Mengubah Logam
Kromium 6 Menjadi Logam Yang Lebih Ramah Lingkungan
Di
Indonesia, permasalahan pencemaran lingkungan seolah tak ada habisnya, terutama
masalah pencemaran limbah beracun dan berbahaya (B3). Salah satu cara mengatasi
pencemaran limbah B3 itu dengan konsep green technology menjadikan limbah B3
sebagai bahan baku batu bata tanpa pembakaran. Melalui berbagai pengujian, batu
bata dari limbah B3 ini memiliki kualitas standar, murah, praktis, dan ramah
lingkungan.
Penggunaan
mesin otomotif yang membutuhkan teknik metalurgi menyebabkan limbah kromium VI
terus meningkat. Padahal, limbah ini sangat berbahaya bagi lingkungan (B3). Berawal
dari limbah berbahaya bagi lingkungan yang kerap dihasilkan Industri penyepuhan,vtiga
mahasiswa Departemen Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
berhasil mengubah logam Kromium 6 menjadi logam yang lebih ramah lingkungan. Ketiganya
ialah Wulan Aulia, Rahadian Abdul Rachman, dan Ulva Tri Ita Martia.
Ketua
tim, Wulan Aulia (Jumat, 22/6/2018) mengatakan penggunaan logam kromium saat
ini banyak digunakan dalam industri penyepuhan untuk menghindari terjadinya
korosi. Banyaknya penggunaan logam kromium itu akan berdampak buruk jika
limbahnya tidak diolah dengan baik, dampaknya seperti menyebabkan mutagen pada
manusia serta proses pertumbuhan tanaman di sekitar pembuangan limbah akan
terhambat. Agar limbah dari logam kromium 6 tidak lagi berbahaya, timnya
mereduksinya menjadi logam kromium 3 dengan sistem Microbial Fuel Cell (MFC). Prinsip
kerjanya yaitu logam Kromium direduksi terlebih dahulu kemudian dilakukan absorbs.
MFC sendiri merupakan sebuah sistem kimia elektrik
biologis yang mampu menghasilkan listrik menggunakan bakteri. Bakteri yang
digunakan adalah Saccharomyces cerevisiae yang diletakkan dalam sistem reaktor.
Sistem ini kemudian membutuhkan listrik yang bergerak dalam kutub katoda dalalm
reaktor untuk kemudian mampu mereduksi limbah. Teknologi ini telah banyak
digunakan dalam sistem pengolahan air limbah di abad 21. Itu sebabnya, teknik
ini dapat digunakan unguk logam berat lain yang banyak ditemukan di lingkungan
pertambangan seperti Timbal (Pb) dan Merkuri (Hg).
Pereduksian
menjadi logam kromium 3, dinilai memiliki toksisitas yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan kromium 6. Sedangkan untuk ukurannya sendiri, kromium 3
memiliki ukuran molekul yang lebih kecil. Ukuran molekul yang kecil ini akan
membantu pada proses penyerapan saat limbah kromium 6 tidak dapat tereduksi. Dalam
hal ini, timnya menggunakan material adsorbsi Zeolit Y untuk menyerap limbah
dari logam kromium 6 yang tak tereduksi.
Permukaan
sisi aktif dari Zeolit Y yang luas akan meningkatkan kinerja dari penyerapan
limbah logam kromium 6. Mekanismenya dimulai dari menambahkan sumber bakteri
Saccharomyces cerevisiae pada kutub anoda sistem reaktor. Kemudian, elektron
yang dihasilkan akan bergerak menuju kutub katoda. Pada kutub katoda ini,
limbah kromium 6 yang terkumpul akan diserap oleh Zeolit Y. Dalam prosesnya, variasi
waktu penyerapan dilakukan setiap selang 15 menit hingga dua jam. Di setiap
menitnya, dilakukan pengukuran kadar logam kromium yang telah terserap oleh
Zeolit Y. Penelitian itu tidak hanya diperuntukkan logam kromium. Reduksi juga
bisa dilakukan untuk logam yang memiliki toksisitas tinggi seperti timbal (Pb)
dan merkuri (Hg).
Melalui
inovasi tersebut, Wulan bersama timnya berharap bisa meraih medali emas pada
Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) yang bakal digelar pada Agustus 2018 mendatang.
Menjadikan
Limbah B3 Sebagai Bahan Baku Batu Bata Tanpa Pembakaran.
Di
Indonesia, permasalahan pencemaran lingkungan seolah tak ada habisnya, terutama
masalah pencemaran limbah beracun dan berbahaya (B3). Mahasiswa prodi Teknik
Lingkungan, Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga mengatasi
pencemaran limbah B3 itu dengan konsep green technology menjadikan limbah B3
sebagai bahan baku batu bata tanpa pembakaran.
Sri
Eka Dewi F Sukarelawati, Vindi E Fatikasari, dan Wildani Mahmudah yang
menjadikan penelitian B3 ini mampu didanai Kemenristekdikti dalam Program
Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2018 untuk bidang penelitian eksakta (PKMPE).
Ketua
Tim, Sri Eka, (surya.co.id, Kamis, 21/6/2018), mengungkapkan melalui berbagai
pengujian, batu bata dari limbah B3 ini memiliki kualitas standar, murah,
praktis, dan ramah lingkungan. Penelitian mereka yang berjudul Potensi Limbah
B3 Iron Slag Sebagai Bahan Baku Batu Bata dengan Konsep Green Technology” ini
dilakukan usai melihat aksi long march warga Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis,
Kabupaten Mojokerto. Aksi ini menyuarakan dugaan pencemaran limbah B3 oleh
sebuah perusahaan pengolah limbah B3 yang dilapokan kepada Gubernur Jawa Timur.
Limbah
B3, merupakan zat sisa suatu usaha atau kegiatan yang karena sifat,
konsentrasi, dan jumlahnya, baik langsung dan tidak langsung dapat mencemarkan
dan merusak lingkungan hidup. Jika tidak dilakukan pengolahan, limbah B3 dapat
mengubah kualitas lingkungan.
Teknologi
dalam penelitian Sri Eka dan teman-temannya ini adalah
stabilisasi-solidifikasi, untuk mengurangi dan menghilangkan karakteristik
limbah B3 agar tidak berbahaya. Salah satu caranya ya diolah menjadi batu bata
yang pembuatannya tidak melalui pembakaran. Sebab pembakaran batu bata
menggunakan kayu bakar atau batu bara juga menimbulkan masalah lingkungan
tersendiri, yaitu polusi udara akibat timbulnya gas karbondioksida yang tidak
ramah lingkungan. Selain polusi udara, pembuatan batu bata tanpa pembakaran
dapat mengurangi biaya pembuatannya, tidak berketergantungan dengan cuaca namun
menghasilkan produk dengan kualitas standar, murah, praktis dan ramah
lingkungan.
Dengan
konsep green technology tanpa pembakaran, dalam pembuatan batu bara dilakukan
penambahan kapur, semen, dan soil hardener powder. Bahan tambahan itu berfungsi
untuk pemadatan bata dan mempercepat waktu pengeringan. Penelitian ini
merupakan inovasi dari beberapa penelitian sebelumnya yang mengolah limbah B3
iron slag menjadi batako. Selain itu mengolah B3 iron slag menjadi batu bata
merah karena pembuatannya lebih mudah dari pada jenis bata lainnya.
Selain
iron slag juga terdapat bahan sludge kertas sebagai perekat dalam pembuatan
batu bata ini. Berdasarkan eksperimen dalam penelitian ini ditemukan tiga
variasi terbaik dengan nilai kandungan logam berat Zn yang berbahaya. Setelah
proses stabilisasi-solidifikasi ditemukan nilainya dibawah baku mutu
berdasarkan ketetapan peraturan yang berlaku. Jadi hal ini membuktikan hasil
penelitian PKM-PE kami ini aman untuk dimanfaatkan secara internal oleh pihak
penghasil limbah dan pihak pengolah limbah sebagai solusi pengurangan timbunan
limbah di landfill.
Demikian
hasil penelitian tiga mahasiswa prodi Teknik Lingkungan, Fakultas Sains dan
Teknologi (FST) Universitas Airlangga, yaitu Sri Eka Dewi F. Sukarelawati,
Vindi E. Fatikasari, dan Wildani Mahmudah. Laporan mereka dalam judul “Potensi
Limbah B3 Iron Slag Sebagai Bahan Baku Batu Bata dengan Konsep Green
Technology”, berhasil lolos seleksi dan memperoleh hibah penelitian
Kemenristekdikti dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2018 untuk bidang
penelitian eksakta (PKMPE).
Penelitian
mahasiswa FST UNAIR itu dilakukan berangkat dari aksi long march warga Desa
Lakardowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto yang menyuarakan dugaan
pencemaran limbah B3 oleh sebuah perusahaan pengolah limbah B3 yang dilapokan
kepada gubernur Jawa Timur.
Menurut
Sri Eka Dewi FS, ketua tim PKMPE UNAIR ini, limbah B3 merupakan zat sisa suatu
usaha/kegiatan yang karena sifat, konsentrasi, dan jumlahnya, baik langsung dan
tidak langsung dapat mencemarkan dan merusak lingkungan hidup. Jika tidak
dilakukan pengolahan, limbah B3 dapat mengubah kualitas lingkungan. Pengolahan
dimaksud adalah proses mengubah jenis, jumlah, dan karakteristik limbah menjadi
tidak berbahaya dan tidak beracun.
Teknologi
dalam penelitian Sri Eka Dewi Dkk ini adalah stabilisasi-solidifikasi, untuk
mengurangi dan menghilangkan karakteristik limbah B3 agar tidak berbahaya.
Salah satunya diolah menjadi batu bata yang pembuatannya tidak melalui
pembakaran. Sebab pembakaran batu bata menggunakan kayu bakar atau batu bara
juga menimbulkan masalah lingkungan tersendiri, yaitu polusi udara akibat
timbulnya gas karbondioksida (CO2) yang tidak ramah lingkungan.
Selain
polusi udara, pembuatan batu bata tanpa pembakaran dapat mengurangi biaya
pembuatannya, tidak berketergantungan dengan cuacanamun menghasilkan produk
dengan kualitas standar, murah, praktis dan ramah lingkungan. Dengan konsep
green technology tanpa pembakaran, sehingga dalam pembuatannya dengan
penambahan kapur, semen, dan soil hardener powder. Bahan tambahan itu berfungsi
untuk pemadatan bata dan mempercepat waktu pengeringan.
Penelitian
ini merupakan inovasi dari beberapa penelitian sebelumnya yang mengolah limbah
B3 iron slag menjadi batako. Selain itu mengolah B3 iron slag menjadi batu bata
merah karena pembuatannya lebih mudah dari pada jenis bata lainnya. Selain iron
slag juga terdapat bahan sludge kertas sebagai perekat dalam pembuatan batu
bata ini. Pengujian kualitas atas hasil batu bata itu diantaranya uji pandangan
luar, uji ukuran dan toleransi, uji kuat tekan, uji garam yang membahayakan,
uji kerapatan semu, uji penyerapan air,
dan uji TCLP dengan variasi bahan yang digunakan yaitu campuran antara
iron slag, sludge kertas dan bahan pemadat.
Berdasarkan
eksperimen dalam penelitian ini ditemukan tiga variasi terbaik dengan nilai
kandungan logam berat Zn yang berbahaya. Setelah proses
stabilisasi-solidifikasi ditemukan nilainya dibawah baku mutu berdasarkan
ketetapan PP No.101 Tahun 2014. Jadi hal ini membuktikan bahwa hasil penelitian
PKM-PE kami ini aman untuk dimanfaatkan secara internal oleh pihak penghasil
limbah dan pihak pengolah limbah sebagai solusi pengurangan timbunan limbah di
landfill.
Industri
pengolahan batu bara di Indonesia masih menjadi industri yang diandalkan.
Perkembangannya pun masih terbilang pesat. Namun tak bisa dipungkiri memang
bahwa industri ini diikuti produk samping berupa limbah cair. Layaknya sampah
produksi lainnya, limbah cair batu bara pun jika tidak dikelola dengan baik
bisa berdampak buruk pada kelestarian lingkungan. Selain itu juga menyebabkan
pencemaran yang bisa mengancam kesehatan makhluk hidup.
Nanokomposit
Titani Nanotube (Tint)-Graphene, Prototipe Untuk Mendegradasi Kandungan
Berbahaya Di Limbah Cair Batu Bara
Tiga
mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI) menciptakan sebuah
prototipe berupa Nanokomposit Titani Nanotube (TiNT)-Graphene yang optimal
untuk mendegradasi kandungan berbahaya di limbah cair batu bara. Temuan mereka
ini secara simultan juga mampu menghasilkan hidrogen. Dengan begitu, limbah
cair batu bara yang berbahaya tadi dapat secara aman dibuang ke lingkungan dan
menjadi penghasil salah satu energi terbarukan serta ramah lingkungan yang
bermanfaat bagi masyarakat. Ketiga mahasiswa itu adalah Raudina (Teknik Kimia),
Barneus Wanglie Sugianto (Teknik Kimia), dan Isni Nur Sadrina (Teknologi
Bioproses). Di bawah bimbingan Guru Besar Fakultas Teknik UI Prof. Slamet,
mereka berhasil menghasilkan teknologi ini sebagai salah satu alternatif
pengolahan limbah cair batu bara.
Raudina,
dalam keterangan pers yang diterima Fakta.News, menyebut bahwa limbah cair batu
bara mengandung senyawa fenol dan turunannya. Kontaminasi fenol pada manusia
dapat menyebabkan sejumlah penyakit di antaranya iritasi, kerusakan hati dan
ginjal, gangguan saraf, hingga penyakit kronis yang bersifat karsinogenik (yang
menyebabkan kanker) dan teratogenik (menyebabkan cacat kelahiran). Temuan ini
merupakan suatu metode efektif agar dapat mendegradasi senyawa fenolik yang
terdapat pada limbah cair batu bara. Jadi dapat secara aman dibuang ke
lingkungan dengan menggunakan material lokal.
Adapun
material lokal nanokomposit mereka manfaatkan dan diuji sedemikian rupa menjadi
satu nilai tambah dari teknologi karya mereka. Terlebih, selain bahan lokal itu
tadi, juga dapat meningkatkan nilai keekonomisan. Sementara sebagai salah satu
output dari teknologi ini, hidrogen diyakini mampu menjadi salah satu
alternatif energi terbarukan yang akan terus berkembang dan ramai digunakan di
masa depan lantaran tidak menghasilkan emisi karbon dan menghasilkan energi
yang cukup besar. Belum lagi hidrogen juga tidak beracun, bukan merupakan gas
rumah kaca, dan dipercaya merupakan satu-satunya bahan bakar alternatif yang
dapat mengurangi ketergantungan negara pada bahan bakar fosil. Selain itu
hidrogen juga disebut sebagai pembawa energi bersih karena pembakarannya
menghasilkan air sebagai produk sampingnya.
Raudina
dan timnya berharap hasil penelitian mereka mampu berkontribusi dalam perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dalam hal pengelolaan limbah cair batu
bara, produksi hidrogen, dan nanokomposit berbahan lokal. Selain itu, mereka
juga berharap penelitiannya dapat menjadi dasar dalam pengembangan skala
industri dalam pengolahan limbah cair batu bara dan produksi hidrogen, sebagai
energi terbarukan dan menuntaskan permasalahan pencemaran akibat limbah cair
batu bara.
Inovasi
Teknologi Pengolah Limbah
Lima
mahasiswa UGM berhasil membuat inovasi teknologi pengolah limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3) yang bersifat portabel. Mereka adalah Vania Erizza
(FKG), Gita Prasulistiyono Putra (FEB), M. Bisyri Lathif (FEB), Ahmad Widardi
(FMIPA), dan Pandu Dwijayanto (FT).
Gita
saat berbincang dengan wartawan di Ruang Fortakgama UGM menyampaikan
pengembangan Medigold berawal dari banyaknya keluhan pengelola klinik kesehatan
kecil dan menengah yang mengaku kesulitan dalam mengolah limbah medis. Meskipun
telah banyak dipasarkan alat pengolah limbah mandiri yang dapat membantu
mengatasi persoalan tersebut, namun harganya relatif mahal sehingga kurang bisa
dijangkau untuk klinik kecil. Alat yang ada dipasaran cukup mahal sekitar
Rp.5-10 juta. Selain itu dimensinya juga besar sehingga memakan tempat.
Melihat
kenyataan itu, Gitta bersama bersama keempat rekannya berusaha untuk
mengembangkan sebuah alat pengolah limbah yang memungkinkan untuk digunakan
bagi klinik skala kecil. Alat pengolah limbah yang mereka kembangkan berukuran
kecil dengan dimensi 50x40x50 cm sehingga tidak memakan ruang dan mudah
dipindah tempatkan. Selain itu alat ini mereka kemas dalam bentuk yang menarik
yakni layaknya sofa.
Medigold
terdiri dari dua komponen utama yakni alat sterilisasi dan penghancur jarum
suntik. Untuk mesin sterilisasi memanfaatkan panci presto yang dapat digunakan
untuk mensterilkan berbagai jenis peralatan medis sperti kassa, kapas, maupun
perban. Mesin sterilisasi ini memiliki kapasitas sebesar 6 liter serta mampu
menghasilkan suhu hingga 300° Celcius dan menghasilkan tekanan sebesar 1,5 atm.
Sementara mesin penghancur jarum suntik
bekerja dengan dialiri arus listrik bertegangan 50 volt dan berarus
tinggi yaitu 22 amper. Untuk sterilisasi butuh waktu sekitar 1 jam, tetapi
untuk menghancurkan jarum suntik hanya butuh waktu 1-2 detik saja.
Medigold
dilengkapi dengan dua mode waktu operasi yakni manual dan otomatis. Untuk cara
pengoperasian dengan mode otomatis yaitu dengan menngunakan timer, pengguna
hanya perlu memasukkan limbah setelah klinik tutup di malam hari. Selanjutnya
pada kesesokan harinya limbah sudah selesasi diolah tanpa perlu adanya penjagan
seperti pada mode manual. Karena bisa dijalankan dengan mode otomatis sehingga
tidak memerlukan tenaga kerja tambahan untuk pengoperasiannya.
Ahmad
Widardi mengatakan, hadirnya Medigold ini diharapkan tidak hanya menjadi solusi
bagi klinik kesehatan kecil dalam pengolahan limbah medisnya. Kendati begitu,
alat ini juga diharapkan mampu mengurangi ketergantungan terhadap alat pengolah
limbah B3 yang sebagian besar dipenuhi dari luar negeri dan diproduksi dengan
harga terjangkau. “Untuk pembuatan alat ini seluruhnya memakai bahan lokal
sehingga biaya produksinya jauh lebih murah daripada produk lain yang sudah ada
dipasaran. Rencananya akan kami pasarkan per unitnya Rp. 2,5 juta. Selain
memiliki dimensi yang kecil, portabel, dan dapat dijalankan secara otomatis,
alat ini juga bersifat ramah lingkungan. Pasalnya pengoperasian Medigold tidak
menimbulkan polusi asap seperti pada kebanyakan instalasi pengolahan limbah
medis. Keunggulannya juga tidak mengeluarkan
asap sehingga tidak mencemari lingkungan sekitar.
SUMBER
:
No comments:
Write commentsTerim Kasih Komentarnya. Semoga menyenangkan