Badan
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) mulai mengembangkan sistem instrumen
akreditasi yang relevan dengan pengembangan sektor pendidikan tinggi di
Indonesia dan mengikuti perkembangan global. Pengembangan ini ditandai dengan
peluncuran instrumen akreditasi yang baru atau versi 3.0, Rabu (28/03), di El
Royal Hotel, Jakarta Utara. Dibandingkan versi sebelumnya, versi ini lebih
menekankan pada outcome dan diferensiasi misi dalam pengelolaan perguruan
tinggi.
Sekretaris
Jenderal Kemenristekdikti Ainun Naim mengatakan Kemenristekdikti mengapresiasi
BAN-PT pengembangan pada instrumen akreditasi PT itu, sesuai dengan perkembangan
pendidikan tinggi dan tuntutan masyarakat. Hal itu dilakukan berdasarkan Permenristekdikti
No. 32/2016, BAN-PT.
“Secara
natural kita perlu model yang berbeda untuk jenis lembaga pendidikan yang
berbeda. Di dalam sistem assessment yang baru ini sudah mempertimbangkan
perbedaan karakteristik perguruan tinggi maupun program studinya. Ke depan
sistem ini diharapkan dapat lebih fleksibel, menyesuaikan dengan perkembangan-perkembangan
yang ada,” tutur Ainun.
Direktur
Dewan Eksekutif BAN-PT, T. Basaruddin menjelaskan Instrumen Akreditasi
Perguruan Tinggi (IAPT) yang baru memiliki beberapa fitur utama seperti lebih
berorientasi pada output dan outcome dibanding instrumen sebelumnya yang lebih
menitikberatkan input. Selain itu hasil akreditasinya akan dinyatakan dalam
bentuk status dan peringkat seperti status terakreditasi atau tidak
terakreditasi, sementara untuk peringkat baik, baik sekali, dan unggul.
“IAPT yang
baru ini juga didasarkan pada aspek misi penyelenggaraan dan tata kelola
perguruan tinggi. Aspek misi dibagi menjadi 2 yaitu akademik dan vokasi. Sementara
pada aspek tata kelola dibagi menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum
(PTN-BH), Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN-BLU), Perguruan
Tinggi Negeri Satuan Kerja (PTN Satker), dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS),”
imbuh Basaruddin.
BAN-PT
menetapkan waktu transisi selama 6 bulan untuk penggunaan IAPT yang baru dimana
secara efektif akan diberlakukan mulai 1 Oktober 2018. Sementara saat ini masih
menggunakan instrumen yang lama. Terkait dengan itu BAN-PT akan
menyelenggarakan pelatihan penggunaan instrumen baru bekerjasama dengan
Kopertis (LLDikti), asosiasi perguruan tinggi, serta pihak lain yang berkepentingan.
Sebagaimana
diketahui, Indonesia tengah memasuki fase transformasi dari negara yang
berpendapatan menengah (Middle Income Countries) mejadi negara berpendapatan
tinggi (High Income Countries). Upaya membangun kemampuan ekonomi untuk
kemandirian dan daya saing bangsa merupakan bagian dari cita-cita Indonesia
untuk sejajar dengan negara lain, oleh karena itu Indonesia perlu menata sistem
ekonomi yang berbasis iptek dan inovasi.
Pada acara
Sosialiasi Program Pengembangan Klaster Inovasi, di Hotel Sultan, Jakarta (26/32018)
Menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan
bahwa potensi ekonomi dan inovasi yang ada di daerah merupakan hal penting
untuk dikembangkan. Strategi pembangunan di daerah harus difokuskan kepada
pengembangan potensi bisnis yang berbasis pada Produk Unggulan Daerah (PUD).
Berbagai macam PUD yang bisa dikembangkan, antara lain komoditas pertanian,
perkebunan, kehutanan, hortikultura hingga industri kreatif. Inovasi berangkat
dari suatu riset yang dapat dikomersialkan. Potensi-potensi yang ada di daerah
menjadi sangat penting. Untuk itu semua potensi yang ada di daerah
ditingkatkan, agar bertambah nilai kemanfaatannya bagi masyarakat. Program sejenis
itu dapat memacu daya saing nasional, karena tingkat daya saing nasional dibentuk
dan didukung oleh kemampuan daya saing daerah yang memiliki karakteristik
aktivitas ekonomi, infrastruktur, sumber daya alam, kearifan lokal serta
kualitas sumber daya manusia yang beragam.
Menurut Menteri
Nasir pengembangan ekonomi di daerah berbasis iptek dan inovasi hendaklah
sesuai dengan kebutuhan (demand) dari industri dan masyarakat. Dengan demikian,
diharapkan pertumbuhan riset dan inovasi di daerah baik secara langsung maupun
tidak langsung dapat meningkatkan taraf kesejahteraan dan tingkat perekonomian
masyarakat di daerah.
Menurut Jumain
Appe, Direktur Jenderal Penguatan Inovasi model pengembangan klaster inovasi
berbasis PUD adalah upaya mendorong kolaborasi dan sinergi peran serta fungsi
para aktor inovasi di daerah dalam upaya mengembangkan potensi lokal untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pendekatan Model Klaster Inovasi
dilakukan melalui peningkatan peran perguruan tinggi sebagai salah satu elemen
penting dalam pembangunan sumber daya manusia yang mampu menciptakan invensi
dan inovasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah berbasis sumber daya
lokal. Selain itu, perguruan tinggi dapat menjadi pusat unggulan yang
menghasilkan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan industri di daerah tempat
perguruan tinggi tersebut berada. Perguruan Tinggi harus menjadi ‘agent of
region economic development’. Peran pemerintah yang optimal dalam merangsang
pertumbuhan investasi bisnis, serta menciptakan iklim usaha yang kondusif, dan
dunia usaha/industri yang mampu menciptakan iklim bisnis yang sehat sesuai
etika bisnis, sedangkan komunitas sebagai pihak pemakai barang dan jasa atau
output ekonomi lebih menyadari pentingnya memakai produk dalam negeri.
Peranan Dosen
Menjadi Penting
Menristekdikti
Mohamad Nasir dalam dialog pendidikan dengan tema “Pengelolaan Akademik di Era
Disrupsi Teknologi”, di Aula Universitas Ngudi Waluyo (28/03/2018) menjelaskan
bahwa Era disrupsi adalah dimana evolusi atau perubahan ketika masyarakat
menggeser aktivitas-aktivitas yang awalnya dilakukan di dunia nyata, ke dunia
maya atau digitalisasi. Fenomena ini berkembang pada perubahan pola dunia
bisnis. Era ini akan menuntut kita untuk berubah atau punah, berinovasi atau
tertinggal. Salah satu cara antisipasinya perguruan tinggi didorong untuk
digitalisasi sistem pendidikan.
“Saat ini
Indonesia tengah memasuki era Revolusi Industri 4.0, era disrupsi teknologi.
World Economic Forum (WEF), menyebut Revolusi Industri 4.0 adalah revolusi
berbasis Cyber Physical System yang secara garis besar merupakan gabungan tiga
domain yaitu Digital, Fisik, dan Biologi. Ini ditandai dengan munculnya
fungsi-fungsi kecerdasan buatan (artificial intelligence) dalam teknologi
industri yang semakin pintar menyaingi manusia; eranya mobile supercomputing,
intelligent robot, self-driving cars, neuro-technological brain enhancements,
bahkan genetic editing (Manipulasi Gen),” papar Nasir.
Nasir
mengungkapkan bahwa keunggulan sebuah perguruan tinggi, tidak saja hanya
dinilai dari jumlah gedung, fasilitas atau jumlah dosen dan mahasiswa yang
dimiliki. Hal utama adalah kontribusinya dalam menghasilkan SDM yang memiliki
kompetensi dan berdaya saing tinggi di tingkat nasional maupun global. Juga
kontribusinya dalam menghasilkan dan mengaplikasikan IPTEK bagi masyarakat. Perguruan
Tinggi dituntut kesanggupannya dalam memproduksi SDM terdidik yang berkualitas,
terampil, dinamis, dan menjadi learner yang mampu belajar, serta mengejar
hal-hal baru. Bahkan menjadi garda terdepan dalam menghadapi perkembangan zaman.
Perguruan Tinggi semakin dituntut untuk mempersiapkan para mahasiswanya akan
pekerjaan yang belum ada. Di samping menciptakan iptek yang inovatif, adaptif,
kompetitif sebagai konsep utama daya saing dan pembangunan bangsa di era
industri 4.0.
Menurut
Ainun, tuntutan masyarakat dan perkembangan teknologi sekarang ini, kemungkinan
besar perubahan-perubahan itu akan semakin cepat. Misalnya pada model
pembelajaran maupun terkait ketentuan dosen. Outcome merupakan aspek yang
penting untuk diperhatikan. Mengingat aspek ini berkaitan dengan bagaimana
lulusan perguruan tinggi dapat mendapatkan pekerjaan sesuai dengan kompetensi
atau bagaimana temuan-temuan penelitian berkontribusi pada ilmu pengetahuan.
Menteri
Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir dalam Pengarahan tentang
Dampak Revolusi Industri 4.0 di Universitas Diponegoro Semarang (28/3/2018)
mengatakan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing tinggi dan siap
berkompetisi di era RI 4.0 dibutuhkan dosen yang memiliki kompetensi inti
keilmuan (core competence) yang kuat, mempunyai soft skill, ‘critical
thinking’, kreatif, komunikatif dan mampu berkolaborasi dengan baik dengan
mahasiswa.
Dosen
sebagai salah satu pilar penting dalam perguruan tinggi memegang peranan
strategis bagi pendidikan tinggi dalam menghadapi era digitalisasi dan Revolusi
Industri 4.0. Dosen harus mampu beradaptasi terhadap Revolusi Industri 4.0.
Pola pembelajaran tidak bisa lagi memakai pola yang lama, dosen harus mampu
mengikuti perkembangan teknologi sehingga mampu menghasilkan lulusan berdaya
saing tinggi.
“Dosen juga
berperan menebar ‘passion’ dan menginspirasi mahasiswa serta tidak menyebarkan
berita yang belum tentu benar (hoax), dosen juga menjadi teman bagi mahasiswa
,dosen juga harus teladan dan berkarakter,” tutur Menteri Nasir.
Menristekdikti
mengingatkan perguruan tinggi untuk senantiasa meningkatkan kapasitas dan
kapabilitas dosen yang dimilikinya. Dalam menghadapi revolusi industri dosen
juga harus mengikuti program kompetensi inti yang sesuai dengan kebutuhan
revolusi industri 4.0. Kemenristekdikti telah menyiapkan berbagai kebijakan
untuk penyiapan platform kualifikasi yang memenuhi kompetensi inti yang
dibutuhkan oleh perkembangan industri 4.0 serta penyediaan beasiswa magister
dan doktoral bagi dosen indonesia yang relevan dengan perkembangan revolusi
industri 4.0.
No comments:
Write commentsTerim Kasih Komentarnya. Semoga menyenangkan