Setahun ini
sejumlah kasus di Dinas Pendidikan dibongkar aparat penegak hukum. Selain kasus
korupsi renovasi gedung sekolah, BARESKRIM Polri membongkar praktik korupsi
pengadaan uninterruptible power supply (UPS) di Suku Dinas Pendidikan Menengah
Jakarta Barat. Bahkan berkembang lagi dengan kasus pengadaan alat kebugaran
atau alat fitness pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan 2013/2014.
Kemudian pengadaan Printer dan Scanner 3D, serta Digital Education Classroom.
Jaksa Agung
Muda Pidana Khusus (JAMPIDSUS) Arminsyah di Kejaksaan Agung, (Kamis, 22/9/2017)
berupaya membongkar kasus dugaan korupsi pekerjaaan dan penyelesaian
rehabilitasi total gedung sekolah di lingkungan DISDIK DKI tahun 2013-2015. Dalam
kasus itu, tim penyidik telah memeriksa Sri Wahyuningsih selaku Bendahara
Pengeluaran pada DISDIK DKI Jakarta, juga memeriksa saksi-saksi lain dari pihak
rekanan proyek ini.
Kasus ini
berawal dari adanya dugaan kolusi dalam penetapan pemenang pelaksanaan kegiatan
pekerjaan rehabilitasi total gedung SDN 05/06 Sungai Bambu, tahun 2015. Dalam
proyek rehab itu, ditunjuk PT Cipta Eka Puri (CEP) selaku pelaksana pekerjaan.
Padahal, PT CEP tidak memiliki keterangan tentang Registrasi Badan Usaha dan
Konversi Asmet-KBLI. Modus yang sama dilakukan pada rehabilitasi gedung SDN
06/07/08/09/11 Penjaringan, tahun 2015. PT Padimun Golden selaku pelaksana
kegiatan tidak memiliki keterangan tentang tenaga kerja, masa berlaku
subkualifikasi sampai dengan 17 Juni 2014 (sudah lewat waktu) Badan Usaha
Konversi Asmet-KBLI dan/atau tidak ada keterangan registrasi tahun ke-2 Badan
Usaha.
Dugaan
penyelewengan anggaran pendidikan di DKI Jakarta telah diendus Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) DKI Jakarta pada 2014 lalu. Saat itu
Bappeda menemukan pos anggaran yang tidak perlu atau pemborosan anggaran Dinas
Pendidikan di APBD 2014 sebesar Rp 2,4 triliun. Salah satunya anggaran rehab
berat sekolah dan rehab total sekolah. Nama programnya sama tapi beda nama.
Saat itu anggran untuk Dinas Pendidikan DKI Jakarta besarnya mencapai Rp. 13
miliar.
PROYEK Rehab
berat 119 sekolah tahun 2017 akhir-akhir ini ramai dibicarakan. Bahkan Polda
Metro Jaya kini tengah mengusut dugaan korupsi di proyek tersebut.
Berikut ini
adalah 9 fakta di proyek Rehab berat 119 sekolah yang menjadi dugaan korupsi:
1. Barang
yang dipasang tak sesuai kontrak
Dalam proyek
Rehab berat 119 sekolah tahun 2017 terdapat fakta barang yang dipasang tak
sesuai dengan rencana anggaran biaya (RAB) di dokumen kontrak.
2. Ada
barang yang tak dipasang padahal terdapat di kontrak
Tak
terpasangnya barang yang sebenarnya terdapat dalam RAB dokumen kontrak juga
jadi fakta yang tak terelakkan. Berdasarkan hasil penelusuran Warta Kota,
beberapa barang yang banyak ditemukan tak terpasang adalah pekerjaan di bagian
atap. Antara lain pekerjaan pemasangan genteng keramik tepi, dan jurai seng.
3. Dugaan
mark up di beberapa pekerjaan
Dugaan mark
up paling terang benderang terdapat di pekerjaan pembuatan kantor sementara
(bedeng pekerja). Pembuatan bedeng pekerja di 119 lokasi sekolah proyek Rehab
berat sekolah 2017 diperkirakan pembuatan bedeng pekerja di yang direhab berat
mencapai total dana Rp 2,4 milliar. Padahal bedeng yang dibuat itu hanya berupa
bangunan semi permanen seluas 12 meter persegi dengan tinggi 2,5 meter. Dindingnya
berbahan triplek, kayu kaso sebagai tiang dan reng (dudukan atap), seng sebagai
atap, serta lantainya berupa plesteran. Sama sekali tak mewah. Berdasarkan RAB
(anggaran) di dokumen kontrak untuk 3 sekolah, di masing-masing lokasi anggaran
pekerjaan pembuatan kantor sementara dengan lantai plesteran (bedeng pekerja)
dengan total harga Rp 21,3 juta.
4. Beberapa
volume pekerjaan tak sesuai kontrak
Volume
pekerjaan yang tak sesuai kontrak ini ditemukan tim inspektorat di beberapa
sekolah.
Auditor yang
memerika di SDN Duri Utara 05/06 dan SMPN 225 Jakarta, Tony, mengatakan dari
hitungan pihaknya di beberapa pekerjaan rehab berat di SDN Duri Utara 05/06
banyak ditemukan ketidaksesuaian antara hasil dan apa yang tertulis di dokumen
kontrak. Seperti pekerjaan pemasangan jalusi holo alluminium 3x3/4 untuk
jendela tipe 2 daun jendela, hasil hitungan tim inspektorat pemasangan jalusi
hanya sepanjang 490 meter. Padahal di RAB sesuai dokumen kontrak yang dibuat
kontraktor, ditulis bahwa jalus yang dipasang adalah sepanjang 550 meter. Artinya
yang terpasang 60 meter lebih sedikit ketimbang apa yang ditulis dalam anggaran
di dokumen kontrak. Begitu juga di pekerjaan pemasangan jalusi holo alumunium
3x3/4 untuk tipe 3 daun jendela, hasil hitungan tim inspektorat total panjang
yang dipasang hanya 55 meter. Tapi di anggaran sesuai dokumen kontrak, justru
ditulis yang dipasang adalah sepanjang 64 meter. Atau terdapat selisih 9 meter
lebih sedikit antara yang terpasang dengan yang tertera di dokumen kontrak. Lalu
di pekerjaan pemasangan jalusi holo alumunium 3x3/4 untuk tipe 4 daun jendela,
dari hasil hitungan tim inspektorat hanya terhitung 171 meter larik yang
benar-benar dipasang. Padahal di dokumen kontrak ditulis yang dipasang adalah
194 meter. Atau yang terpasang 23 meter lebih pendek ketimbang yang tertulis di
RAB dalam kontrak. Sedangkan di pekerjaan pemasangan rolling door alumunium,
tim inspektorat di SDN Duri Utara 03/04/05/06, menemukan 3 kejanggalan
sekaligus.
Pertama,
pekerjaan pemasangan rolling door alumunium dihitung 45 meter persegi, tetapi
hanya 43,46 meter persegi. Lalu pekerjaan plesteran di pemasangan rolling door
di dokumen kontrak dihitung 49 meter larik dengan total harga Rp 4,050 juta, tapi
pekerjaan plesteran hanya 9,6 meter larik. Begitu juga pekerjaan Acian yang di
RAB dokumen kontrak ditulis 49,28 meter, ternyata kenyataannya hanya 9,6 meter
persegi. Lalu pekerjaan pemasangan batu merah untuk rolling door yang di RAB
dokumen kontrak ditulis dipasang 24,64 meter persegi, ternyata kenyataannya
hanya dipasang 5,76 meter persegi.
Di SMPN 225
Jakarta, RAB dokumen kontrak tertulis volume pemasangan keramik dinding 20x25
cm adalah 248,64 meter persegi. Volume sebenarnya yang terpasang hanya 189
meter persegi.
5. Terjadi
Justifikasi dan Adendum, tapi RAB tak diubah
RAB dalam
dokumen kontrak proyek Rehab berat 119 sekolah menunjukkan terjadi perbedaan
dengan hasil pekerjaan di lapangan. Dalam RAB disebut terdapat pekerjaan
pemasangan baut gording kanal C, tetapi fakta di beberapa sekolah menunjukkan
tak ada pemasangan baut. Pemasangan gording kanal C dipasang dengan metode
pengelasan.
Menurut Perwakilan
PT MKI, Vanda, ketika dihubungi Warta Kota, (Minggu, 20/5/2018) perubahan
metode itu sudah disepakati pengawas, PT Bina Karya dan pejabat pembuat
komitmen (PPK). Dalam justifikasi teknis itu disebutkan telah disepakati
sambungan baja dapat menggunakan sambungan las selain menggunakan sambungan
baut dengan alasan mempercepat pengerjaan. Tapi ketika ditanya mengapa ongkos
jasa pemasangan baut tak dihilangkan dari RAB, Vanda menjawab, belum diganti
ketikannya. Ini 119 lokasi (sekolah) dan buat dokumen termin 4x119 lokasi, adendum
terkait hal itu dan akan diserahkan ke inspektorat.
"Biarkan
inspektorat jalankan fungsinya.Nanti ada administrasi kroscek. Kan tugasnya
inspektorat," ujar Vanda.
6. Penilaian
bobot kerja sampai waktu pembayaran dipertanyakan.
PT MKI mendapat
pembayaran 100 persen pada 20 Desember 2017, atau sesuai batas akhir kontrak.
PPHP Sudin
Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat, Eyo, mengaku konsultan manajemen konstruksi
(MK) memberi bobot pekerjaan 86 persen sampai dengan 20 Desember 2017. Artinya
dapat dilakukan pencairan 100 persen. Tapi PT MKI hanya menerima pembayaran
sesuai bobot dulu. Seharusnya di Sudin Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat PT
MKI mendapat Rp 11,5 milliar. Tapi karena bobot pekerjaan dinilai hanya 86
persen sampai masa akhir kontrak, maka PT MKI hanya menerima Rp 9,8 milliar. Sisanya
Rp 1,4 milliar dicairkan tetapi diblok oleh bank sebagai jaminan pembayaran,
dan dilepas kembali ke PT MKI usai berita acara serah terima pekerjaan (BAST).
Berdasarkan
fakta di lapangan, di Sudin Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat, sampai tanggal
20 Desember 2017, beberapa sekolah belum rampung. Dari 7 sekolah yang direhab
berat, 3 sekolah belum rampung. SDN Pinangsia 01/02, pekerjaan atap baru
rampung di akhir Januari 2018. SDN Semanan 03/02, baru rampung atap dan keramik
sampai 20 Desember 2017. Sisa pekerjaan lainnya seperti pemasangan kusen
alumunium, pintu, jalusi, serta pengecatan baru rampung pada pertengahan
Januari 2018. SDN Bukit Duri 05/06, baru menyelesaikan pekerjaan pemasangan
keramik sampai dengan 20 Desember 2018. Pekerjaan atap sampai tahun baru saja
belum selesai.
7. Pengenaan
denda tak sesuai Pergub
Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) dan PT MKI (kontraktor pelaksana) mengakui denda
keterlambatan hanya dikenakan sampai 31 Desember 2017. Kasudin Pendidikan
wilayah I Jakarta Barat, (Kamis, 31/5/2018) mengakui denda sampai 31 Desember
2017. Kasudin Pendidikan wilayah II Jakarta Barat, juga tak menampik denda
keterlambatan penyelesaian pekerjaan proyek Rehab berat sekolah 2017 hanya
dihitung sampai 31 Desember 2017. Direktur PT MKI, Jon Sahat Monte, (Kamis, 31/5/2018)
juga mengakui denda dihitung sampai 31 Desember 2017, atau 31 Januari 2018. Bahkan
Jon mengakui uang pembayaran sudah dicairkan sejak 20 Desember 2017. Padahal
faktanya PT MKI masih mengerjakan bagian pekerjaan pokok proyek rehab berat
sekolah sampai akhir Januari 2018, bahkan ada sekolah yang baru rampung di awal
Februari 2018. Beberapa guru di sekolah, seperti SDN Pinangsia 01/02, mengaku
pemasangan atap masih berjalan sampai akhir Januari 2018.
Berdasarkan
penelusuran Warta Kota, hal itu menyalahi aturan dalam Perpres Nomor 4 tahun
2015 tentang perubahan keempat atas Perpres Nomor 54 tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Tepatnya melanggar pasal 93 angka 2 poin c.
Bunyi pasal itu adalah :
"Dalam
hal pemutusan kontrak dilakukan karena kesalahan penyedia barang/jasa, penyedia
barang/jasa membayar denda keterlambatan"
Bahkan
melanggar juga ketentuan dalam Pergub DKI nomor 189 tahun 2017 tentang Pedoman
Pelaksanaan Penerimaan dan Pengeluaran Daerah, Penyelesaian Pekerjaan serta
Pekerjaan yang Tidak Terselesaikan pada Akhir Tahun Anggaran 2017 (Pergub 189/2017)
Pasal-pasal
yang dilanggar berada di Bab V Pergub 189/2017 tentang Penyelesaian Pekerjaan
yang Tidak Terselesaikan Sampai Dengan Akhir Tahun Anggaran 2017. Pasal yang
dilanggar antara lain pasal 22 ayat 1 huruf b yang saling terhubung dengan Pasal
22 ayat 2 huruf C dan D yang demikian bunyinya :
Pasal 22
ayat 1 huruf b :
Penyelesaian
sisa pekerjaan yang dapat dilanjutkan ke Tahun Anggaran 2018 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
B) penyedia
barang/jasa sanggup untuk menyelesaikan sisa pekerjaan paling lambat 50 (lima
puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan yang
dinyatakan dengan surat pernyataan kesanggupan yang ditandatangani di atas
kertas bermeterai; dan Pasal 22 ayat 2 huruf C dan D :
Surat
pernyataan kesanggupan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b paling sedikit
memuat :
C)
Pernyataan bahwa penyedia barang/jasa bersedia dikenakan denda keterlambatan
penyelesaian pekerjaan;
D) pernyataan
bahwa penyedia barang/jasa tidak menuntut denda/bunga apabila terdapat
keterlambatan pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan yang diakibatkan oleh
keterlambatan penyelesaian penganggaran APBD.
Pasal
lainnya yang dilanggar, yakni Pasal 29 ayat 1 sampai 3 yang masing-masing
ayatnya berbunyi demikian :
(1) Penyedia
barang/jasa harus menyelesaikan sisa pekerjaan di Tahun Anggaran 2018 sesuai
waktu penyelesaian pekerjaan yang tercanturn dalam surat pernyataan kesanggupan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2).
(2) Terhadap
penyelesaian sisa pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyedia
barang/jasa dikenakan denda keterlambatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa pernerintah.
(3) Dalam
hal sampai dengan berakhirnya waktu penyelesaian pekerjaan yang tercantum dalam
surat pernyataan kesanggupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2),
pekerjaan belum dapat diselesaikan, Pejabat Pembuat Komitmen melaksanakan
hal-hal sebagai berikut :
a. memutus
kontrak dan menghentikan pelaksanaan pekerjaan; dan
b.
mengenakan denda maksimum keterlambatan penyelesaian pekerjaan dan/atau sanksi
kepada penyedia barang/jasa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah.
8. Kembali
memasang pekerjaan pokok di Masa Pemeliharaan
Hal cukup
mengejutkan lainnya dalam proyek Rehab berat adalah dikerjakannya kembali
pekerjaan pokok di masa pemeliharaan. Semestinya tak ada lagi pekerjaan pokok
setelah berita acara serah teriman (BAST). Seharusnya PT MKI diblacklist dan
dikenakan denda apabila diketahui masih mengerjakan pekerjaan pokok di masa
pemeliharaan PT MKI diketahui masih mengerjakan pekerjaan pokok sampai Rabu
(30/5/2018). Atau 4 bulan usai BAST pada Januari 2018. Padahal kontrak PT MKI
sudah habis sejak 20 Desember 2017, dan uang pekerjaan telah dibayarkan Pemprov
DKI, serta BAST sudah dilakukan pada Januari 2018.
Pantauan
Warta Kota, pekerjaan pokok yang masih dikerjakan PT MKI adalah pemasangan
lisplank GRC double di SDN Pinangsia 01/02. Padahal terkait lisplank sudah
menjadi temuan tim inspektorat saat memeriksa hasil pekerjaan di SDN Pinangsia
01/02 pada 17 Mei 2018. Ketika itu tim inspektorat menemukan bahwa PT MKI hanya
memasang lisplank single sampai tanggal 17 Mei 2018. Tapi hari Rabu
(30/5/2018), PT MKI mengganti lisplank single dengan lisplank double sesuai
dengan yang tertera di dokumen kontrak.
9. Diduga
kuat terdapat kerugian Negara
Kerugian
negara dalam Rehab berat 119 sekolah bisa dihitung dari masalah volume
pekerjaan riil yang lebih kecil dari yang tertera di RAB, lalu barang yang tak
dipasang padahal dianggarkan dalam kontrak, serta pengenaan denda yang hanya
sampai 31 Desember 2017.
10. Mirip
dengan kasus korupsi Rehab berat SMPN 187 Jakarta
Ketua Komite
Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I),Tom Pasaribu, mengatakan fakta-fakta
di proyek Rehab berat sekolah 2017 itu sudah amat cukup bagi polisi yang tengah
menyelidiki kasus ini menunjuk tersangka. Sudah bisa dinaikkan status kasusnya
ke penyidikan. Bahkan tunjuk tersangka juga sudah bisa. Hal itu lantaran kasus
seperti proyek Rehab berat 119 sekolah sudah pernah terjadi sebelumnya di
Jakarta. Kondisinya amat mirip dengan kasus korupsi Rehab berat SMPN 187 Jakarta
yang menyeret Direktur PT Mitra Abadi Sukses, Rista Ester Martini, dan mantan
Kasudin Pendidikan Jakarta Barat, almarhumah Delly Indirayanti menjadi
tersangka. Kasusnya sudah divonis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan
kedua terdakwanya sudah menjalani hukuman penjara.
Dalam
putusan hakim bernomor 115/Pid.Sus/TPK/2015/PN.Jkt.Pst setebal 322 halaman,
banyak kemiripan antara Rehab berat SMPN 187 Jakarta pada tahun 2012 lalu
dengan Rehab berat 119 sekolah tahun 2017.
Kemiripannya
sama-sama ditemukan volume pekerjaan yang tak sesuai kontrak, pengenaan denda
yang tak sesuai aturan, serta penilaian bobot pekerjaan yang janggal. Lalu
dalam putusan itu juga tak kelihatan penyidik polisi menemukan bukti suap
menyuap, tapi tetap dapat menetapkan tersangka, dan divonis bersalah oleh
hakim.
Sepertinya Bidang
Pendidikan masih saja lahan empuk para koruptor.
Semoga
Pendidikan Bangsa tetap mampu mencerdaskan generasi muda.
Semoga.
No comments:
Write commentsTerim Kasih Komentarnya. Semoga menyenangkan