Pendidikan
biasanya berawal pada saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur
hidup. Bagi sebagian orang, pengalaman kehidupan sehari-hari lebih berarti
daripada pendidikan formal. Banyak orang sengaja memainkan musik dan membaca
kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia akan bisa (mengajar) bayi mereka
sebelum dilahirkan. Walaupun pengajaran anggota keluarga berjalan secara tidak
resmi, anggota keluarga mempunyai peran pengajaran yang amat mendalam. Bahkan sering
lebih mendalam dari yang disadari mereka
"Saya
tidak pernah membiarkan sekolah mengganggu pendidikan saya." [Mark Twain]
Secara
sederhana Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Peranan per-Televisi
Indonesia melakukan Pendidikan Masyarakat.
Hiburan
dimaksudkan sebagai segala sesuatu–baik yang berbentuk kata-kata, tempat,
benda, perilaku–yang dapat menjadi penghibur atau pelipur hati yang susah atau
sedih. Pada umumnya hiburan dapat berupa musik, film, opera, drama, ataupun
berupa permainan bahkan olahraga, berwisata menjelajahi alam ataupun
mempelajari budaya. Mengisi kegiatan di waktu senggang seperti membuat
kerajinan, keterampilan, membaca juga dapat dikatagorikan sebagai hiburan. Bagi
orang tertentu yang memiliki sifat workaholic, bekerja adalah hiburan
dibandingkan dengan berdiam diri.
Industri
hiburan (secara informal disebut show buisness atau show biz) terdiri dari
sejumlah besar sub-industri yang ditujukan khusus pada hiburan. Tetapi, sebutan
ini sering digunakan di media massa untuk menjelaskan perusahaan media massa
yang mengontrol distribusi dan pembuatan hiburan media massa. Dalam pengetahuan
awam, sebutan show biz memiliki konotasi terhadap pentas seni populer,
khususnya teater musikal, vaudeville, komedi, film, dan musik.
Data KPI
menyebutkan telah terjadi peningkatan akses yang luar biasa terhadap televisi.
Sepertinya Televisi menjadi satu komponen hidup bagi sebagian masyarakat
Indonesia. Maka tidak heran stasiun Televisi tumbuh dengan kreativitas yang
dahsyat. Bahkan Televisi Indonesia sudah menciptakan banyak orang yang ‘tadinya
bukan siapa-siapa’ menjadi seseorang yang ‘melebihi siapa saja’. Salah satu
pasal dalam UU Penyiaran menyebutkan bahwa siaran wajib mengandung informasi,
pendidikan, hiburan dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas. Namun,
siaran televisi saat ini justru makin sering menyebutkan kata-kata kasar.
Seperti : sableng, gila dan kurang waras. Bahkan demi kejar iklan dan pamor,
fungsi pendidikan di tayangan televisi pun dikesampingkan.
Pelanggaran
Kode Etik Jurnalistik Di Televisi Indonesia
Jika
diamati, acara inti dari sebuah stasiun televisi hanya ada 3 yaitu Berita, Infotainment
& Sinetron. Acara-acara lain sering hanya sebagai pelengkap. Banyak terjadi
pelanggaran kode etik jurnalistik yang dilakukan oleh beberapa acara di stasiun
tv nasional Indonesia. Para pemilik stasiun TV, sudah tidak lagi mengedepankan
aspek pendidikan di dalam kualitas acara mereka tetapi hanya mementingkan efek
kepentingan rating semata.
Tayangan
DAHSYAT di RCTI pernah diberhentikan sementara. Pasalnya, Dahsyat yang
seharusnya berisi hiburan yang berkaitan dengan perkembangan musik di tanah
air, bergeser kepada tayangan humor. Humor yang ditawarkan pun menyangkut sara.
Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas penghormatan
terhadap nilai-nilai agama dan perlindungan anak dan remaja.
“Opera Van
Java” di Trans 7 diputuskan mendapatkan sanksi teguran kedua dari Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat setelah ditemukannya pelanggaran terhadap P3
dan SPS KPI tahun 2012 pada tayangan “OVJ” tanggal 7 Mei 2013 pukul 22.09 WIB. Pelanggaran
yang dilakukan program adalah menampilkan secara langsung (live) dua anak-anak di
atas pukul 21.30 waktu setempat. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai
pelanggaran atas perlindungan anak.
Program
acara “Inbox” SCTV diberhentikan sementara selama 1 (satu) hari penayangan
terkait pelanggaran pada tayangan 7 Januari 2013 pukul 07.07 WIB yakni ditampilkannya
adegan dari para host yang melecehkan seorang perempuan lanjut usia sehingga
ibu tersebut menjadi bahan olok-olok. Jenis pelanggaran ini dikategorikan
sebagai pelanggaran atas perlindungan kepada orang dan masyarakat tertentu,
perlindungan anak dan remaja, serta norma kesopanan.
“Pembodohan Akut
Yang Masiv!”
Atie
Rachmiatie, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Bandung, dalam 'Pertemuan
Peningkatan Peran Media Massa tentang Kesehatan Jiwa' di Bandung mengatakan
bahwa Televisi menjadi primadona sampai ke kampung-kampung. Jika diisi hal-hal
yang tidak baik, tayangan televisi yang berulang terus itu akan mempengaruhi
kejiwaan seseorang. Sayangnya lebih banyak stasiun televisi yang mengutamakan
sensasional. Sebutan ‘kasar’ menjadi hal yang dianggap lazim. Pembawa acara
atau host di beberapa tayangan musik dan juga drama realitas di beberapa
televisi menyebutkan kata-kata 'orang gila' untuk sebutan di dalamsebuah peran.
Sudah seharusnya tayangan televisi mampu menjadi guru bukan malah membuat
bodoh. Bangsa ini diajarkan untuk selalu mau tahu urusan orang lain lewat
Infotainment (Gosip Artis). Banyak film mengajarkan anak-anaknya ke sekolah
pakai mobil, punya hape canggih, gaul, belum dewasa sudah pacaran, patah hati
& lain sebagainya.
Televisi
sebagai media yang banyak diakses menjadi penyebarkan kebodohan. Beberapa film
dan acara TV terburuk & tidak mendidik, sangat banyak ditayangkan di layar
kaca. Misalnya Sinetron yang mengangkat unsur indonesia tempo dulu, selalu
Masuk Di Top 10 Rating Televisi Indonesia. Padahal waktu & panjangnya alur
cerita sinetron itu malah melenceng dari versi terdahulu. Seperti penambahan
tokoh-tokoh dan penambahan karakter yang sebelumnya tidak ada dan menyimpang
dari cerita aslinya.
Ada juga
film animasi asing yang menurut penciptanya memang tidak ditujukan untuk anak usia
prasekolah, namun disajikan buat anak-anak Indonesia. Walau dikisahkan secara
jenaka banyak film anak-anak membawa dampak negatif karena mempertontonkan
ketidak-senonohan, sikap terlalu pelit & mata duitan, deskripsi orang
sebagai makhluk anti-sosial dan membenci. Ada yang menceritakan tentang
kehidupan sebuah keluarga yang luar biasa kikir, pemborosan, dialognya antara anak-orang tua yang menginspirasi tutur
kata anak-anak untuk "melawan" orang tua, tidak sesuai adat budaya
tradisi sopan santun anak-anak Indonesia, memanjakan anak dan sebagainya.
Masyarakat
Indonesia tidak sadar kalau selama ini media TV merasuki pemirsa dengan ‘adu
domba doktrin’ kepentingan politik yang ingin berkuasa. Alur pembicaraan yang
sarat akan emosi, talk show yang membuka aib kebobrokan orang lain, ricuh, diskusi
tanpa sopan santun.
Acara
Infotainment yang ditampilkan langsung banyak membahas tentang gosip artis, pacaran,
seks bebas, perceraian, perselingkuhan & acara hura-hura artis, tidak ada
moral & sopan santun, main nyelonong aja asal ngomong nggak ada aturan,
ngoceh-ngoceh sambil ngerecokin orang-orang, koar-koar yang nggak penting dan joged-joged
nggak jelas pakek kostum yang tidak karuan. Termasuk candaan berbau pornografi,
melecehkan kondisi fisik orang, melanggar perlindungan anak, serta pelanggaran
terhadap norma kesopanan & kesusilaan.
Tontonan debat
orang-orang yang mencari-cari kesalahan pihak tertentu, provokatif dan
memfitnah seyogianya melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program
Siaran (P3SPS) 2012 pasal 40 tentang Prinsip-Prinsip Jurnalistik. Fitnah/ Isu/ Kabar
Burung menyebar liar. Pemirsa hanya menduga-duga suatu permasalahan yang belum
jelas faktanya, banyak orang tidak nyaman karena diperbincangkan, diomongin
& diungkit-ungkit orang lain. Masyarakat terjerumus pada Gaya/ Pola Hidup mewah,
pergaulan bebas, nikah siri & sebagainya.
Masyarakat
terpaku menghabiskan Waktu membahas kasus yang sama secara bertele-tele &
dilama-lamakan. Bahkan, sepanjang acara berlangsung, Anak-anak menikmati contoh
buruk, diajarkan gosip, fitnah, gibah, dan lain-lain.
Memang tidak
semua sinetron berkualitas buruk. Kualitas sinetron/FTV buruk, mana kala ada ketidaksopanan
dalam akting baik secara verbal maupun secara fisik. Jika Televisi masih aktif
menayangkan kata-kata kasar, maka akan semakin kuatlah ‘kekentalan primitive’
di masyarakat. Pemirsa akan tetinggal sebagai masyarakat primitive yang jauh
dari peradaban, tidak mengenal kesopanan atau tatakrama. Masyarakat akan tertinggal
jauh dari modernisasi, kuno/ ketinggalan. Kini, para remaja putri menjadi
melow, galau dan sulit mengikuti nasihat orang tua.
No comments:
Write commentsTerim Kasih Komentarnya. Semoga menyenangkan