KOMPI+25

Komunitas Pendidikan Indonesia

Jaringan Komunikasi KOMUNITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Tuesday, 19 June 2018

Mengurai Kesenjangan Pembangunan Manusia Indonesia

Posted by   on Pinterest


Tingkat Pendidikan Masyarakat Indonesia

Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan negara sesuai amanat UUD 1945. Namun, hingga usia 71 tahun kemerdekaan RI, segenap masyarakatnya masih belum mempunyai akses mengenyam dunia pendidikan formal selayaknya. Data UNICEF tahun 2016 sebanyak 2,5 juta anak Indonesia tidak dapat menikmati pendidikan lanjutan yakni sebanyak 600 ribu anak usia sekolah dasar (SD) dan 1,9 juta anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP). Begitupula data statistik yang dikeluarkan oleh BPS, bahwa di tingkat provinsi dan kabupaten menunjukkan terdapat kelompok anak-anak tertentu yang terkena dampak paling rentan yang sebagian besar berasal dari keluarga miskin sehingga tidak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

Menteri Pendidikan dan Kebudayan M Nuh dalam jumpa pers di kantornya, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, (Selada, 8/11/2011) menyebutkan bahwa Tingkat pendidikan masyarakat Indonesia di tahun 2011 menurun dibanding tahun 2010. Banyak masyarakat Indonesia yang putus sekolah dan tidak bisa melanjutkan sekolah hingga perguruan tinggi.

Hal tersebut berdasarkan data dari United Nation Development Programme (UNDP) yang dikeluarkan pada 2 November 2011 dalam Human Development Index. Indonesia di posisi 124 di bawah Filipina, sebelumnya ranking 108. Memang di tahun 2011 ini jumlah negara yang ikut bertambah menjadi 187 negara dari tahun 2010 yang hanya 169. Penilaian tersebut terdiri dari 3 komponen yakni kesehatan hidup masyarakatnya, pengetahuan, dan pendapatan bruto per kapita.

Indonesia ada 240 juta orang. Yang tidak pernah sekolah itu menjadi beban untuk meningkatkan angka index. Namun yang akan dibahas yakni hanya komponen pengetahuan atau rata-rata lama bersekolah masyarakat Indonesia. Upaya pemerintah dalam hal ini yakni memperkecil angka putus sekolah dan meningkatkan angka menuju jenjang pendidikan, meningkatkan akses dan mutu pendidikan menengah, meningkatkan akses dan daya saing pendidikan tinggi, serta meningkatkan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan.

Rektor Universitas Pertamina Profesor Akhmaloka dalam Peresmian Perdana Penerimaan Mahasiswa Baru Universitas Pertamina Tahun Akademik 2016/2017, di Mezaninne Room, Gedung Utama, Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, (Senin,15/8/2016) mengatakan Tingkat pendidikan di Indonesia dinilai masih minim. Rata-rata Pendidikan Masyarakat Indonesia Tak Lulus SMP. Rata-rata lama pendidikan di Indonesia adalah 7,6 tahun, artinya rata-rata masyarakat Indonesia tidak lulus SMP. Di tahun 2010 saja, hanya 7,2% masyarakat yang lulus pendidikan tinggi, 22% pendidikan menengah dan sisanya berpendidikan dasar. Untuk menciptakan sistem pendidikan yang baik, tentu negara harus persiapkan sarana pendidikan yang cukup dan berkualitas yang baik, tapi itu bukan hanya tugas pemerintah saja, tapi semua pihak. SDM Malaysia 20% berpendidikan tinggi, 56% berpendidikan menengah. Suatu negara bisa dikatakan maju bila 40% berpendidikan tinggi 30% menengah dan 20% dasar.

Faktor ekonomi atau sistem yang tidak berpihak pada mereka?

Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, mengumumkan hasil penelitian Hasil Bantuan Siswa Miskin Endline di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan. Ditemukan bahwa sebanyak 47,3 persen responden menjawab tidak bersekolah lagi karena masalah biaya, kemudian 31 persen karena ingin membantu orang tua dengan bekerja, serta 9,4 persen karena ingin melanjutkan pendidikan nonformal seperti pesantren atau mengambil kursus keterampilan lainnya. Mereka yang tidak dapat melanjutkan sekolah ini sebagian besar berijazah terakhir sekolah dasar (42,1 persen) maupun tidak memiliki ijazah (30,7 persen). Meski demikian, rencana untuk menyekolahkan anak ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi ternyata cukup besar, yakni 93,9 persen. Hanya 6,1 persen yan menyatakan tidak memiliki rencana untuk itu.

Peneliti PSKK UGM, Triyastuti Setianingrum, S.I.P., M.Sc. mengatakan dalam Focused Group Discussion, pendidikan merupakan investasi modal manusia (human capital investment) dan pemerintah harusnya memberi perhatian yang sungguh terhadap hal ini, terlebih dalam merespons perubahan komposisi demografi. Tingginya angka penduduk usia kerja hanya akan menjadi bonus (window of opportunity) apabila penyediaan kesempatan kerja sudah sesuai dengan jumlah penduduk usia kerja serta ditopang oleh kualitas angkatan kerja yang baik. Seperti siklus, kasus anak putus sekolah saling mempengaruhi satu sama lain dengan persoalan kemiskinan. Putus sekolah mengakibatkan bertambahnya jumlah pengangguran, bahkan menambah kemungkinan kenakalan anak dan tindak kejahatan dalam kehidupan sosial masyarakat. Begitu seterusnya karena tingkat pendapatan yang rendah, akses ke pendidikan formal pun sulit dicapai.

Peran Pendidikan Non-Formal

Sekjen Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (Asahpena), Budi Trikorayanto yang dikutip dari media radioidola.com, mengakui faktor ekonomi menjadi salah satu penyebab masih banyaknya anak putus sekolah. Satu contoh, anak jalanan, atau pemulung didorong untuk sekolah itu susah. Karena mereka sudah bisa mencari uang, dan merasakan kemerdekaan di dunia jalanan dan itu lebih menarik bagi mereka ketimbang duduk di sekolah, berseragam, dan menerima pelajaran dari sekolah. Dan itu terlalu jauh dari apa yang mereka rasakan sehari-hari. Anak-anak jalanan saat ini lebih memilih bekerja menjadi anak jalanan ketimbang sekolah. Tidak mudah menggiring mereka sekolah, mestinya ada upaya sekolah yang mendatangi komunitas mereka. Tidak bisa sekolah memaksa mereka untuk memakai seragam, itu bukan dunia anak-anak jalanan. Jadi sekolah perlu sektor non-formal, kemudian jemput anak-anak ke kolong jembatan, rel kereta api, dan lingkungan lainnya. Dari beberapa kasus terungkap pula, banyaknya anak sekarang ini enggan ke sekolah salah satunya karena faktor pengajarnya. Inilah realitas yang sering terjadi di wilayah perkotaan. Kualitas guru kini tentu menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan pemerintah.

Faktor Budaya

Abduh Zen, Ketua Litbang PB PGRI dan Direktur Institute for Education Reform menilai penyebab terbesar anak putus sekolah memang karena faktor ekonomi dan kemiskinan. Untuk itu pemerintah mesti fokus untuk menyelesaikan problematika ini, melalui KIP misalnya. Meskipun terkendala secara ekonomi, banyak hal yang tidak bisa diselesaikan dengan KIP. Dikarenakan KIP harus menggunakan ATM dalam penarikannya di beberapa daerah tertentu masih kesulitan dalam mengaksesnya. Kemudian di luar faktor ekonomi, faktor budaya misalnya membuat orang tidak berhasrat untuk pergi ke sekolah. Karena kompleksnya persoalan, banyak masyarakat menilai sekolah tidak lagi menarik. Sehingga sering terdengar keluhan untuk apa sekolah. Oleh sebab itu, pemerintah harus fokus membenahinya dan jangan seperti pemburu yang menembak secara memberondong sembarangan di dalam hutan rimba. Adanya sekolah rumah sebagai alternatif pendidikan bersifat sementara. Dia menilai, sekolah rumah tidak akan menjadi solusi masalah pendidikan secara luas dan nasional. Tetapi ini menjadi upaya penting pada daerah-daerah tertentu ketika pendidikan formal tak bisa menjangkau. Dia mengingatkan bahwa substansi sekolah adalah membangun tradisi literasi, kemelekan terhadap kehidupan ini. Dengan bersekolah anak memiliki kemampuan dalam berpikir secara optimal. Setidaknya denga memiliki bekal pendidikan, anak dapat memecahkan masalah dalam kehidupannya sehari-sehari. Intinya anak-anak akan memiliki pemikiran yang berkembang dan maju.

Tanggungjawab Pemerintah dan Swasta Dalam Mensukseskan Pendidikan

Meskipun pendidikan dasar 9 tahun di Indonesia dinilai sukses, namun jumlah anak usia wajib belajar yang hanya sampai SD cukup besar. Ini menjadi pekerjaan semua pihak agar pendidikan semakin merata dan menyejahterakan. Mulai dari pemerintah, kalangan swasta dan semua lapisan masyarakat. Masa depan di luar pendidikan sekolah. Dan, tak kalah pentingnya ke depan, pemerintah juga mesti meningkatkan kapasitas dan kualitas guru agar peserta didik semakin nyaman dan bersemangat untuk bersekolah. Orang bersekolah bertujuan agar mampu berpikir, menalar secara rasional obyektif, dan bisa memecahkan masalah-masalah kehidupan yang dihadapi sehari-hari. Untuk itu perlu ditunjang dengan sarana dan prasarana yang mendukung dan ditopang pengajar yang bersahabat. Dan, di sini negara melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa berperan optimal.    

Kesenjangan Pembangunan Manusia Indonesia

Salah satu temuan kunci Laporan Pembangunan Manusia 2016 yang berjudul 'Pembangunan Manusia untuk Semua', yang dirilis oleh United Nations Development Programme (UNDP) adalah Eksklusi perempuan, etnis minoritas, dan orang-orang yang tinggal di daerah terpencil menghambat kemajuan pembangunan manusia. Hal ini telah menyebabkan kesenjangan yang signifikan dan menyebabkan banyak ketertinggalan di dunia, termasuk di Indonesia dan kawasan Asia dan Pasifik. Selain itu, kelompok yang termarjinalisasi sering memiliki kesempatan terbatas untuk mempengaruhi lembaga dan kebijakan yang menentukan hidup mereka.

Selim Jahan penulis Laporan itu mengatakan bahwa laporan itu mengadvokasikan fokus yang lebih besar pada kelompok tereksklusikan, dan tindakan untuk mengatasi hambatan inklusi sangat diperlukan untuk memastikan pembangunan manusia berkelanjutan untuk semua orang. Kita terlalu berfokus pada rata-rata nasional, yang sering menutupi variasi yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat. Untuk maju kita perlu meneliti lebih dekat bukan hanya apa yang telah dicapai, tetapi siapa yang telah tertinggal dan mengapa? Laporan tersebut menunjukkan bahwa kemajuan belum memberi manfaat bagi semua orang dan kesenjangan berdampak pada kelompok tertentu secara tidak proporsional. Terutama perempuan, etnis minoritas dan orang-orang yang tinggal di daerah terpencil dapat mengalami deprivasi secara terbuka dan tersembunyi. Di Indonesia, meskipun terjadi penurunan kemiskinan secara tajam dalam dua dekade terakhir, 140 juta warga masih hidup dengan kurang dari Rp. 20.000 per hari.

Indeks Pembangunan Manusia Indonesia (IPM) untuk 2015 adalah 0.689. Ini menempatkan Indonesia dalam kategori pembangunan manusia menengah, dan peringkat 113 dari 188 negara dan wilayah. Nilai IPM meningkat 30,5 persen dari nilai pada tahun 1990. Hal ini mencerminkan kemajuan yang telah dicapai Indonesia dalam hal harapan hidup saat lahir, rata-rata tahun bersekolah, harapan lama bersekolah dan pendapatan nasional bruto (PNB) per kapita selama periode tersebut. Namun demikian IPM Indonesia menurun tajam ke 0,563 (turun 18,2 persen) bila kesenjangan diperhitungkan. Kesenjangan pendidikan dan harapan hidup saat lahir di Indonesia lebih tinggi dari rata-rata di Asia Timur dan Pasifik, namun Indonesia lebih baik dalam hal kesenjangan pendapatan dan gender dibandingkan dengan rata-rata di kawasan ini. Kesetaraan gender adalah pendorong utama pembangunan berkelanjutan. Pada tahun 2014, data yang terpilah menurut jenis kelamin diperkenalkan ke dalam IPM, yang memungkinkan UNDP untuk menghitung dan membandingkan IPM untuk laki-laki dan IPM untuk perempuan. Namun sayangnya di sebagian besar negara di dunia, laki-laki dan perempuan tidak menikmati tingkat pembangunan manusia yang sama. Di Indonesia, Indeks untuk laki-laki adalah  0,712. Sedangkan untuk perempuan Indonesia hanya mencapai 0,66.

Country Director UNDP Indonesia Christophe Bahuet mempresentasikan  temuan dengan fokus pada Indonesia. IPM untuk Indonesia menunjukkan bahwa setelah begitu banyak kemajuan yang dicapai, langkah selanjutnya menuju pembangunan manusia yang tinggi adalah inklusi dan pengurangan kesenjangan, khususnya untuk provinsi terpencil dan antara laki-laki dan perempuan. Laporan ini menawarkan analisis dan rekomendasi yang bertujuan untuk menjembatani kesenjangan yang ada, dan mencapai pembangunan manusia untuk seluruh Indonesia. UNDP bekerja ke arah ini, bersama-sama dengan mitra-mitranya.

Agar negara-negara mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan tidak ada seorangpun yang tertinggal, laporan ini menyerukan perhatian yang lebih besar untuk memberdayakan yang paling termarjinalisasi dalam masyarakat dan mengakui pentingnya memberi mereka suara yang lebih besar dalam proses pengambilan keputusan. Perubahan tersebut penting untuk memutus siklus eksklusi dan deprivasi. Laporan Pembangunan Manusia 2016 juga menyerukan pergeseran ke arah penilaian kemajuan dalam bidang-bidang seperti partisipasi dan otonomi.

Helen Clark administrator UNDP mengatakan dengan menghilangkan norma-norma sosial dan hukum yang diskriminatif, dan mengatasi akses yang tidak setara terhadap partisipasi politik yang telah menghambat kemajuan begitu banyak orang, kemiskinan bisa diberantas dan pembangunan yang damai, adil dan berkelanjutan dapat dicapai untuk semua orang.

SUMBER :

No comments:
Write comments

Terim Kasih Komentarnya. Semoga menyenangkan

KABAR TEMAN

ARSIP

*** TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG *** SEMOGA BERMANFAAT *** SILAHKAN DATANG KEMBALI ***
Komunitas Pendidikan Indonesia. Theme images by MichaelJay. Powered by Blogger.
Hai, Kami Juga Hadir di Twitter, like it - @iKOMPI25
Kirim Surat