KOMPI+25

Komunitas Pendidikan Indonesia

Jaringan Komunikasi KOMUNITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Wednesday, 11 April 2018

Kontroversi Iklan Sesat Masih Terus Berlanjut.

Posted by   on Pinterest

Noorrita Dahlia, Mahasiswa Magister Hukum Unlam Isi menyebutkan bahwa iklan yang memuat pernyataan dan janji produk harus dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Apakah janji iklan itu memang benar-benar didukung manfaat produk tersebut? Kalau janji kosong, berarti iklan itu membohongi konsumen atau masyarakat.

TRI ANDRISMAN (2001) menyoroti masalah iklan obat-obatan yang menyesatkan yang makin marak dalam penyiaran dan penayangannya semakin gencar di media massa; baik cetak maupun eleldronik. Maraknya penyiaran iklan¬ildan yang menyesatkan juga ditemukan dalam hasil penelitian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Semarang. Penegakan hukum terhadap iklan obat-obatan yang menyesatkan masih jauh dari harapan. Akibatnya penyiaran dan penayangan iklan yang menyesatkan makin marak Baja di media mass; tanpa ada pengawasan dan tindakan yang tegas dari pihak yang berwenang.

Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian lapangan diperoleh temuan, bahwa penegakan hukum terhadap iklan obat¬obatan yang menyesatkan tidak dapat berjalan dengan baik, disebabkan oleh tidak adanya perhatian dari aparat hukum, khususnya polisi sebagai "ujung tombak" untuk mengusut kasus tersebut. Selama ini polisi selalu bertindak pasif dalam menangani kasus kejahatan iklan obat-obatan yang menyesatkan dengan menunggu laporan stall pengaduan dari masyarakat yang dirugikan oleh iklan yang menyesatkan tersebut. Apabila tidak ada laporan atau pengaduan dari masyarakat, maka polisi tidak dapat menindak atau mengusut kasus tersebut.

Selain itu, antara lembaga pemerintah (Departemen Penerangan dan Departemen Kesehatan) tidak terjalin kerjasama dan koordinasi yang baik dalam menangani kasus iklan yang menyesatkan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya undang-undang yang secara khusus mengatur tentang perilaku periklanan, sehingga mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan mengenai instansi manakah yang berwenang mengawasi perilaku periklanan yang menyimpang atau melanggar hukum tersebut. Dengan demikian fungsi kontrol dan pengawasan yang dimiliki oleh kedua instansi tersebut menjadi lemah, karena kedua instansi tersebut sibuk berkonsentrasi pada penyelesaian tugasnya masing-masing yaitu Departemen Kesehatan (Ditjen POM) lebih menitikberatkan pada pemeriksaan dan pengujian secara klinis terhadap produk-produk yang dianggap bermasalah atau melanggar hukum, sedangkan Departemen Penerangan (Kanwil Deppen Jateng) menitikberatkan pengawasannya terhadap berita-berita di media massa; apakah telah menimbulkan keresahan dalam masyarakat, seperti: menyebarkan fitnah, menyinggung masalah SARA, mengandung pornografi, dan sebagainya.

Fungsi kontrol dan pengawasan terhadap perilaku periklanan juga dilaksanakan oleh lembaga swasta di antaranya adalah Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia dam Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang perlindungan konsumen (YLKI dan LP2K). Fungsi kontrol dan pengawasan terhadap iklan yang menyesatkan dilaksanakan secara aktif oleh YLKI dan LP2K Semarang dengan mengadakan penelitian terhadap iklan yang menyesatkan yang disiarkan dan ditayangkan di media mass; di mans hasil penelitian tersebut di publikasikan ice media mass; agar dapat diketahui oleh masyarakat luas. Tidak berjalannya penegakan hukum terhadap iklan obat-obatan yang menyesatkan secarabaik, disebabkan oleh adanya hambatan-hambatan sebagai berikut:
1. Belum adanya undang-undang periklanan.
2. Kurangnya perhatian aparat penegak hukum terhadap iklan obat-obatan yang menyesatkan.
3. Terbatasnya saran dan fasilitas yang mendukung upaya penegakan hukum terhadap iklan obat-obatan yang menyesatkan.
4. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran hukum masyarakat terhadap iklan obat¬obatan yang menyesatkan sebagai kejahatan.

Pemerhati industri iklan Indonesia, Ridwan Sanjoyo di Semanggi, Jakarta Selatan, (Selasa, 20/9) menilai iklan #PilihAman milik perusahaan ojek online Grab yang ditampilkan di media sosial itu telah melanggar etika periklanan di Indonesia.Visualisasi iklan menampilkan perempuan yang berdarah-darah. Meski pesan yang disampaikan adalah keselamatan berkendara, iklan itu menampilkan kekerasan atau terlalu vulgar dan juga overclaim. Sebab, klaim yang menyebut bahwa menggunakan Grab lebih aman dari ojek konvensional belum bisa dipertanggungjawabkan.Tidak ada jaminan 100 persen bahwa menggunakan jasa Grab tidak akan mengalami kecelakaan. Seluruh moda transportasi tentunya memiliki risiko kecelakaan. Bahkan, tak lama setelah iklan #PilihAman keluar, terjadi kecelakaan yang melibatkan pengemudi Grab di area Gambir hingga sang pengemudi meninggal dunia. Bagian yang membandingkan dengan ojek pangkalan adalah cara yang kurang etis.

Kalau ditelusuri lebih jauh, iklan sesat yang dipublikasikan sudah merusak hampir semua lini, mulai dari produk swasta maupun lembaga. Ada Bank yang membuat iklan dengan gambar bunga yang tumbuh 'berbunga uang', ada iklan yang mengartikan bahasa inggris 'house' dengan 'minum karena haus'. Memang, tidak semua iklan buruk, masih banyak di antara mereka yang memegang teguh etika promosi produk, malah sebagian memberikan layanan masyarakat dengan iklan yang bersifat edukatif. Namun, masih banyak berbagai kasus iklan yang menyesatkan konsumen dan di negeri ini perangkat hukum masih belum cukup untuk menjerat produsen dan pelaku periklanan yang tidak bertanggung jawab itu.

Munculnya iklan-iklan yang melanggar etika dan norma sosial perlu disikapi dengan bijak oleh pihak pemerintah, lembaga independen maupun masyarakat. Pihak advertiser dan juga advertising agency sudah selayaknya lebih memperhatikan dan memperdalam etika periklanan agar tidak menghasilkan iklan-iklan yang hanya mengutamakan kepentingan bisnis namun mengabaikan moralitas. Hal ini jelas merupakan cara beriklan yang menyesatkan dan juga menghasilkan pemikiran yang menyimpang.

Teliti sebelum membeli adalah tindakan yang bijaksana. Iklan dibuat dengan segala cara untuk mempengaruhi persepsi konsumen yang pada akhirnya membuat keputusan untuk membeli atau menggunakan barang/jasa dari produsen. Jadi anda dituntut untuk : Waspadalah, waspadalah!. Supaya yang lain tidak menjadi korban, sebaiknya anda turut serta melaporkan segala pelanggaran atas Iklan Menyesatkan. Bisnis periklanan perlu mengimbangi kerawanan yang merugikan konsumen. Kepentingan dan hak–hak konsumen penting, dan tidak hanya memikirkan keuntungan semata. Didalam pembuatan iklan, baik iklan untuk media cetak maupun media elektronik, mustinya tetap memperhatikan kaidah-kaidah beserta tata krama dalam beriklan yang telah diatur oleh EPI (Etika Pariwara Indonesia). Karena suatu iklan bisa sangat dengan mudah mempengaruhi orang yang melihatnya.


POSTING TERKAIT :

Tindakan dan Perlindungan Konsumen Atas Iklan Sesat.

No comments:
Write comments

Terim Kasih Komentarnya. Semoga menyenangkan

KABAR TEMAN

ARSIP

*** TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG *** SEMOGA BERMANFAAT *** SILAHKAN DATANG KEMBALI ***
Komunitas Pendidikan Indonesia. Theme images by MichaelJay. Powered by Blogger.
Hai, Kami Juga Hadir di Twitter, like it - @iKOMPI25
Kirim Surat