PPDB Tahun 2018
Dikutip
dari akun instagram resmi Kemendikbud @kemdikbud.ri dan Permendikbud Nomor 14
Tahun 2018. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah
mengeluarkan peraturan terbaru tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)
melalui Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018.
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan mengenai syarat masuk Sekolah Menengah Pertama (SMA)
untuk sekolah yang dikelola pemerintah daerah dalam PPDB 2018 diantaranya:
1.
Prioritas seleksi Seleksi calon siswa baru kelas 10 SMA yang sederajat
mempertimbangkan kriteria dengan urutan prioritas sebagai berikut:
a.
jarak tempat tinggal ke sekolah sesuai dengan ketentuan zonasi.
b.
Serfitikat Hasil Ujian Nasional SMP atau bentuk lain yang sederajat.
c.
prestasi di bidang akademik dan non-akademik yang diakui sekolah.
2.
Berlaku sistem zonasi
Penerimaan
siswa kelas 10 SMA pertama-tama akan memprioritaskan sistem zonasi Artinya,
sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah diwajibkan untuk menerima
calon siswa yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah dengan
kuota paling sedikit sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari total jumlah
siswa. Domisili calon calon siswa ditentukan berdasarkan alamat pada Kartu
Keluarga (KK) yang diterbitkan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum pelaksanaan
PPDB.
Sistem
Zonasi Sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon
peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari Sekolah paling
sedikit sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari total jumlah keseluruhan
peserta didik yang diterima. Domisili calon siswa dilakukan berdasarkan alamat
pada kartu keluarga yang diterbitkan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum
pelaksanaan PPDB. Pembagian sistem zonasi antar sekolah dilakukan oleh
pemerintah daerah melibatkan musyawarah/kelompok kerja kepala Sekolah.
3.
Batasan usia
Persyaratan
calon siswa baru kelas 10 SMA dibatasi oleh ketentuan usia yakni berusia
maksimal 21 tahun pada saat tahun ajaran berjalan. Syarat usia ini dibuktikan
dengan akta kelahiran atau surat keterangan lahir yang dilegalisir oleh lurah
setempat sesuai dengan domisili calon peserta didik. Selain melampirkan akta
kelahiran, calon siswa juga wajib memiliki ijazah/Surat Tanda Tamat Belajar
(STTB) SMP dan memiliki SHUN SMP.
4.
Biaya
Biaya
dalam pelaksanaan PPDB pada Sekolah yang menerima Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) dibebankan pada dana BOS. Demikian pula biaya daftar ulang yang akan
dilakukan setelah calon siswa diterima, juga tidak dipungut biaya.
5.
Jadwal PPDB
Sekolah
yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah melaksanakan PPDB dimulai pada
bulan Mei 2018.
Jadwal
dan ketentuan teknis PPDB di tiap daerah berbeda-beda, tergantung kebijakan
pemerintah daerah masing-masing melalui dinas pendidikan setempat. Proses dari
tahap pengumuman pendaftaran, penerimaan siswa dan daftar ulang di sekolah
harus dilakukan secara terbuka.
6.
Tata cara
Cara
pendaftaran PPDB dapat dilakukan dengan 2 cara yakni: PPDB online (daring) dan
PPDB offline (luring). Orangtua dapat melakukan pendaftaran PPDB online dengan
mengunjungi laman resmi yang disiapkan pemerintah daerah masing-masing.
Sedangkan sistem offline dapat dilakukan dengan mengunjungi langsung
sekolah-sekolah yang menjadi tujuan. Kemendikbud mendorong pemerintah daerah
untuk melakukan PPDB online. Beberapa provinsi dan kabupaten/kota yang menjadi
peserta PPDB Online diantaranya: Provinsi DKI Jakarta, Kota Pekan Baru, Kota Tasikmalaya,
dan Kabupaten Tanah Laut.
Kisruh PPDB
sistem online di Sumatera Utara
Sabar
Pasaribu, salah satu keluarga Sonya Fransiska Tambunan, melalui sambungan
telepon, (Selasa, 11/7/2017) mengutarakan, siswa bernama Sonya Fransiska
Tambunan tidak diterima mendaftar ulang di SMAN 6 Pematangsiantar. Padahal dia
sudah dinyatakan lulus dalam pengumuman online yang terpampang di situs PPDB
Sumut. Anak itu semalam disuruh pulang. Tidak bisa mendaftar ulang. Katanya
anak ini tidak lulus di sekolah itu. Padahal di pengumuman yang online itu anak
ini lulus. Setelah kejadian tersebut, Sonya yang merupakan anak seorang petani
itu hanya bisa menangis lantaran tidak bisa masuk SMA Negeri 6 Kota
Pematangsiantar. Sudah begitu Sonya juga sudah melewatkan ujian masuk sekolah
swasta karena merasa sudah lulus di SMA Negeri 6 Kota Pematangsiantar. SMA
Negeri 6 ini pilihan ke-2. Pilihan pertama SMA Negeri 1 Pematangsiantar. Di SMA
1 dia enggak lulus karena nilainya kalah sama pendaftar lain. Tapi kalau di SMA
Negeri 6 nilainya harusnya lulus dan di pengumuman (dinyatakan) sudah lulus,
tapi saat daftar ulang dia tidak lulus katanya. Berdasarkan nilai hasil ujian
nasional yang diperoleh Sonya Fransiska Tambunan, dia mendapat nilai Matematika
82,5, nilai Bahasa Inggris 60,0, nilai Bahasa Indonesia 74,0, dan nilai Ilmu
Pengetahuan Alam 60, 0. Sedangkan nilai terendah yang diterima di SMA Negeri 6
Kota Pematangsiantar, yaitu atas nama Bunga Marhamamah Piliang memiliki nilai
Matematika 45,0, nilai Bahasa Indonesia 66,0, nilai Bahasa Inggris 54,0 dan
nilai Ilmu Pengetahuan Alam 40,0.
Kepala
SMA Negeri 6 Kota Pematangsiantar, Akhar ketika dikonfirmasi, mengakui ada
perbedaan antara pengumuman yang keluar di online dan yang dikeluarkan oleh
Dinas Pendidikan Sumatera Utara. Terdapat perbedaaan siswa yang diumumkan
melalui website PPDB Online yang disampaikan oleh Admin Kota dengan hasil yang
ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Utara.
Kepala
UPT Dinas Pendidikan Kota Pematangsiantar, Darwin, kepada Anggota DPRD Sumut
dari Partai PDI Perjuangan, Sutrisno Pangaribuan saat dihubungi mengutarakan
yang lulus dan diterima di sekolah tersebut adalah siswa yang diumumkan melalui
surat yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Utara. Kalau
ini (online) saya tidak bisa memastikan diterima atau tidak. Soalnya yang
berwenang untuk ini adalah Panitia PPDB yang ada di provinsi.
Pendaftaran
penerimaan peserta didik baru ( PPDB) online di Bekasi dimulai sejak Selasa
(4/7/2017) dan ditargetkan selesai pada Kamis (6/7/2017). Berdasarkan pantauan
Kompas.com, sampai Kamis pukul 14.30 WIB, masih banyak kendala yang dialami
siswa saat mendaftar PPDB online.
Fitri
(35), warga Pesona Anggrek, Bekasi Utara, orangtua siswa SD Al-Muchtar Bekasi,
saat ditemui di halaman Gedung Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Kamis (6/7/2017),
mengatakan bahwa NEM anaknya berubah saat mendaftarkan diri. NEM anak
sebenarnya keluar dari sekolah nilainya 231.50, tetapi pas daftar (PPDB online)
ke SMP 25 Bekasi, NEMnya jadi 199.50. Nama dan nomor NIK-nya sama jadi perbedaannya
(nilai) lebih rendah, Anaknya jadinya tidak bisa masuk negeri jadinya. Jika NEM
anaknya tidak diperbaiki, anaknya terancam tidak dapat mendaftar jalur zonasi.
Kesalahan apa yang dilakukan sehingga NEM anaknya berubah jadi lebih rendah,
belum dikasih tahu sama DISDIK, belum ada penjelasan. Sudah antre, eh malah
disuruh pulang.
Hampir setiap
tahun sistem PPDB online Meresahkan Orangtua Warga Bekasi
Wali
Kota Bekasi Rahmat Effendi di Bekasi, (Kamis, 6/7/2017) menyampaikan permohonan
maaf karena adanya gangguan pada sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)
online di Kota Bekasi, telah yang membuat warga merasa cemas dalam pelayanan di
Dinas Pendidikan saat penerimaan siswa baru. Hampir setiap tahun seperti itu.
Banyak orangtua murid yang mengeluhkan sistem PPDB online. PPDB online dinilai
menyulitkan dan butuh menunggu konfirmasi yang cukup lama. Orangtua tidak usah
khawatir karena sudah diurus DISDIK Kota Bekasi, jika memang dibatasi waktunya
untuk PPDB Online, akan di perpanjang satu minggu agar warga tidak cemas dan
dipastikan anaknya masuk sekolah. Juga ditegaskan agar DISDIK menerapkan
simplikasi pelayanan. Sehingga orangtua yang sudah membawa berkas dan meminta
konfirmasi diarahkan untuk pulang dan tidak menunggu lagi di kantor DISDIK.
Seperti intruksi dari Presiden RI Joko Widodo yang menyatakan untuk terapan sistem
simplikasi pelayanan, jangan membuat sulit para warga, biar mereka juga bisa
beraktivitas seperti biasanya, tidak menunggu seharian mengurus PPDB Online.
Jumlah Pendaftar
Melebihi Jumlah Kuota PPDB 2018
Sekretaris
II Panitia PPDB Jawa Barat, Edy Purwanto, dikutip dari laman resmi Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Barat menyampaikan Penerimaan Peserta Didik Baru
(PPDB) tahun 2018 di Provinsi Jawa Barat telah ditutup pada tanggal 8 Juni
2018. Jumlah pendaftar sementara per 8 Juni 2018, jam 10.00 berjumlah 171.306
siswa. Dari rekap data saat itu, jumlah pendaftar sudah melebihi jumlah kuota
sekolah sebanyak 18.430 siswa. Jumlah pendaftar PPDB tahun 2018 tingkat SMA
sebesar 102.793 pendaftar, dengan jumlah kuota penerimaan 88.466 siswa.
Untuk
tingkat SMK sebesar 68.513 pendaftar, dengan jumlah kuota penerimaan 64.410
siswa. Bila dijumlahkan pendaftar SMA dan SMK maka didapat 18.430 pendaftar
melebihi kuota. Selain jumlah pendaftar, terdapat pula jumlah pengaduan sebanyak
1.046 dari operator sekolah. Pengaduan tersebut mengenai 181 pengaduan tentang
penentuan koordinat titik sekolah, 52 pengaduan tentang perubahan kuota, 28
pengaduan tentang jalur prestasi, 12 pengaduan tentang jalur PMG, dan
lain-lain.
Para
peserta yang telah mengikuti PPDB pada jalur non Nilai Hasil Ujian Nasional
(NHUN) tetapi belum lolos masih dapat mengikuti jalur NHUN yang dimulai pada
tanggal 5 Juli 2018.
“Dilempar-lempar”
Tidak Diurus, Ibu-Ibu Marah Dan Gebrak Meja Di Balai Kota DKI Jakarta
Sempat
mengalami perubahan jadwal terkait pemilihan kepala daerah, Penerimaan Peserta
Didik Baru (PPDB) provinsi DKI Jakarta jenjang SMP dan SMA/SMK telah
dilaksanakan pada hari Rab, 4/7/2018 tepat Pk. 14.00 WIB.
Keributan
sempat terjadi di meja pengaduan warga di Balai Kota DKI Jakarta, (Rabu,
4/7/2018) pagi. Yosi dan ibu-ibu lainnya marah-marah sampai menggebrak meja di
hadapan PNS karena tidak mendapat solusi atas masalah pendaftaran sekolah anak
mereka. Permasalahannya, anak Yosi dan ibu-ibu lainnya tidak bisa mendaftar ke
sekolah negeri di Jakarta meski nilai anak mereka tinggi. Yosi mengatakan,
anaknya dulu bersekolah di SMP di Bogor, Jawa Barat. Namun, tempat tinggal mereka tetap di
Jakarta. Yosi kemudian ingin menyekolahkan anaknya ke SMA negeri di Jakarta
melalui jalur umum. Yosi dan para ibu lain tidak tahu bahwa calon siswa dari sekolah
luar daerah harus ikut pra pendaftaran terlebih dahulu. Mereka tidak
mendapatkan informasi itu sebelumnya. Tidak ngerti karena sosialisasi juga
tidak baik.
Dalam
situs PPDB, informasi mengenai jadwal pra pendaftaran hanya tercantum di jalur
pendaftaran lokal. Sementara, informasi itu tidak tersedia di jalur pendaftaran
umum. Para orangtua murid yang anaknya berasal dari sekolah luar Jakarta jadi
tidak mendapatkan informasi pra pendaftaran. Begitu ikut pendaftaran gelombang
kedua, anak mereka sudah tidak bisa masuk lagi karena tidak melewati proses pra
pendaftaran.
Yosi
dan para ibu lain sebenarnya sudah mengadu ke berbagai tempat. Mulai dari pusat
pengaduan di SMKN 1 Jakarta Jalan Budi Utomo, Jakarta Pusat, sampai ke Dinas
Pendidikan. Terakhir Yosi mengadu ke Balai Kota DKI Jakarta.
Namun,
dia belum mendapatkan solusi. Ibu lainnya juga ikut marah-marah. Bahkan mereka
sampai menggebrak meja pengaduan di hadapan PNS. Salah seorang PNS DKI kemudian
mengarahkan ibu-ibu tersebut untuk menulis di form pengaduan. Namun, ibu-ibu
itu menolak karena merasa tak mendapatkan solusi.
“Bapak
solusinya jangan begitu dong! Bilang ke swasta saja. Kok segampang itu? Ada
solusinya dong. Jangan melempar ke swasta saja. Seharusnya informasinya itu
(disampaikan) dengan bahasa yang simpel, jangan dibuat rumit. Ini sudah lima
kertas, Bu, dari kemarin. Sudah lima kertas saya tulis, tetapi kalau solusinya
begini buat apa. Sekarang, kan, peraturannya diubah, pendaftaran umum itu tahap
kedua. Di tahap pertama ada keterangan kalau mau daftar harus dapat token, saya
saja enggak tahu token itu artinya apa," ujar Yosi di Balai Kota DKI
Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, (Rabu, 4/7/2018).
"Kami cuma mau dipermudah pra pendaftaran!" kata ibu lainnya dengan
nada tinggi.
Yosi
mencoba datang ke sekolah yang ingin dituju. Menurut dia, pihak sekolah hanya
menyampaikan bahwa pendaftaran gelombang kedua dimulai pada 2 Juli. Saat dia
mendaftar, ternyata ada proses yang harus dilalui siswa dari luar daerah
terlebih dahulu, yaitu prapendaftaran. Karena belum ikut pra pendaftaran,
akhirnya Yosi tidak bisa mendaftarkan anaknya. Yosi pun mengadu ke posko
pengaduan PPDB online di SMKN 1 Jakarta, Jalan Budi Utomo, Jakarta Pusat. Hari
pertama, dia belum sempat terlayani dan datang lagi pada hari kedua.
Jawabannya, anaknya tetap tidak bisa mendaftar lagi ke SMA negeri.
Dilempar-lempar setelah gagal mengadu ke posko pengaduan, Yosi dan teman-teman
senasibnya lanjut mengadu sana-sini. Dia datang ke Dinas Pendidikan DKI Jakarta
dan menjelaskan masalahnya. Dia kemudian bertemu dengan pihak humas Dinas
Pendidikan. Namun, semua tidak ada yang bisa memberi solusi karena tahapan pra
pendaftaran sudah berakhir. Mereka malah ingat PPDB online sempat diperpanjang
ketika ada pilkada serentak beberapa waktu lalu. Mereka cuma minta
prapendaftaran dibuka satu hari saja. Akhirnya, hari ini dia dan para ibu
lainnya menyambangi Balai Kota DKI Jakarta. Namun, lagi-lagi mendapatkan
jawaban yang sama, yaitu peraturan tidak bisa dilonggarkan dan tahapan yang sudah
lewat tidak bisa diulang. Akibatnya, ia dan ibu lainnya marah hingga menggebrak
meja pengaduan Balai Kota.
"Anak
saya itu sekolahnya di Bogor, tetapi saya warga Jakarta, ternyata harus
penyamaan nilai dulu. Punya nilai tinggi dengan rata-rata di atas 9. Itu
namanya prapendaftaran. Informasi itu tidak mudah dicari di situs PPDB. Kita
malah dibilang tidak bisa, peraturan sudah kuat ada landasan hukum, ibu pulang
saja daftar ke (sekolah) swasta. Padahal, saya ini warga DKI dan anak saya
nilainya tinggi masa saya tidak punya kesempatan di kota saya tinggal dan
lahir. Yosi sudah lima kali isi kertas pengaduan, selalu menerima jawaban yang
sama yaitu menyekolahkan anaknya ke swasta. Maunya bahasanya dibuat semudah
mungkin, seharusnya ditulis di paling atas bahwa pendaftaran harus melalui
prapendaftaran. Aturan itu memang baik, tetapi kami sebagai warga, minta tolong
didengarkan karena kami dilempar-lempar tidak diurus," ujar Yosi.
Yosi
bertemu ibu-ibu yang bernasib sama di posko pengaduan itu. Anak-anak mereka
bersekolah di luar Jakarta dan ingin mendaftar sekolah negeri di Jakarta. Ibu
lainnya, Ita, mengatakan, dulu anaknya bersekolah di Malang, Jawa Timur.
Anaknya berencana masuk SMP di Jakarta tetapi terancam tidak bisa masuk karena
tidak tahu ada tahapan prapendaftaran. Informasi mengenai prapendaftaran
tersedia di halaman untuk jalur pendaftaran lokal. Namun, ketika dia membuka
laman jalur pendaftaran umum di situs PPDB, tidak ada informasi tentang
prapendaftaran.
"Kami
sampai ada grup WhatsApp-nya, kami kenal setelah ketemu di posko. Ada ratusan
isinya, padahal nilai anak kita bagus-bagus," ujar Yosi.
Masalah PPDB
Yang Masing Terulang, Tindakan Tak Bijak Pengelola
Wakil
Ketua Komisi III DPRD Nunukan Niko Hartono (Jumat, 7/7/2017) mengatakan,
KADISDIK Kabupaten Nunukan seharusnya berkoordinasi dengan Diknas Provinsi
untuk menyelesaikan permasalahan ratusan lulusan SMP yang tidak tertampung di
SMA Negeri Nunukan. Bukan solusi jika memaksakan semua siswa SMP negeri masuk
ke SMA Negeri dengan membuka kelas tambahan. Seharunya Dinas Pendidikan sudah
mengantisipasi berapa lulusan SMP yang bisa ditampung di SMA negeri. Mereka
malah tidak punya data. Penolakan orangtua siswa mendaftarkan anaknya ke
sekolah swasta, harusnya menjadi tantangan Dinas Pendidikan untuk membantu
sekolah swasta berkembang dan memiliki peralatan penunjang yang lengkap. Itu
menjadi tantangan Dinas Pendidikan baik Kabupaten maupun provinsi untuk
membantu sekolah swasta di Nunukan berkembang. Kalau memakasakan sekolah
negeri, kapasitasnya sudah tidak mampu. Selain meningkatkan kualitas sekolah
SMA swasta, Dinas Pendidikan Kabupaten Nunukan dan Provinsi dapat membangun
ruang kelas baru untuk menambah daya tampung SMA negeri.
Saat
ini, banyak lulusan SMP yang gagal mendaftar karena kurangnya sosialisasi
sistem zonasi yang diberlakukan. Parahnya, Dinas Pendidikan Nunukan tidak
memiliki data jumlah kelulusan siswa SMP tahun 2017. Untuk menyelesaikan
persoalan tersebut, Dinas Pendidikan meminta sekolah negeri menambah kelas
tambahan. Namun hal tersebut dinilai bukan solusi. Kadisdik, sambung dia,
kurang mengantisipasi membludaknya lulusan SMP yang mendaftar pada PPDB tahun
2017.
Sebelumnya,
puluhan orangtua siswa di Kabupaten Nunukan menggelar demo memprotes
pemberlakuan sistem zonasi pada PPDB tahun ajaran 2017 yang membuat anak mereka
tidak diterima di SMA negeri. Mereka menuntut pihak SMA negeri membuka kelas
baru agar anak mereka bisa tertampung. Puluhan orangtua siswa tersebut enggan
mendaftarkan anak mereka ke sekolah swasta karena minimnya guru serta tidak
adanya peralatan laboratorium komputer dan perpustakaan.
Komisioner
Ombudsman Ahmad Suadi, di Ombudsman, Kuningan, Jakarta Selatan, (Senin, 31/7/2017)
mengatakan bahwa Ombudsman RI menemukan sejumlah mal-administrasi terkait
pelaksanaan PERMENDIKBUD Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik
Baru (PPDB). Di antaranya, pelangaran terkait aturan dan petunjuk teknis yang
diterbitkan melalui Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, Peraturan Walikota,
dan Petunjuk Teknis yang tidak mengacu pada Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017.
Hal itu menghambat masyarakat dalam mendapatkan pelayanan publik yang baik
dalam PPDB, terutama di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah
Menengah Atas (SMA) dan sekolah sejenis yang sederajat secara nasional.
Adapun
14 pelanggaran, di antaranya:
- Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 diterbitkan pada Mei 2017. Rentang waktu yang terlalu dekat dengan Pelaksanaan PP menyebabkan sejumlah daerah mengalami kesulitan menyesuaikan aturan pada Permendikbud tersebut. Sedangkan sebagian daerah sudah menerbitkan pergub/bup/wal atau juknis terlebih dahulu yang mengakibatkan banyak satuan pendidikan (sekolah) mengalami kesulitan penyesuaian sehingga terjadi maladministrasi;
- Terbitnya Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 yang terlalu dekat dengan waktu pelaksanaan PPDB menyebabkan minimnya sosialisasi terkait perubahan Juknis PPDB kepada masyarakat. Sehingga, tidak memberikan kepastian kepada masyarakat;
- Di beberapa daerah ditemukan sistem online PPDB tidak beroperasi dengan baik atau server down. Sehingga, sekolah merasa terganggu dalam memberikan jawaban kepada masyarakat terkait permasalahan tersebut. "Hal ini juga menyebabkan potensi penyimpangan sangat tinggi karena menyimpang dari prinsip online itu sendiri yang bersifat terbuka, langsung, dan cepat," kata Suadi.
- Ombudsman masih menemukan maladministrasi berupa jual beli kursi antara sekolah dan orang tua murid;
- Masih terjadi campur tangan para pejabat daerah dan orang-orang tertentu untuk mempengaruhi dan/atau memaksa sekolah untuk menerima anak didik dari orang-orang tertentu dengan melakukan maladministasi;
- Sistem Zonasi dinilai tidak memiliki indikator yang jelas tentang batasan wilayah calon peserta didik baru. Seharusnya tolak ukur zonasi dengan mempertimbangkan kondisi demografi dan geografi wilayah tersebut. "Hal ini menyebabkan banyak kepala daerah dan sekolah mengalami kebingungan dalam menentukan batas zonasi," kata Suadi.
- Ditemukan sekolah yang memiliki fasilitas yang baik atau sekolah favorit yang terpusat di daerah tertentu, sehingga menyulitkan penerapan zonasi.
- Masih ditemukan adanya kesepakatan tidak tertulis dan/atau tertulis antara pihak sekolah dengan instansi tertentu mengenai kuota khusus bagi calon peserta didik yang merupakan anak dari pegawai instansi-instasi tertentu, menyebabkan maladministrasi dan ketidakadilan karena mengurangi jatah bagi yang berhak;
- Beberapa sekolah ditemukan memungut biaya administrasi pendaftaran dan uang bangunan;
- Pihak sekolah lalai dalam memverifikasi data maupun kemampuan calon peserta didik baru, khususnya calon peserta didik baru melalui jalur non akademik. Misalnya, terkait Kuota untuk siswa miskin & Jalur Prestasi.
- Masih ditemukan diskriminasi oleh pihak sekolah terhadap calon peserta didik baru yang berkebutuhan khusus/menyandang disabilitas;
- Terbitnya Surat Edaran Mendikbud Nomor 3 Tahun 2017 pada tanggal 6 Juli 2017 yang berpotensi membatalkan seluruh ketentuan yang sudah diatur dalam Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017, karena memberikan toleransi dan pengecualian untuk hal-hal mendasar seperti rombongan belajar dan terkesan tidak tegas karena hal tersebut sudah diatur sebelumnya dalam Permendikbud No. 17 Tahun 2017 tentang PPDB;
- Ombudsman RI sebagai anggota Tim Saber Pungli ikut terlibat dan berperan aktif dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) bekerja sama dengan aparat penegak hukum (Polri) seperti yang terjadi di daerah Kalimantan Selatan (Banjarmasin), dimana kepala sekolah/wakil kepala sekolah terlibat dalam pungutan liar; dan
- Belum berfungsinya pelayanan laporan/pengaduan masyarakat di internal dinas pendidikan atau sekolah-sekolah dalam pelaksanaan PPDB sehingga masyarakat merasa tidak ada kepastian pelayanan dan penanganan yang cepat atas permasalahan PPDB yang dialami.
Sejauhmana
perbaikan PPDB menjawab mal-administrasi dalam PPDB? Mungkin para pihak terkait
dari penyelenggara masih perlu duduk bersama melakukan evaluasi.
Semoga
Sistem Pendidikan Indonesia ke depan semakin baik.
SUMBER
:
No comments:
Write commentsTerim Kasih Komentarnya. Semoga menyenangkan