KOMPI+25

Komunitas Pendidikan Indonesia

Jaringan Komunikasi KOMUNITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Saturday, 9 June 2018

Lagi-lagi Anggaran Pendidikan DKI Jakarta Digarong!

Posted by   on Pinterest


Setahun ini sejumlah kasus di Dinas Pendidikan dibongkar aparat penegak hukum. Selain kasus korupsi renovasi gedung sekolah, BARESKRIM Polri membongkar praktik korupsi pengadaan uninterruptible power supply (UPS) di Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat. Bahkan berkembang lagi dengan kasus pengadaan alat kebugaran atau alat fitness pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan 2013/2014. Kemudian pengadaan Printer dan Scanner 3D, serta Digital Education Classroom.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAMPIDSUS) Arminsyah di Kejaksaan Agung, (Kamis, 22/9/2017) berupaya membongkar kasus dugaan korupsi pekerjaaan dan penyelesaian rehabilitasi total gedung sekolah di lingkungan DISDIK DKI tahun 2013-2015. Dalam kasus itu, tim penyidik telah memeriksa Sri Wahyuningsih selaku Bendahara Pengeluaran pada DISDIK DKI Jakarta, juga memeriksa saksi-saksi lain dari pihak rekanan proyek ini.

Kasus ini berawal dari adanya dugaan kolusi dalam penetapan pemenang pelaksanaan kegiatan pekerjaan ‎rehabilitasi total gedung SDN 05/06 Sungai Bambu, tahun 2015. Dalam proyek rehab itu, ditunjuk PT Cipta Eka Puri (CEP) selaku pelaksana pekerjaan. Padahal, PT CEP tidak memiliki keterangan tentang Registrasi Badan Usaha dan Konversi Asmet-KBLI. Modus yang sama dilakukan pada rehabilitasi gedung SDN 06/07/08/09/11 Penjaringan, tahun 2015. PT Padimun Golden selaku pelaksana kegiatan tidak memiliki keterangan tentang tenaga kerja, masa berlaku subkualifikasi sampai dengan 17 Juni 2014 (sudah lewat waktu) Badan Usaha Konversi Asmet-KBLI dan/atau tidak ada keterangan registrasi tahun ke-2 Badan Usaha.

Dugaan penyelewengan anggaran pendidikan di DKI Jakarta telah diendus Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) DKI Jakarta pada 2014 lalu. Saat itu Bappeda menemukan pos anggaran yang tidak perlu atau pemborosan anggaran Dinas Pendidikan di APBD 2014 sebesar Rp 2,4 triliun. Salah satunya anggaran rehab berat sekolah dan rehab total sekolah. Nama programnya sama tapi beda nama. Saat itu anggran untuk Dinas Pendidikan DKI Jakarta besarnya mencapai Rp. 13 miliar.

PROYEK Rehab berat 119 sekolah tahun 2017 akhir-akhir ini ramai dibicarakan. Bahkan Polda Metro Jaya kini tengah mengusut dugaan korupsi di proyek tersebut.
Berikut ini adalah 9 fakta di proyek Rehab berat 119 sekolah yang menjadi dugaan korupsi:

1. Barang yang dipasang tak sesuai kontrak
Dalam proyek Rehab berat 119 sekolah tahun 2017 terdapat fakta barang yang dipasang tak sesuai dengan rencana anggaran biaya (RAB) di dokumen kontrak.

2. Ada barang yang tak dipasang padahal terdapat di kontrak
Tak terpasangnya barang yang sebenarnya terdapat dalam RAB dokumen kontrak juga jadi fakta yang tak terelakkan. Berdasarkan hasil penelusuran Warta Kota, beberapa barang yang banyak ditemukan tak terpasang adalah pekerjaan di bagian atap. Antara lain pekerjaan pemasangan genteng keramik tepi, dan jurai seng.

3. Dugaan mark up di beberapa pekerjaan
Dugaan mark up paling terang benderang terdapat di pekerjaan pembuatan kantor sementara (bedeng pekerja). Pembuatan bedeng pekerja di 119 lokasi sekolah proyek Rehab berat sekolah 2017 diperkirakan pembuatan bedeng pekerja di yang direhab berat mencapai total dana Rp 2,4 milliar. Padahal bedeng yang dibuat itu hanya berupa bangunan semi permanen seluas 12 meter persegi dengan tinggi 2,5 meter. Dindingnya berbahan triplek, kayu kaso sebagai tiang dan reng (dudukan atap), seng sebagai atap, serta lantainya berupa plesteran. Sama sekali tak mewah. Berdasarkan RAB (anggaran) di dokumen kontrak untuk 3 sekolah, di masing-masing lokasi anggaran pekerjaan pembuatan kantor sementara dengan lantai plesteran (bedeng pekerja) dengan total harga Rp 21,3 juta.

4. Beberapa volume pekerjaan tak sesuai kontrak
Volume pekerjaan yang tak sesuai kontrak ini ditemukan tim inspektorat di beberapa sekolah.
Auditor yang memerika di SDN Duri Utara 05/06 dan SMPN 225 Jakarta, Tony, mengatakan dari hitungan pihaknya di beberapa pekerjaan rehab berat di SDN Duri Utara 05/06 banyak ditemukan ketidaksesuaian antara hasil dan apa yang tertulis di dokumen kontrak. Seperti pekerjaan pemasangan jalusi holo alluminium 3x3/4 untuk jendela tipe 2 daun jendela, hasil hitungan tim inspektorat pemasangan jalusi hanya sepanjang 490 meter. Padahal di RAB sesuai dokumen kontrak yang dibuat kontraktor, ditulis bahwa jalus yang dipasang adalah sepanjang 550 meter. Artinya yang terpasang 60 meter lebih sedikit ketimbang apa yang ditulis dalam anggaran di dokumen kontrak. Begitu juga di pekerjaan pemasangan jalusi holo alumunium 3x3/4 untuk tipe 3 daun jendela, hasil hitungan tim inspektorat total panjang yang dipasang hanya 55 meter. Tapi di anggaran sesuai dokumen kontrak, justru ditulis yang dipasang adalah sepanjang 64 meter. Atau terdapat selisih 9 meter lebih sedikit antara yang terpasang dengan yang tertera di dokumen kontrak. Lalu di pekerjaan pemasangan jalusi holo alumunium 3x3/4 untuk tipe 4 daun jendela, dari hasil hitungan tim inspektorat hanya terhitung 171 meter larik yang benar-benar dipasang. Padahal di dokumen kontrak ditulis yang dipasang adalah 194 meter. Atau yang terpasang 23 meter lebih pendek ketimbang yang tertulis di RAB dalam kontrak. Sedangkan di pekerjaan pemasangan rolling door alumunium, tim inspektorat di SDN Duri Utara 03/04/05/06, menemukan 3 kejanggalan sekaligus.
Pertama, pekerjaan pemasangan rolling door alumunium dihitung 45 meter persegi, tetapi hanya 43,46 meter persegi. Lalu pekerjaan plesteran di pemasangan rolling door di dokumen kontrak dihitung 49 meter larik dengan total harga Rp 4,050 juta, tapi pekerjaan plesteran hanya 9,6 meter larik. Begitu juga pekerjaan Acian yang di RAB dokumen kontrak ditulis 49,28 meter, ternyata kenyataannya hanya 9,6 meter persegi. Lalu pekerjaan pemasangan batu merah untuk rolling door yang di RAB dokumen kontrak ditulis dipasang 24,64 meter persegi, ternyata kenyataannya hanya dipasang 5,76 meter persegi.
Di SMPN 225 Jakarta, RAB dokumen kontrak tertulis volume pemasangan keramik dinding 20x25 cm adalah 248,64 meter persegi. Volume sebenarnya yang terpasang hanya 189 meter persegi.

5. Terjadi Justifikasi dan Adendum, tapi RAB tak diubah
RAB dalam dokumen kontrak proyek Rehab berat 119 sekolah menunjukkan terjadi perbedaan dengan hasil pekerjaan di lapangan. Dalam RAB disebut terdapat pekerjaan pemasangan baut gording kanal C, tetapi fakta di beberapa sekolah menunjukkan tak ada pemasangan baut. Pemasangan gording kanal C dipasang dengan metode pengelasan.
Menurut Perwakilan PT MKI, Vanda, ketika dihubungi Warta Kota, (Minggu, 20/5/2018) perubahan metode itu sudah disepakati pengawas, PT Bina Karya dan pejabat pembuat komitmen (PPK). Dalam justifikasi teknis itu disebutkan telah disepakati sambungan baja dapat menggunakan sambungan las selain menggunakan sambungan baut dengan alasan mempercepat pengerjaan. Tapi ketika ditanya mengapa ongkos jasa pemasangan baut tak dihilangkan dari RAB, Vanda menjawab, belum diganti ketikannya. Ini 119 lokasi (sekolah) dan buat dokumen termin 4x119 lokasi, adendum terkait hal itu dan akan diserahkan ke inspektorat.
"Biarkan inspektorat jalankan fungsinya.Nanti ada administrasi kroscek. Kan tugasnya inspektorat," ujar Vanda.

6. Penilaian bobot kerja sampai waktu pembayaran dipertanyakan.
PT MKI mendapat pembayaran 100 persen pada 20 Desember 2017, atau sesuai batas akhir kontrak.
PPHP Sudin Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat, Eyo, mengaku konsultan manajemen konstruksi (MK) memberi bobot pekerjaan 86 persen sampai dengan 20 Desember 2017. Artinya dapat dilakukan pencairan 100 persen. Tapi PT MKI hanya menerima pembayaran sesuai bobot dulu. Seharusnya di Sudin Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat PT MKI mendapat Rp 11,5 milliar. Tapi karena bobot pekerjaan dinilai hanya 86 persen sampai masa akhir kontrak, maka PT MKI hanya menerima Rp 9,8 milliar. Sisanya Rp 1,4 milliar dicairkan tetapi diblok oleh bank sebagai jaminan pembayaran, dan dilepas kembali ke PT MKI usai berita acara serah terima pekerjaan (BAST).
Berdasarkan fakta di lapangan, di Sudin Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat, sampai tanggal 20 Desember 2017, beberapa sekolah belum rampung. Dari 7 sekolah yang direhab berat, 3 sekolah belum rampung. SDN Pinangsia 01/02, pekerjaan atap baru rampung di akhir Januari 2018. SDN Semanan 03/02, baru rampung atap dan keramik sampai 20 Desember 2017. Sisa pekerjaan lainnya seperti pemasangan kusen alumunium, pintu, jalusi, serta pengecatan baru rampung pada pertengahan Januari 2018. SDN Bukit Duri 05/06, baru menyelesaikan pekerjaan pemasangan keramik sampai dengan 20 Desember 2018. Pekerjaan atap sampai tahun baru saja belum selesai.

7. Pengenaan denda tak sesuai Pergub
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan PT MKI (kontraktor pelaksana) mengakui denda keterlambatan hanya dikenakan sampai 31 Desember 2017. Kasudin Pendidikan wilayah I Jakarta Barat, (Kamis, 31/5/2018) mengakui denda sampai 31 Desember 2017. Kasudin Pendidikan wilayah II Jakarta Barat, juga tak menampik denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan proyek Rehab berat sekolah 2017 hanya dihitung sampai 31 Desember 2017. Direktur PT MKI, Jon Sahat Monte, (Kamis, 31/5/2018) juga mengakui denda dihitung sampai 31 Desember 2017, atau 31 Januari 2018. Bahkan Jon mengakui uang pembayaran sudah dicairkan sejak 20 Desember 2017. Padahal faktanya PT MKI masih mengerjakan bagian pekerjaan pokok proyek rehab berat sekolah sampai akhir Januari 2018, bahkan ada sekolah yang baru rampung di awal Februari 2018. Beberapa guru di sekolah, seperti SDN Pinangsia 01/02, mengaku pemasangan atap masih berjalan sampai akhir Januari 2018.
Berdasarkan penelusuran Warta Kota, hal itu menyalahi aturan dalam Perpres Nomor 4 tahun 2015 tentang perubahan keempat atas Perpres Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Tepatnya melanggar pasal 93 angka 2 poin c. Bunyi pasal itu adalah :
"Dalam hal pemutusan kontrak dilakukan karena kesalahan penyedia barang/jasa, penyedia barang/jasa membayar denda keterlambatan"
Bahkan melanggar juga ketentuan dalam Pergub DKI nomor 189 tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan dan Pengeluaran Daerah, Penyelesaian Pekerjaan serta Pekerjaan yang Tidak Terselesaikan pada Akhir Tahun Anggaran 2017 (Pergub 189/2017)
Pasal-pasal yang dilanggar berada di Bab V Pergub 189/2017 tentang Penyelesaian Pekerjaan yang Tidak Terselesaikan Sampai Dengan Akhir Tahun Anggaran 2017. Pasal yang dilanggar antara lain pasal 22 ayat 1 huruf b yang saling terhubung dengan Pasal 22 ayat 2 huruf C dan D yang demikian bunyinya :
Pasal 22 ayat 1 huruf b :
Penyelesaian sisa pekerjaan yang dapat dilanjutkan ke Tahun Anggaran 2018 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
B) penyedia barang/jasa sanggup untuk menyelesaikan sisa pekerjaan paling lambat 50 (lima puluh) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan yang dinyatakan dengan surat pernyataan kesanggupan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai; dan Pasal 22 ayat 2 huruf C dan D :
Surat pernyataan kesanggupan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b paling sedikit memuat :
C) Pernyataan bahwa penyedia barang/jasa bersedia dikenakan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan;
D) pernyataan bahwa penyedia barang/jasa tidak menuntut denda/bunga apabila terdapat keterlambatan pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan yang diakibatkan oleh keterlambatan penyelesaian penganggaran APBD.
Pasal lainnya yang dilanggar, yakni Pasal 29 ayat 1 sampai 3 yang masing-masing ayatnya berbunyi demikian :
(1) Penyedia barang/jasa harus menyelesaikan sisa pekerjaan di Tahun Anggaran 2018 sesuai waktu penyelesaian pekerjaan yang tercanturn dalam surat pernyataan kesanggupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2).
(2) Terhadap penyelesaian sisa pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyedia barang/jasa dikenakan denda keterlambatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa pernerintah.
(3) Dalam hal sampai dengan berakhirnya waktu penyelesaian pekerjaan yang tercantum dalam surat pernyataan kesanggupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2), pekerjaan belum dapat diselesaikan, Pejabat Pembuat Komitmen melaksanakan hal-hal sebagai berikut :
a. memutus kontrak dan menghentikan pelaksanaan pekerjaan; dan
b. mengenakan denda maksimum keterlambatan penyelesaian pekerjaan dan/atau sanksi kepada penyedia barang/jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah.

8. Kembali memasang pekerjaan pokok di Masa Pemeliharaan
Hal cukup mengejutkan lainnya dalam proyek Rehab berat adalah dikerjakannya kembali pekerjaan pokok di masa pemeliharaan. Semestinya tak ada lagi pekerjaan pokok setelah berita acara serah teriman (BAST). Seharusnya PT MKI diblacklist dan dikenakan denda apabila diketahui masih mengerjakan pekerjaan pokok di masa pemeliharaan PT MKI diketahui masih mengerjakan pekerjaan pokok sampai Rabu (30/5/2018). Atau 4 bulan usai BAST pada Januari 2018. Padahal kontrak PT MKI sudah habis sejak 20 Desember 2017, dan uang pekerjaan telah dibayarkan Pemprov DKI, serta BAST sudah dilakukan pada Januari 2018.
Pantauan Warta Kota, pekerjaan pokok yang masih dikerjakan PT MKI adalah pemasangan lisplank GRC double di SDN Pinangsia 01/02. Padahal terkait lisplank sudah menjadi temuan tim inspektorat saat memeriksa hasil pekerjaan di SDN Pinangsia 01/02 pada 17 Mei 2018. Ketika itu tim inspektorat menemukan bahwa PT MKI hanya memasang lisplank single sampai tanggal 17 Mei 2018. Tapi hari Rabu (30/5/2018), PT MKI mengganti lisplank single dengan lisplank double sesuai dengan yang tertera di dokumen kontrak.

9. Diduga kuat terdapat kerugian Negara
Kerugian negara dalam Rehab berat 119 sekolah bisa dihitung dari masalah volume pekerjaan riil yang lebih kecil dari yang tertera di RAB, lalu barang yang tak dipasang padahal dianggarkan dalam kontrak, serta pengenaan denda yang hanya sampai 31 Desember 2017.

10. Mirip dengan kasus korupsi Rehab berat SMPN 187 Jakarta

Ketua Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I),Tom Pasaribu, mengatakan fakta-fakta di proyek Rehab berat sekolah 2017 itu sudah amat cukup bagi polisi yang tengah menyelidiki kasus ini menunjuk tersangka. Sudah bisa dinaikkan status kasusnya ke penyidikan. Bahkan tunjuk tersangka juga sudah bisa. Hal itu lantaran kasus seperti proyek Rehab berat 119 sekolah sudah pernah terjadi sebelumnya di Jakarta. Kondisinya amat mirip dengan kasus korupsi Rehab berat SMPN 187 Jakarta yang menyeret Direktur PT Mitra Abadi Sukses, Rista Ester Martini, dan mantan Kasudin Pendidikan Jakarta Barat, almarhumah Delly Indirayanti menjadi tersangka. Kasusnya sudah divonis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan kedua terdakwanya sudah menjalani hukuman penjara.
Dalam putusan hakim bernomor 115/Pid.Sus/TPK/2015/PN.Jkt.Pst setebal 322 halaman, banyak kemiripan antara Rehab berat SMPN 187 Jakarta pada tahun 2012 lalu dengan Rehab berat 119 sekolah tahun 2017.
Kemiripannya sama-sama ditemukan volume pekerjaan yang tak sesuai kontrak, pengenaan denda yang tak sesuai aturan, serta penilaian bobot pekerjaan yang janggal. Lalu dalam putusan itu juga tak kelihatan penyidik polisi menemukan bukti suap menyuap, tapi tetap dapat menetapkan tersangka, dan divonis bersalah oleh hakim.

Sepertinya Bidang Pendidikan masih saja lahan empuk para koruptor.

Semoga Pendidikan Bangsa tetap mampu mencerdaskan generasi muda.

Semoga.



No comments:
Write comments

Terim Kasih Komentarnya. Semoga menyenangkan

KABAR TEMAN

ARSIP

*** TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG *** SEMOGA BERMANFAAT *** SILAHKAN DATANG KEMBALI ***
Komunitas Pendidikan Indonesia. Theme images by MichaelJay. Powered by Blogger.
Hai, Kami Juga Hadir di Twitter, like it - @iKOMPI25
Kirim Surat