 1984 Rose Bowl
Game menjadi ‘Caltech 38, MIT 9’.
9.
Massachusetts Institute of Technology (MIT), USA
Sarjana
dan Pascasarjana: US$49.580 (Rp669,33 juta) 1US$ = Rp13.500
Massachusetts
Institute of Technology didirikan sejak tahun 1861 sebagai tanggapan dari
perkembangan industri di Amerika. Universitas ini terkenal akan
penemuan-penemuan dan riset yang dilakukannya physical sciences (ilmu fisika)
and engineering (teknik). Baru-baru ini, Massachusetts Institute of Technology
merambah ke program studi biologi, ekonomi, linguistik dan manajemen. Alumninya
juga luar biasa, karena mencakup 85 pemenang Nobel Prize, 45 Rhodes Scholars
dan 34 astronot.
10.
Stanford University, USA
Sarjana:
US$15.777 – US$48.987 (Rp212,98 juta – Rp661,32 juta) 1US$ = Rp13.500
Pascasarjana:
US$48.987 – US$52.188 (Rp661,32 juta – Rp704,54 juta)
Didirikan
sejak tahun 1885, Stanford University (resmi: Leland Stanford Junior
University, sebagai penghormatan kepada pendirinya putra tunggal Leland dan
Jane Stanford) merupakan universitas termahal di dunia.
Biaya
kuliah di universitas tersohor di dunia itu memang mahal. Hingga tidak heran,
jika Student loan atau utang uang sekolah kini memang terbukti menjadi salah
satu utang konsumen terbesar di Amerika, utang uang sekolah sudah menjadi utang
konsumen tertinggi kedua setelah Kredit Pemilikan Rumah (KPR). New York Federal
Reserve menunjukkan statistik utang uang sekolah per 2016 adalah sebagai
berikut:
Berminat
kuliah di luar negeri? Pelajari dulu trik bagaimana bisa kuliah di tempat
tujuan tersebut. Jika mungkin, tanpa harus mengeluarkan biaya dari dompet
sendiri. Sebelum membayar sejumlah besar uang, ketahui dulu fakta-fakta dan
informasi yang mempengaruhi keputusan tersebut.
Biaya
pendidikan yang semakin tinggi ini menuntut orangtua atau pelajar untuk
mengandalkan pinjaman untuk membiayai uang sekolah. Karena KURANGNYA INFORMASI
mengenai perencanaan keuangan, banyak yang mencari solusi cepat dan mudah
dengan mengajukan pinjaman, misalnya Kredit Tanpa Agunan (KTA). Namun, suku
bunga KTA umumnya cukup tinggi, berada di kisaran 10,5% hingga 36% per
tahunnya.
Student
loan atau utang uang sekolah kini memang terbukti menjadi salah satu utang
konsumen terbesar. Di Amerika, utang uang sekolah sudah menjadi utang konsumen
tertinggi kedua setelah Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Oleh
karena itu, Rencanakan Dana Pendidikan dari awal. Selalu rencanakan dan
mengonsultasikan rencana dana pendidikan anak dengan matang. Persiapkan sejak
dini dan Anda tidak perlu mengandalkan pinjaman atau utang!
Semoga
bermanfaat.
Sumber
:
No comments:
Write commentsTerim Kasih Komentarnya. Semoga menyenangkan