Atas
berbagai tayangan tidak layak dari para pemburu rating Acara buruk itu, KPI pun
sudah sering mengeluarkan peringatan dan sangsi.
Sayangnya, pembodohan dan
penghancuran pendidikan moral dan kenyamanan hidup tampaknya belum berakhir.
Komisioner
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Agatha Lily menegaskan bahwa KPI telah menjatuhkan
sanksi teguran tertulis kepada tvOne, Indosiar dan iNews, dan kantor berita
radio Elshinta karena didapati pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran
dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) KPI 2012 dalam peliputan ledakan yang
terjadi di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat (14/1/12). TvOne menyiarkan breaking
news yang menampilkan visualisasi mayat korban maupun terduga pelaku tergeletak
di dekat Pos Polisi Sarinah. Gambar ditayangkan tanpa adanya penyamaran (blur),
dan informasi yang tidak akurat tentang 'Ledakan Terjadi di Slipi, Kuningan,
dan Cikini'. Program jurnalistik 'Patroli' yang disiarkan Indosiar pada pukul
11.05 WIB menampilkan potongan gambar yang memperlihatkan visualisasi mayat
yang tergeletak di dekat Pos Polisi Sarinah tanpa disamarkan (blur). Program
breaking news di iNews TV menampilkan informasi 'Ledakan Juga Terjadi di
Palmerah' yang tidak akurat. Radio Elshinta, didapati beberapa kali
menyampaikan berita bahwa terjadi ledakan di beberapa lokasi selain yang
terjadi di kawasan Sarinah, Thamrin.
KPI: 10
SINETRON & FTV BERMASALAH DAN TIDAK LAYAK DITONTON
SIARAN
PERS
No.
1051/K/KPI/05/14
KPI: 10
SINETRON & FTV BERMASALAH DAN TIDAK LAYAK DITONTON
Beberapa
bulan terakhir, kekerasan yang menimpa anak-anak dan remaja semakin banyak
jumlahnya dan semakin memprihatinkan bahkan kekerasan tersebut terjadi di
sekolah dan lingkungan tempat tinggal yang seharusnya aman bagi anak-anak dan
remaja. Sejumlah pihak menduga media khususnya televisi sebagai salah satu
pemicu munculnya tindak kekerasan tersebut. Sepanjang tahun 2013 sampai
dengan April 2014, KPI menerima sebanyak 1600-an pengaduan masyarakat
terhadap program sinetron dan FTV yang dianggap meresahkan dan membahayakan
pertumbuhan fisik dan mental anak serta mempengaruhi perilaku kekerasan
terhadap anak.
Sejak 1
bulan lalu tepatnya tanggal 11 April 2014, KPI telah melakukan evaluasi
program sinetron dan FTV yang disiarkan 12 stasiun televisi dalam rangka
melakukan pembinaan. Dalam forum evaluasi tersebut hadir juga beberapa
production house (PH) yang memproduksi program-program tersebut. Namun
demikian, sampai dengan hari ini KPI masih menemukan sejumlah pelanggaran
terhadap UU Penyiaran serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program
Siaran (P3SPS).
Pelanggaran
tersebut meliputi:
1. Tindakan bullying (intimidasi) yang
dilakukan anak sekolah.
2. Kekerasan fisik seperti memukul jari
dengan kampak, memukul kepala dengan balok kayu, memukul dengan botol beling,
menusuk dengan pisau, membanting, mencekik, menyemprot wajah dengan obat
serangga, menendang, menampar dan menonjok.
3. Kekerasan verbal seperti melecehkan kaum
miskin, menghina anak yang memiliki kebutuhan khusus (cacat fisik), menghina
orang tua dan Guru, penggunaan kata-kata yang tidak pantas “anak pembawa
celaka, muka tembok, rambut besi, badan batako”.
4. Menampilkan percobaan pembunuhan.
5. Adegan percobaan bunuh diri.
6. Menampilkan remaja yang menggunakan
testpack karena hamil di luar nikah.
7. Adanya dialog yang menganjurkan untuk
menggugurkan kandungan.
8. Adegan seolah memakan kelinci hidup.
9.
Menampilkan seragam sekolah yang tidak sesuai dengan etika pendidikan.
10. Adegan
menampilkan kehidupan bebas yang dilakukan anak remaja, seperti merokok,
minum-minuman keras dan kehidupan dunia malam.
11. Adegan
percobaan pemerkosaan.
12.
Konflik rumah tangga dan perselingkuhan.
Bahkan
program sinetron dan FTV kerap menggunakan judul-judul yang sangat provokatif
dan tidak pantas, seperti: Sumpah Pocong Di Sekolah, Aku Dibuang Suamiku
Seperti Tisu Bekas, Mahluk Ngesot, Merebut Suami Dari Simpanan, 3x Ditalak
Suami Dalam Semalam, Aku Hamil Suamiku Selingkuh, Pacar Lebih Penting Dari
Istri, Ibu Jangan Rebut Suamiku, Istri Dari Neraka aka Aku Benci Istriku.
Atas
pelanggaran tersebut KPI menyatakan 10 sinetron dan FTV BERMASALAH dan TIDAK
LAYAK DITONTON:
1. Sinetron Ayah Mengapa Aku Berbeda – RCTI
2. Sinetron Pashmina Aisha – RCTI
3. Sinetron ABG Jadi Manten – SCTV
4. Sinetron Ganteng-Ganteng Serigala – SCTV
5. Sinetron Diam-Diam Suka – SCTV
6. Sinema Indonesia – ANTV
7. Sinema Akhir Pekan – ANTV
8. Sinema Pagi – Indosiar
9. Sinema Utama Keluarga – MNC TV
10. Bioskop Indonesia Premier– Trans TV
Atas dasar
itu, KPI dengan tegas menyatakan:
1. Stasiun
televisi segera memperbaiki sinetron dan FTV tersebut.
2.
Production House (PH) agar tidak memproduksi program sinetron dan FTV yang
tidak mendidik.
3. Kepada
orang tua tidak membiarkan anak menonton program-program tersebut.
4.
Anak-anak dan remaja agar selektif dalam memilih tayangan TV dan tidak
menonton sinetron dan FTV yang bermasalah.
5. Lembaga
pemeringkat Nielsen agar tidak mengukur program siaran hanya berdasarkan pada
penilaian kuantitatif semata.
6.
Perusahaan pemasang iklan agar tidak memasang iklan pada program-program
bermasalah tersebut.
KPI akan
memberikan sanksi kepada lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran dalam
program-program tersebut. Terhitung sejak release ini dikeluarkan, KPI Pusat
akan menindak tegas stasiun televisi yang tidak melakukan perbaikan. Kami
meminta pertanggungjawaban pengelola televisi yang meminjam frekuensi milik
publik agar tidak menyajikan program-program yang merusak moral anak bangsa.
Jakarta,
14 Mei 2014
Komisi
Penyiaran Indonesia
Contact
Person: Agatha Lily – Komisioner Bidang Isi Siaran - 08158329573
|
KPU,
Bawaslu, KPI, dan Dewan Pers melarang penayangan sinetron yang dibintangi
kandidat peserta Pilkada serentak 2018. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mencatat
per 22 Februari 2017 ada 12 stasiun televisi yang menayangkan iklan parpol
jumlah total 105 spot iklan dengan durasi 15 detik. Saat Sosialisasi Pengaturan
Kampanye Pemilu 2019 Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Hotel
Sari Pan Pacific, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, (Senin, 26/2) KPU menyebutkan
setelah diberikan teguran ada delapan stasiun televisi menghentikan tayangan
iklan parpol dan empat lainnya masih membandel. KPI juga meminta penyelenggara
Pemilu baik KPU dan Bawaslu mengeluarkan langkah tegas kepada parpol yang masih
membandel menayangkan iklannya di televisi. Penayangan iklan parpol di televisi
harus diatur karena tak semua parpol memiliki akses sama terhadap penggunaan
frekuensi publik di lembaga penyiaran.
Komisioner
KPU RI, Wahyu Setiawan saat Sosialisasi Pengaturan Kampanye Pemilu 2019
Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Hotel Sari Pan Pacific,
Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, (Merdeka.com, Senin, 26/2) menyampaikan ada
salah seorang kandidat calon dalam Pilkada bermain dalam sinetron religi. Sedangkan
munculnya salah satu adegan kandidat Cagub Jawa Barat dalam film Dilan, dianggap
tidak menjadi soal karena Dilan ditayangkan di bioskop, karena bioskop bukan
lembaga penyiaran. Masalah jika Dilan ditayangkan di TV, karena TV merupakan
lembaga penyiaran.
Dewan Pers
memutuskan, stasiun televisi RCTI melanggar Pasal 1 dan Pasal 3 Kode Etik
Jurnalistik soal kejelasan sumber informasi terkait pemberitaan "Dugaan
Pembocoran Materi Debat Capres" yang ditayangkan dalam program Seputar
Indonesia Sore pada 11 Juni 2014, Seputar Indonesia Malam pada 11 Juni 2014,
dan Seputar Indonesia Pagi pada 12 Juni 2014. Pada berita tersebut, RCTI
mengatakan adanya pembocoran materi debat calon presiden yang menguntungkan
pasangan capres-cawapres Joko "Jokowi" Widodo dan Jusuf Kalla. Namun konfirmasi
yang dilakukan oleh teradu (RCTI) kepada Komisioner KPU dan tim sukses
Jokowi-JK tidak dapat menutupi lemahnya sumber informasi atau data yang dapat
menjadi landasan teradu dalam memberitakan itu. RCTI dituntut meminta maaf
kepada publik dan menyiarkan pernyataan penilaian dan rekomendasi Dewan Pers.
Koalisi
Independen untuk Demokratisasi Penyiaran (KIDP) meminta Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) pernah merekomendasikan pencabutan izin penyelenggaraan
penyiaran RCTI dan Global TV karena dinilai kerap melakukan pelanggaran selama
masa kampanye pemilu. Sebelumnya, KPI merekomendasikan kepada Kemenkominfo agar
mengevaluasi kelayakan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) bagi TV One dan
Metro TV karena dinilai tidak netral dalam pemberitaannya. (KOMPAS.com)
Masih banyak
hal lagi yang memperburuk citra pertelevisian Indonesia, seperti tayangan yang
tidak layak tampil pada jam-jam tertentu. Penjatuhan sanksi administratif
berupa teguran tertulis dari KPI belum dapat dijadikan pelajaran ‘insyaf’ bagi
lembaga penyiaran. Lembaga penyiaran belum menyadari fungsi yang diembannya
dalam penyelenggaraan penyiaran, yakni memberikan informasi yang benar,
seimbang dan bertanggung jawab.
Dari segi
mendidik, sebuah acara haruslah memenuhi syarat dan seleksi yang ketat untuk
ditayangkan agar benar-benar dapat meberikan pembelajaran. Sudah saatnya industri
pertelevisian di Indonesia mampu menyuguhkan acara yang mengandung nilai-nilai
keagamaan, kesopanan, pendidikan, serta tidak bertentangan dengan budaya
Indonesia. Pertelevisian Indonesia dituntut kedewasaan dalam menyajikan informasi
dalam tayangan televisi.
Ingatlah
bahwa anak yang menonton tayangan televisi hanya menelan mentah-mentah apa yang
dilihat dan didengar olehnya tanpa menyaring informasi tersebut. Seorang anak
belum bisa membedakan mana yang benar dan atau layak ditonton. Kita harus
menyadari bahwa anak-anak inilah yang menjadi penerus Bangsa di masa datang.
Mari mendidik dengan hiburan yang pantas.
POSTING TERKAIT :
No comments:
Write commentsTerim Kasih Komentarnya. Semoga menyenangkan