KOMPI+25

Komunitas Pendidikan Indonesia

Jaringan Komunikasi KOMUNITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Sunday, 15 April 2018

Wahai Pemirsa! Jangan Tonton Tayangan PEMBODOHAN

Posted by   on Pinterest

Pendidikan biasanya berawal pada saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Bagi sebagian orang, pengalaman kehidupan sehari-hari lebih berarti daripada pendidikan formal. Banyak orang sengaja memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia akan bisa (mengajar) bayi mereka sebelum dilahirkan. Walaupun pengajaran anggota keluarga berjalan secara tidak resmi, anggota keluarga mempunyai peran pengajaran yang amat mendalam. Bahkan sering lebih mendalam dari yang disadari mereka

"Saya tidak pernah membiarkan sekolah mengganggu pendidikan saya." [Mark Twain]

Secara sederhana Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Peranan per-Televisi Indonesia melakukan Pendidikan Masyarakat.

Hiburan dimaksudkan sebagai segala sesuatu–baik yang berbentuk kata-kata, tempat, benda, perilaku–yang dapat menjadi penghibur atau pelipur hati yang susah atau sedih. Pada umumnya hiburan dapat berupa musik, film, opera, drama, ataupun berupa permainan bahkan olahraga, berwisata menjelajahi alam ataupun mempelajari budaya. Mengisi kegiatan di waktu senggang seperti membuat kerajinan, keterampilan, membaca juga dapat dikatagorikan sebagai hiburan. Bagi orang tertentu yang memiliki sifat workaholic, bekerja adalah hiburan dibandingkan dengan berdiam diri.

Industri hiburan (secara informal disebut show buisness atau show biz) terdiri dari sejumlah besar sub-industri yang ditujukan khusus pada hiburan. Tetapi, sebutan ini sering digunakan di media massa untuk menjelaskan perusahaan media massa yang mengontrol distribusi dan pembuatan hiburan media massa. Dalam pengetahuan awam, sebutan show biz memiliki konotasi terhadap pentas seni populer, khususnya teater musikal, vaudeville, komedi, film, dan musik.

Data KPI menyebutkan telah terjadi peningkatan akses yang luar biasa terhadap televisi. Sepertinya Televisi menjadi satu komponen hidup bagi sebagian masyarakat Indonesia. Maka tidak heran stasiun Televisi tumbuh dengan kreativitas yang dahsyat. Bahkan Televisi Indonesia sudah menciptakan banyak orang yang ‘tadinya bukan siapa-siapa’ menjadi seseorang yang ‘melebihi siapa saja’. Salah satu pasal dalam UU Penyiaran menyebutkan bahwa siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas. Namun, siaran televisi saat ini justru makin sering menyebutkan kata-kata kasar. Seperti : sableng, gila dan kurang waras. Bahkan demi kejar iklan dan pamor, fungsi pendidikan di tayangan televisi pun dikesampingkan.

Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Di Televisi Indonesia

Jika diamati, acara inti dari sebuah stasiun televisi hanya ada 3 yaitu Berita, Infotainment & Sinetron. Acara-acara lain sering hanya sebagai pelengkap. Banyak terjadi pelanggaran kode etik jurnalistik yang dilakukan oleh beberapa acara di stasiun tv nasional Indonesia. Para pemilik stasiun TV, sudah tidak lagi mengedepankan aspek pendidikan di dalam kualitas acara mereka tetapi hanya mementingkan efek kepentingan rating semata.

Tayangan DAHSYAT di RCTI pernah diberhentikan sementara. Pasalnya, Dahsyat yang seharusnya berisi hiburan yang berkaitan dengan perkembangan musik di tanah air, bergeser kepada tayangan humor. Humor yang ditawarkan pun menyangkut sara. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas penghormatan terhadap nilai-nilai agama dan perlindungan anak dan remaja.

“Opera Van Java” di Trans 7 diputuskan mendapatkan sanksi teguran kedua dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat setelah ditemukannya pelanggaran terhadap P3 dan SPS KPI tahun 2012 pada tayangan “OVJ” tanggal 7 Mei 2013 pukul 22.09 WIB. Pelanggaran yang dilakukan program adalah menampilkan secara langsung (live) dua anak-anak di atas pukul 21.30 waktu setempat. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas perlindungan anak.

Program acara “Inbox” SCTV diberhentikan sementara selama 1 (satu) hari penayangan terkait pelanggaran pada tayangan 7 Januari 2013 pukul 07.07 WIB yakni ditampilkannya adegan dari para host yang melecehkan seorang perempuan lanjut usia sehingga ibu tersebut menjadi bahan olok-olok. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas perlindungan kepada orang dan masyarakat tertentu, perlindungan anak dan remaja, serta norma kesopanan.

“Pembodohan Akut Yang Masiv!”

Atie Rachmiatie, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Bandung, dalam 'Pertemuan Peningkatan Peran Media Massa tentang Kesehatan Jiwa' di Bandung mengatakan bahwa Televisi menjadi primadona sampai ke kampung-kampung. Jika diisi hal-hal yang tidak baik, tayangan televisi yang berulang terus itu akan mempengaruhi kejiwaan seseorang. Sayangnya lebih banyak stasiun televisi yang mengutamakan sensasional. Sebutan ‘kasar’ menjadi hal yang dianggap lazim. Pembawa acara atau host di beberapa tayangan musik dan juga drama realitas di beberapa televisi menyebutkan kata-kata 'orang gila' untuk sebutan di dalamsebuah peran. Sudah seharusnya tayangan televisi mampu menjadi guru bukan malah membuat bodoh. Bangsa ini diajarkan untuk selalu mau tahu urusan orang lain lewat Infotainment (Gosip Artis). Banyak film mengajarkan anak-anaknya ke sekolah pakai mobil, punya hape canggih, gaul, belum dewasa sudah pacaran, patah hati & lain sebagainya.

Televisi sebagai media yang banyak diakses menjadi penyebarkan kebodohan. Beberapa film dan acara TV terburuk & tidak mendidik, sangat banyak ditayangkan di layar kaca. Misalnya Sinetron yang mengangkat unsur indonesia tempo dulu, selalu Masuk Di Top 10 Rating Televisi Indonesia. Padahal waktu & panjangnya alur cerita sinetron itu malah melenceng dari versi terdahulu. Seperti penambahan tokoh-tokoh dan penambahan karakter yang sebelumnya tidak ada dan menyimpang dari cerita aslinya.

Ada juga film animasi asing yang menurut penciptanya memang tidak ditujukan untuk anak usia prasekolah, namun disajikan buat anak-anak Indonesia. Walau dikisahkan secara jenaka banyak film anak-anak membawa dampak negatif karena mempertontonkan ketidak-senonohan, sikap terlalu pelit & mata duitan, deskripsi orang sebagai makhluk anti-sosial dan membenci. Ada yang menceritakan tentang kehidupan sebuah keluarga yang luar biasa kikir, pemborosan, dialognya  antara anak-orang tua yang menginspirasi tutur kata anak-anak untuk "melawan" orang tua, tidak sesuai adat budaya tradisi sopan santun anak-anak Indonesia, memanjakan anak dan sebagainya.

Masyarakat Indonesia tidak sadar kalau selama ini media TV merasuki pemirsa dengan ‘adu domba doktrin’ kepentingan politik yang ingin berkuasa. Alur pembicaraan yang sarat akan emosi, talk show yang membuka aib kebobrokan orang lain, ricuh, diskusi tanpa sopan santun.

Acara Infotainment yang ditampilkan langsung banyak membahas tentang gosip artis, pacaran, seks bebas, perceraian, perselingkuhan & acara hura-hura artis, tidak ada moral & sopan santun, main nyelonong aja asal ngomong nggak ada aturan, ngoceh-ngoceh sambil ngerecokin orang-orang, koar-koar yang nggak penting dan joged-joged nggak jelas pakek kostum yang tidak karuan. Termasuk candaan berbau pornografi, melecehkan kondisi fisik orang, melanggar perlindungan anak, serta pelanggaran terhadap norma kesopanan & kesusilaan.

Tontonan debat orang-orang yang mencari-cari kesalahan pihak tertentu, provokatif dan memfitnah seyogianya melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) 2012 pasal 40 tentang Prinsip-Prinsip Jurnalistik. Fitnah/ Isu/ Kabar Burung menyebar liar. Pemirsa hanya menduga-duga suatu permasalahan yang belum jelas faktanya, banyak orang tidak nyaman karena diperbincangkan, diomongin & diungkit-ungkit orang lain. Masyarakat terjerumus pada Gaya/ Pola Hidup mewah, pergaulan bebas, nikah siri & sebagainya.
Masyarakat terpaku menghabiskan Waktu membahas kasus yang sama secara bertele-tele & dilama-lamakan. Bahkan, sepanjang acara berlangsung, Anak-anak menikmati contoh buruk, diajarkan gosip, fitnah, gibah, dan lain-lain.

Memang tidak semua sinetron berkualitas buruk. Kualitas sinetron/FTV buruk, mana kala ada ketidaksopanan dalam akting baik secara verbal maupun secara fisik. Jika Televisi masih aktif menayangkan kata-kata kasar, maka akan semakin kuatlah ‘kekentalan primitive’ di masyarakat. Pemirsa akan tetinggal sebagai masyarakat primitive yang jauh dari peradaban, tidak mengenal kesopanan atau tatakrama. Masyarakat akan tertinggal jauh dari modernisasi, kuno/ ketinggalan. Kini, para remaja putri menjadi melow, galau dan sulit mengikuti nasihat orang tua.

Buruknya kualitas sinetron ini bisa diukur dari kurangnya nilai-nilai kesopanan serta tingginya nilai-nilai hedonisme. Ukuran lain juga bisa dilihat langsung dari sangat rendahnya penyajian sinema seperti peran, adegan & dialog tidak masuk akal yang sering kali ditampilkan. Acap kali adegan Kebodohan muncul dan berulang-ulang ditayangkan. 


No comments:
Write comments

Terim Kasih Komentarnya. Semoga menyenangkan

KABAR TEMAN

ARSIP

*** TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG *** SEMOGA BERMANFAAT *** SILAHKAN DATANG KEMBALI ***
Komunitas Pendidikan Indonesia. Theme images by MichaelJay. Powered by Blogger.
Hai, Kami Juga Hadir di Twitter, like it - @iKOMPI25
Kirim Surat