KOMPI+25

Komunitas Pendidikan Indonesia

Jaringan Komunikasi KOMUNITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Thursday 10 May 2018

Luar Biasa! Bisa Ular Bakal Menjadi Obat Pengganti Morfin

Posted by   on Pinterest



Racun Ular Berbahaya Bakal Menjadi Obat Penghilang Rasa Sakit

Sekitar 380 spesies ular dapat dijumpai di Indonesia, 8% diantaranya adalah ular yang berbisa dan berbahaya bagi manusia. Namun, sebenarnya dibalik hal tersebut bisa ular memiliki manfaat yang tersembunyi. Snake venom atau bisa ular merupakan senyawa kimiawi yang diproduksi oleh kelenjar khusus dari sejumlah spesies ular tertentu yang digunakan untuk melumpuhkan mangsa dan mempertahankan diri. Kandungan bisa ular terdiri dari lebih 20 jenis senyawa yang berbeda, sebagian besar berupa protein.

Kebanyakan ular memiliki racun lambat bertindak yang bekerja seperti obat penenang yang kuat, mengantuk, melamban, sebelum korbannya mati. Racun ular ini, bekerja dengan cepat karena biasanya memangsa hewan yang sangat berbahaya yang perlu cepat dibunuh sebelum mereka bisa membalas. Namun, sebagai vertebrata, ular adalah evolusi lebih dekat dengan manusia dan obat yang dikembangkan dari racun berpotensi akan lebih efektif. Racun menargetkan saluran sodium, yang merupakan pusat transmisi sakit. Kita berpotensi mengubah ini menjadi sesuatu yang bisa membantu menghilangkan rasa sakit, dan yang mungkin bekerja lebih baik pada kami.

Anne Baron dari Institute of Molecular and Cellular Pharmacology di Valbonne, Prancis dalam jurnal Nature, yang diterbitkan pada Juni 2016, mengatakan ‘bisa’ mamba hitam dapat menjadi obat penghilang rasa sakit yang setara dengan morfin. Khasiat bisa mamba hitam ditemukan ketika mencari analgesik baru yaitu saat memburu ratusan senyawa yang berfungsi menghalangi saluran ion penyasar zat asam dalam jaringan saraf. Ternyata, senyawa yang cocok adalah ‘bisa’ mematikan yang ada pada Mamba Hitam. Protein dalam bisa Mamba Hitam yang berfungsi menutup saluran ion. Protein yang dinamai mambalgins itu lantas dimurnikan untuk bahan membuat obat penghilang rasa sakit. Para ilmuwan telah behasil menggunakan racun dari ular berbahaya Mamba Hitam untuk memproduksi penghilang rasa sakit tanpa efek racun kepada tikus, dan diharapkan dapat diterapkan kepada manusia. Peptida yang diambil dari racun Mamba Hitam mungkin bisa menjadi pengganti penghilang rasa sakit yang lebih aman dari pada morfin. Setidaknya dalam percobaan atas tikus, peptida memotong reseptor di otak yang ditargetkan oleh morfin dan senyawa opioid lain yang kadang menimbulkan efek samping seperti kesulitan bernapas dan mual. Peptida Mamba Hitam juga tidak memiliki risiko kecanduan atau penyalahgunaan obat-obatan. MAMBALGINS, peptida baru yang alami dari racun ular Mamba Hitam secara signifikan bisa mengurangi rasa sakit di tikus tanpa efek racun. Sangat luar biasa. Mengejutkan ternyata mambalgins, yang mewakili kurang dari 0,5 persen dari isi total protein racun, memiliki sifat analgesik (penghilang rasa sakit) tanpa efek racun kepada tikus, padahal total racun Mamba Hitam sangat mematikan dan salah satu yang paling beracun. Morfin sering dianggap sebagai obat terbaik untuk mengurangi rasa sakit dan penderitaan, tapi memiliki beberapa efek samping dan bisa menimbulkan kecanduan.

Mamba hitam (Dendroaspis polylepis) adalah jenis ular berbisa asal Afrika yang panjang tubuhnya bisa mencapai 3,2 meter. Ular ini dicirikan dengan bagian dalam mulutnya yang berwarna hitam pekat sehingga mendapat sebutan black-mouthed mamba. Warna sisiknya bervariasi, mulai hijau kekuningan sampai abu-abu metalik agak kehitaman. GIGITAN ular beracun ini kerap dikaitkan dengan kematian. Satu gigitan seekor ular Mamba Hitam mampu membunuh seseorang hanya dalam waktu setengah jam. Bisa Mamba Hitam adalah salah satu yang paling cepat bereaksi dari berbagai jenis racun ular dan gigitannya bisa berakibat fatal bila tidak diobati dengan penawar racun. Racun menyerang sistem saraf pusat dan menyebabkan kelumpuhan pernapasan. Ular berbahaya ini menggunakan zat neurotoksin untuk melumpuhkan dan membunuh hewan kecil yang jadi mangsanya, dan diklaim sebagai reptil tercepat dan terganas di Afrika.Tikus adalah salah satu buruan favorit jenis ular itu di alam liar di timur dan selatan Afrika.

Para peneliti yakin peptida akan bekerja di tubuh manusia dan kandidat pengilang rasa sakit yang sangat menarik. Ular mamba hitam yang mematikan dan banyak terdapat di benua Afrika. Mereka sebelumnya telah meneliti 50 spesies hewan melata ini sebelum akhirnya berhasil mendapat hasil tak terduga dari protein pembunuh dalam bisa ular mamba yang disebut mambalgins.

Dr Eric Lingueglia, dari Institute of Molecular and Cellular Pharmacology dekat Nice, Prancis mengatakan pada BBC bahwa saat disuntikkan pada tikus, kandungan analgesiknya seampuh morfin, tapi hampir tidak ada efek sampingnya. Morfin bekerja sebagai jalur opioid dalam otak. Zat ini bisa menghilangkan rasa sakit, namun punya dampak membikin ketagihan dan menyebabkan sakit kepala, kesulitan berpikir, muntah dan nyeri otot. Sementara mambalgins menurut ahli mengatasi nyeri dengan cara yang sangat berbeda, dan karena itu efek sampingnya juga rendah. Para ahli meyakini model rasa nyeri pada manusia dan tikus sangat mirip sehingga bisa diharapkan protein bisa ular ini dapat dikembangkan menjadi penghilang rasa nyeri yang aman dipakai oleh klinik-klinik kesehatan. Serangkaian tes terhadap sel manusia dalam laboratorium juga menunjukkan bahwa mambalgins memiliki efek kimia yang serupa pada manusia. Ini baru tahap awal memang, dan sulit memastikan apakah benar nanti bisa dikembangkan sebagai penghilang rasa nyeri pada manusia. Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengetes (kemampuan) bisa ini pada binatang.

Dr Nicholas Casewell yang merupakan seorang pakar bisa ular di Liverpool School of Tropical Medicine, Inggris, baru-baru ini menyoroti potensi mengolah racun ular sebagai sumber obat. Riset tentang ular mamba hitam itu sangat menggembirakan. Ini contoh bagus bagaimana bisa ular bisa dijadikan obat, jenis obat analgesik yang benar-benar baru. Temuan ini "sangat amat aneh".  Efek analgesik dari bisa tersebut mungkin bekerja dengan kombinasi "dengan zat racun lain yang berfungsi mencegah mangsa kabur" atau perpaduan dengan efek yang timbul dari hewan lain, seperti unggas, yang berbeda dengan tikus.

Potensi Produksi Obat Di Indonesia

Dr Bryan Fry dari University of Queensland, dalam penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Toksin menyebutkan bahwa ular karang biru asal Asia Tenggara yang dijuluki juga sebagai 'pembunuhnya pembunuh' itu memiliki bisa yang sangat beracun. Namun demikian dalam penelitian terbaru ditemukan bahwa ada reseptor penting dari bisa ular tersebut yang bisa menjadi reseptor penting untuk mengurangi nyeri pada manusia. Hal itu tentu dapat digunakan sebagai metode pengobatan baru.

Menurut Associate Profesor Bryan Fry dari Universitas Queensland Sekolah fakultas Ilmu Biologi, seperti dikutip dari laman Zeenews, (Rabu, 2/11/2016) mengungkapkan, racun dari ular karang biru (blue coral snake) bisa menjadi salah satu jenis pengobatan untuk mengatasi nyeri pada pasien kanker, robek otot, dan migrain. Sebuah penelitian mengungkapkan, salah satu jenis bisa ular langka di Asia bermanfaat sebagai obat penghilang rasa sakit. Penelitian tersebut menyebutkan, ular langka ini berasal dari Asia Tenggara. Bahkan, bisa ular itu bekerja lebih baik dibandingkan opium. Penelitian yang memakan waktu 15 tahun dan akhirnya terbukti setelah mempelajari jenis ular, salah satunya di dataran tinggi Cameron, Malaysia. Spesies ular karang biru dengan warna biru strip, serta corak warna merah nyala pada bagian kepala dan ekor itu paling mencolok dibandingkan ular lain. Diketahui, spesies ular karang biru ini dapat ditemukan di Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Penelitian ini dilakukan selama 20 tahun terakhir. Rencananya ia bersama timnya akan membuat toksin buatan, sebelum mengubahnya menjadi obat yang dikomersialkan.

Hasil riset terkini menyebutkan bahwa bisa ular dapat digunakan untuk mengatasi organisme-organisme yang menimbulkan masalah khususnya penyakit tropis. Biological components pada bisa ular memiliki sifat terapeutik yang signifikan. Hal inilah yang kemudian membuat bisa ular memiliki potensi yang bagus untuk mengeliminasi organisme-organisme yang menimbulkan masalah penyakit. Penelitian secara in vitro menyebutkan peptida-peptida dari bisa ular Naja atra memiliki aktivitas untuk melawan multidrug-resistant tuberculosis atau MDR-TB. Selain itu, bisa ular dari Naja naja, Daboia russelli, Bungarus fasciatus, dan Naja kaouthia memiliki aktivitas anti MDR-TB.

Bungarus fasciatus adalah spesies ular berbisa dari famili Elapidae yang merupakan salah satu ular paling berbahaya dan mematikan di Indonesia. Pada dunia virologi atau cabang ilmu yang mempelajari tentang virus, LAAO (L-Amino acid oxsidase) yang diisolasi dari bisa ular Bothrops jararaca, menunjukkan aktivitas sebagai antivirus melawan virus dengue serotipe 3. Sedangkan bisa ular dari Crotalus durissus terrificus, dapat menghambat replikasi virus Measles dan bisa ularnya tidak memiliki sifat sitotoksisitas berdasarkan penelitian berbasis laboratorium. Selain itu, senyawa immunokine, salah satu derivat dari α-toxin yang diisolasi dari bisa ular Naja siamensis, menunjukkan daya hambat infeksi limfosit oleh virus HIV dan FIV. Disisi yang lain, phospholipase A2 atau PLA2 dan 12 peptida turunan dari PLA2 yang diisolasi dari bisa ular, memiliki aktivitas anti-HIV. Bisa ular dari Naja sumatrana, Bungarus candidus, Hydrophis cyanocinctus, dan Oxyuranus candidus memiliki sifat anti-HIV berdasarkan penelitian berbasis laboratorium. Naja sumatrana adalah salah satu jenis golongan kobra yang paling mematikan di dunia yang berada di Pulau Sumatera, Indonesia.

Crotoxin B yang diisolasi dari Crotalus durissus cumanensis, memiliki aktivitas untuk melawan Plasmodium falciparum penyebab penyakit malaria. Sedangkan whole venom dari Naja haje, Cerastes cerastes, Crotalus viridis, Philodryas baroni, dan Hypisglena torquata memiliki aktivitas untuk melawan Trypanosoma cruzi (penyebab penyakit Chagas) dan Leishmania spp. (penyebab penyakit Leishmaniasis). Selain itu, LAAO yang diisolasi dari bisa ular Lachesis muta, Bothrops atrox, dan Bothrops moojeni juga dapat melawan Leishmania spp. dan Trypanosoma cruzi.

Pada penelitian berbasis laboratorium, bisa ular atau snake venom memiliki potensi sebagai kandidat obat untuk melawan agen-agen penyakit tropis seperti bakteri, parasit, dan virus. Hal ini seharusnya sudah menjadi salah satu keunggulan riset bidang life sciences di Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara lain karena Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, terutama pada golongan herpetofauna yang termasuk ular berbisa didalamnya.  


SUMBER :


No comments:
Write comments

Terim Kasih Komentarnya. Semoga menyenangkan

KABAR TEMAN

ARSIP

*** TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG *** SEMOGA BERMANFAAT *** SILAHKAN DATANG KEMBALI ***
Komunitas Pendidikan Indonesia. Theme images by MichaelJay. Powered by Blogger.
Hai, Kami Juga Hadir di Twitter, like it - @iKOMPI25
Kirim Surat