Peringati Hari Lahir Pancasila Setiap
Tanggal 1 Juni
Setelah
Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016 tentang
Hari Lahir Pancasila, setiap tanggal 1 Juni, pemerintah bersama masyarakat memperingati
hari lahir Pancasila yang dilaksanakan secara nasional di masing-masing daerah.
Presiden
Joko Widodo pagi ini Jumat, 1 Juni 2018 bertindak sebagai inspektur upacara
dalam Peringatan Hari Lahir Pancasila yang diselenggarakan di Halaman Gedung
Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta. Ini merupakan kali kedua upacara
peringatan tersebut diselenggarakan. Dalam amanatnya kali ini, Kepala Negara
mengajak seluruh pihak untuk terus mengamalkan warisan mulia para pendiri
bangsa ini untuk kemajuan bangsa dan menjadikan hal itu sebagai sumbangsih
Indonesia kepada masyarakat dunia. Sebab, menurutnya, negara manapun di dunia
ini pada akhirnya akan selalu berproses menjadi masyarakat yang bineka dan
majemuk sebagaimana bangsa Indonesia sejak dulu.
“Saatnya
kita berbagi pengalaman dalam ber-bhinneka tunggal ika, dalam bertoleransi,
serta dalam membangun persatuan dan kebersamaan. Saatnya kita berbagi
pengalaman dalam mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila untuk ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan social”.
“Saya juga
ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada generasi-generasi muda
berikutnya yang telah menanamkan pemahaman dan pengamalan Pancasila dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”.
“Selamat
Hari Lahir Pancasila. Kita bersatu, kita berbagi, kita berprestasi.”
Atas nama
seluruh rakyat Indonesia, Presiden menyampaikan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada para pendiri bangsa atas warisan luhur mereka untuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila yang bisa kita nikmati saat
ini. Di penghujung amanat, Kepala Negara terus mengajak para ulama, tokoh
agama, guru, politisi, aparat pemerintahan, pekerja, dan seluruh komponen
bangsa untuk bersama-sama mengamalkan Pancasila dalam keseharian kita.
Setelah
upacara, dipandu Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Mustari Irawan,
Presiden bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla,
Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri, Wakil Presiden ke-6
Republik Indonesia Try Sutrisno dan Wakil Presiden ke-11 Republik Indonesia
Boediono, meninjau Pameran Foto ”Untukmu Pancasilaku Kami Berbagi Bersatu
Berprestasi” di Foyer Gedung Pancasila. Selesai meninjau pameran foto,
dilakukan sesi foto bersama di Ruang Pancasila yang juga merupakan penutup dari
rangkaian acara peringatan Hari Lahir Pancasila.
Dalam
upacara peringatan Hari Lahir Pancasila (Jumat, 1/6/2018), seluruh menteri/
kepala lembaga negara, pimpinan lembaga tinggi negara dan para elite partai
politik yang menjadi peserta upacara mengenakan busana adat. Tidak terkecuali
Presiden Jokowi. Presiden tampak mengenakan busana adat Jawa lengkap dengan
sepatu teplek dan blangkon cokelat. Upacara yang juga diisi pidato Presiden
Jokowi itu berlangsung khidmat. Selain menteri/ kepala lembaga negara, pimpinan
lembaga tinggi negara dan para elite partai politik, upacara itu dihadiri pula
oleh Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, Wakil Presiden ke-6 RI Tri
Sutrisno dan Wakil Presiden ke-11 RI Boediono.
Anggota Badan
Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Zuly Qodir di kantor BPIP, Jakarta, (Kamis,
31/5/2018) mengatakan, peringatan hari lahir Pancasila itu sengaja digelar
sebagai bentuk dan upaya dari pemerintah merawat serta menjaga ideologi bangsa,
yaitu Pancasila. Pancasila sudah menjadi bagian hidup bagi seluruh warga negara
Indonesia. Siapa pun orangnya, apa pun agamanya, sukunya, kelompoknya, rasnya
sekali pun. Karena Pancasila menjadi kesepakatan bersama sejak kemerdekaan ini
diselenggarakan. Peringatan hari lahir Pancasila juga sebagai renungan apakah
saat ini Pancasila hanya masih sebagai jargon atau simbol semata. Seharusnya,
kata dia, Pancasila hadir di tengah masyarakat menjadi daya dorong, daya gerak,
dan inspirasi untuk hadirnya cultural citizenship dan public goods, sehingga
menjadi milik semua warga negara, bukan hanya satu golongan saja. Upacara
peringatan hari lahir Pancasila rencananya akan digelar di Gedung Pancasila,
Kementerian Luar Negeri, Jakarta. Tempat sengaja dipilih karena memiliki nilai
historis. Khususnya yang berkaitan dengan lahirnya ideologi Pancasila. Karena
waktu tahun 1945 mulai dari 29 Mei sampai 1 Juni, di situ diadakan sidang yang
berkaitan tentang ideologi.
Kepala BPIP
Yudi Latief di gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, (Rabu, 11 April
2018) mengatakan jika tahun lalu dalam peringatan Hari Lahir Pancasila
dilakukan dengan Pekan Pancasila, maka tahun ini peringatan Hari Lahir
Pancasila dilakukan mulai dari 1 Juni hingga 18 Agustus 2018. Selain akan
menggelar upacara peringatan lahirnya Pancasila, BPIP juga sebelumnya berencana
menyelenggarakan Lomba Kreasi Pancasila yang diadakan untuk menyambut Hari
Lahir Pancasila yang jatuh pada 1 Juni 2018. Lomba Kreasi Pancasila ini terdiri
atas Lomba Yel-Yel Pancasila, Lomba Meme Pancasila, Lomba Foto Instagram
Pancasila, Lomba Film Pendek Pancasila, Lomba Esai Pancasila, dan Lomba Cipta
Lagu Pancasila. Dalam perlombaan ini pihaknya akan mengangkat tema "Kita
Pancasila: Bersatu Berbagi". Tema itu diharapkan mampu menjahit rangkaian
kegiatan tersebut. "Tema peringatan ini melanjutkan dari tema peringatan
tahun lalu, yaitu 'Saya Indonesia, Saya Pancasila'.
Mengikis Gerakan Radikal dan
Terorisme Dengan Peringatan Hari Kelahiran Pancasila
Anggota
Komisi III DPR Ahmad Sahroni (Jumat, 1/6/18) berharap hari Kelahiran Pancasila
yang diperingati setiap 1 Juni menjadi pengingat akan pentingnya persatuan dan
menghargai kebhinekaan. Momentum Hari Kelahiran Pancasila diharapkan mengikis
gerakan radikalisme dan terorisme. Dengan pancasila sebagai dasar negara,
pendiri negara telah mempersatukan Indonesia yang terdiri atas berbagai suku
dan bahasa serta kebudayaan menjadi satu bangsa. Penanggulangan terorisme meski
terus dilakukan oleh penegak hukum dibantu TNI, namun nyatanya tak juga hilang
bahkan bibit baru kian bermunculan. Contohnya aksi terorisme yang dilakukan
beberapa waktu lalu di Jawa Timur bahkan melibatkan anak-anak. Doktrinnya luar
biasa, melalui media sosial, misalnya mengajarkan anak bukan lagi bercita-cita
jadi presiden, dokter atau pengusaha besar. Sedih melihat Indonesia dengan
kultur luar biasa dibandingkan negara lain di dunia harusnya lebih adem dan
terjalin silaturahmi yang hebat. Upaya pengkaderan terus dilakukan jaringan
teroris. Jangankan universitas dari kepolisian pun sudah masuk. Lambat laun
akan menjadi sel baru, bisa jadi 10 tahun ke depan ada orang-orang baru
(teroris) yang tidak kita pikirkan. Pemberantasan terorisme setelah disahkannya
UU Antiterorisme akan semakin lebih baik, salah satunya dengan pelibatan TNI di
dalamnya. Pemberantasan terorisme jangan terus dikaitkan dengan pelanggaran HAM
karena tindakan dilakukan para pelaku justru membuat Indonesia terkungkung
dalam kesedihan. Pentingnya menjaga keharmonisan khususnya atas berbagai
perbedaan yang ada di Indonesia. Khususnya di tahun politik dan jelang
pemilihan presiden dan legislatif yang dilakukan secara serentak, Polri selaku
aparat penegak hukum dan TNI harus mampu mendeteksi upaya dimunculkannya
kegaduhan dan memecah belah persatuan.
Ketua Fraksi
PKB di MPR Lukman Edy seperti dikutip dari sp.beritasatu.com (Rabu, 26/10/2011)
menyatakan, paling tidak sekitar 50 juta rakyat Indonesia anti-Pancasila. Angka
ini tentu mengejutkan tapi ini memang hasil dari survei secara acak dari
berbagai institusi akhir-akhir ini. Dari hasil survei Badan Pusat Statistik
(BPS) menyatakan 27% rakyat indonesia merasa tidak memerlukan Pancasila.
Bahkan, penelitian seorang Profesor dari UIN menyimpulkan 28 % setuju dengan
radikalisasi, dan sebuah lembaga kajian di jakarta menyatakan 19 % pemuda
Indonesia menghendaki syariat Islam sebagai dasar negara. Angka sebesar ini
seharusnya lampu kuning buat Indonesia, dan sekaligus seharusnya mendapat perhatian
serius dari pemerintah.
Mantan
Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal itu berpendapat, upaya
internalisasi idielogi kebangsaan harus dilakukan dengan berbagai bentuk dan
massif. Di sektor pendidikan sudah selayaknya ada kurikulum tentang idielogi
kebangsaan, di kalangan aparatur negara, idiologi Pancasila harus dijadikan
program pengembangan kapasitas birokrasi, sedangkan di partai politik 4 pilar
kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, harus menjadi
bahagian tugas pendidikan politik. Di kalangan mahasiswa, sebagai sebuah
kelompok strategis, yang selalu menempatkan diri sebagai agen perubahan, sudah
mendesak untuk diterapkannya wajib militer sebagai pengganti OPSPEK yang tidak
jelas tujuan dan hasilnya. Wajib militer di kalangan mahasiswa tidak
bertentangan dengan Konstitusi. UUD 45, memang mengamanatkan sistem pertahanan
dan keamanan rakyat semesta, yang menempatkan rakyat sebagai kekuatan pendukung
untuk menjaga integritas dan keutuhan NKRI. Wajib militer dikalangan mahasiswa
sangat berpotensi mengawal semangat nasionalisme dan Pancasila, ditengah tengah
derasnya pengaruh liberalisme dan paham-paham multinasional yang dapat merusak
ke Indonesiaan kita yang beragam ini.
Wali Kota
Bandung Ridwan Kamil dalam acara Pengukuhan Dewan Pengurus Korps Pegawai
Republik Indonesia Kota Bandung di Auditorium Balai Kota, Bandung, (Jumat, 16/6/2017)
mengatakan menurut hasil survei, sebanyak 20 persen penduduk di Jawa Barat
tidak menyukai Pancasila sebagai ideologi dasar negara Indonesia. Jika disebut
nominalnya sebanyak 7 juta orang tidak menyukai Pancasila. Tanpa menyebut data
tersebut bersumber dari mana. Hanya saja, data itu sebelumnya dirilis oleh
Indobarometer, bersamaan dengan survei elektabilitas dan popularitas sejumlah
orang yang akan maju di Pilgub Jabar. Hasil survey ini pertanda alarm kuning bagi KORPRI. Kita
harus saling menguatkan Pancasila baik melalui mulut ke mulut atau lewat media
sosial. Seluruh pengurus KORPRI dihimbau menguatkan Pancasila. Pengukuhan Dewan
Pengurus KORPRI Kota Bandung diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan
Mars KORPRI oleh seluruh jajaran dewan pengurus KORPRI Kota Bandung. Pengukuhan
tersebut ditandai dengan penyerahan bendera KORPRI dari Guntoro, Ketua Pengurus
KORPRI Jawa Barat, kepada Yossi Irianto, Ketua Pengurus KORPRI Kota Bandung
periode 2017-2022.
Menteri
Sosial Khofifah Indar Parawansa saat silaturahmi dan halal bihalal di Yayasan
Taman Pendidikan Sosial NU Khadijah, Kota Surabaya, (Sabtu 15 Juli 2017 ) mewanti-wanti
bahaya gerakan anti Pancasila dan radikalisme yang juga merebak di kalangan
pelajar dan mahasiswa. Sejumlah survei, memaparkan hasil yang cukup
mencengangkan. Antara lain dari Saiful Mujani yang menyebutkan benih
radikalisme di kalangan remaja Indonesia dalam tahap mengkhawatirkan. Sebanyak
6,12 persen menyatakan setuju bahwa pengeboman yang dilakukan Amrozi cs
merupakan perintah agama. Dan 40,82 responden menjawab "bersedia",
dan 8,16 persen responden menjawab "sangat bersedia" melakukan
penyerangan terhadap orang atau kelompok yang dianggap menghina Islam. Umumnya
pelajar yang dimaksud siswa SMA dan mahasiwa atau di kalangan perguruan tinggi.
Dalam survei
Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) disebutkan ada 9,2 persen
responden yang setuju NKRI diganti menjadi negara khilafah atau negara Islam. Adapun dalam survei Wahid Foundation, sebanyak
7,7 persen responden bersedia melakukan tindakan radikal bila ada kesempatan
dan sebanyak 0,4 persen justru pernah melakukan tindakan radikal. Angka yang
disebutkan tersebut mungkin terbilang kecil. Namun demikian, tetap merupakan
suatu ancaman. Karena bukan tidak mungkin jumlahnya semakin besar dan menganggu
stabilitas keamanan dan politik bangsa. Khofifah khawatir, lantaran yang
disasar adalah pelajar dan remaja yang masih dalam tahap perkembangan, maka
bisa jadi benih-benih radikalisme yang tertanam menjadi bom waktu di masa
mendatang. Penyebaran radikalisme telah menyasar kaum pelajar. Paham tersebut
disebarkan antara lain oleh guru atau pengajar yang berafiliasi atau bersimpati
terhadap organisasi yang berkeinginan mengganti Pancasila dengan ideologi
transnasional. Arahnya adalah doktrinisasi anak-anak untuk mendukung khilafah. Pergerakan
mereka tidak statis. Penyebaran pengaruh juga dilakukan dengan serangkaian
perekrutan anggota baru, pelatihan dan pendidikan kader yang dilakukan secara
masif. Oleh karena itu, tambah evaluasi atau uji kompetensi terhadap pengajar
pun harus diperketat. Dengan begitu, deteksi terhadap pengajar yang berpaham
radikal tidak terjadi belakangan, melainkan sejak awal. Selain karena pengaruh
pengajar, radikalisme juga terjadi akibat derasnya arus informasi yang beredar
di media sosial dan intermet. Lantaran tidak ada filter, informasi yang beredar
pun menjadii tidak terkendali. Perspektif kemaslahatan umum harus ditata
kembali. Termasuk dalam hal berguru dan mencari ilmu. Saat ini, tambah dia,
mayoritas orang mencari ilmu lewat gadget. Alhasil, banyak yang menjadi sesat
karena tidak mengetahui asal muasal dalil dan sumber informasi tersebut. Sanadnya
tidak jelas. Jadi kalau mau berguru atau mencari ilmu harus jelas siapa yang
menjadi jujungan sehingga tidak salah ajar.
Ormas Anti Pancasila
Ketua Umum Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj di Jakarta, (Jumat 7 Juli 2017) bersama
dengan 13 ormas Islam menyatakan sikap untuk menuntut pemerintah segera menerbitkan
Perppu pembubaran ormas anti-Pancasila. Keberadaan ormas jenis ini dinilai
meresahkan karena mengancam keberagaman Indonesia, Pancasila, dan UUD 1945. Kita
harus kawal pembubaran ormas ini. Atas nama apa pun kalau mereka mengancam
keberadaan Pancasila, UUD 1945, berarti mengancam keberlangsungan NKRI. Meski
tidak melakukan kekerasan tapi Aqil menilai gerakan pemikiran ormas ini secara
masif dan sistematis telah merasuk ke sebagian warga Indonesia. Terlebih
radikalisme di Indonesia juga sudah semakin mengkhawatirkan.
Aqil
menyebut setidaknya ada 9 persen lebih orang menolak pembubaran ormas.
Sedangkan, ada 4 persen pemuda Indonesia yang simpati terhadap ISIS. Selain
itu, data dari Kementerian Sosial juga menyebut ada 320 orang Indonesia yang
ditampung dari ISIS di Suriah. Ormas anti-Pancasila seperti Hizbut Tahrir
Indonesia, memang tidak melakukan kekerasan. Akan tetapi, mereka memiliki
target yang prinsipnya mendirikan negara khilafah pada 2022. Pemikiran ini juga
sudah banyak mendapat kritik dari berbagai pihak. Pemerintah harus tegas. Sejak
dini harus dibubarkan melalui Perppu ormas mana pun yang merongrong Pancasila.
Aturan itu
dimuat dalam Perppu 2/2017 yang diteken oleh
Presiden
Joko Widodo pada Senin, 10 Juli 2017, seperti dikutip detikcom, (Rabu, 12/7/2017)telah
menerbitkan Perppu 2/2017 tentang Ormas yang diterbitkan pemerintah mengatur
ketentuan pidana bagi anggota dan pengurus ormas yang melanggar aturan. Sanksi
bisa sampai berupa pidana seumur hidup. dan telah dimuat di situs Sekretariat
Negara. Ada 20 halaman perppu yang telah diundangkan ini. Ini merupakan aturan
baru di Perppu 2/2017 yang sebelumnya tidak ada di UU 17/2013 tentang Ormas.
Ketentuan pidana ini termuat di Pasal 82A.
Perppu
2/2017 memberi ancaman sanksi bagi anggota dan/atau pengurus ormas yang
melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau
merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial. Mereka terancam sanksi pidana
penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 1 tahun. Ancaman sanksi pidana 6 bulan-1 tahun itu juga
diterapkan bagi anggota dan/atau pengurus ormas yang melakukan kegiatan yang
merupakan tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan UU.
Berikut
bunyi aturannya
Pasal 82A
(1) Setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang
dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayat (3) huruf c dan huruf d dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 1 (satu)
tahun.
Perppu 2/2017
juga mengatur sanksi pidana bagi anggota dan/atau pengurus ormas yang melakukan
tindakan permusuhan terhadap SARA serta melakukan penyalahgunaan, penistaan,
atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia. Mereka terancam pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama
20 tahun. Ancaman sanksi pidana seumur hidup atau penjara 5-20 tahun itu juga
dikenakan bagi anggota dan/atau pengurus ormas yang menggunakan simbol
organisasi separatis, melakukan kegiatan separatis, serta menganut,
mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan
Pancasila. Ajaran yang bertentangan dengan Pancasila adalah ateisme,
komunisme/marxisme-leninisme, atau paham lain yang bertujuan mengganti/mengubah
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berikut
bunyi aturannya:
Pasal 82A
(2) Setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang
dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal- 59 ayat (3) huruf a dan huruf b, dan ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat
5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
Selain
sanksi pidana bagi anggota dan pengurus ormas, pemerintah mengatur prosedur
sanksi administratif yang lebih ringkas bagi ormas yang melakukan pelanggaran.
Tahapannya yaitu 1 kali peringatan, penghentian kegiatan, dan pencabutan status
badan hukum.
Setelah
Pemerintah membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), pemerintah
berencana akan kembali membubarkan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang tidak
sesuai dengan ideologi Pancasila. Ini sebagai langkah kedua, Dasar hukum dalam
membubarkan ormas yang ditengarai bertentangan dengan Pancasila adalah
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) nomor 2 tahun 2017
tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).
Menteri
Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di Hotel Century, Senayan, Jakarta Pusat, (Sabtu 12
Agustus 2017) mengatakan, ormas yang sudah masuk radar Pemerintah ini merupakan
ormas kecil, tapi sudah cukup punya nama dan diketahui oleh masyarakat.
Sejumlah ormas itu, berdasarkan laporan yang diterima oleh Kemendagri dari
daerah-daerah. Untuk memutuskan apakah ormas itu akan dibubarkan atau tidak, masih
menunggu masukan dan bukti dari Kejaksaan, BIN, Kepolisian, Kemenkopulhukam,
tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh adat. Karena memutuskan ormas layak
dibubarkan atau tidak harus punya banyak bukti yang kuat. Seperti HTI sudah 10
tahun. Kemendagri sudah melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap sejumlah
ormas itu hampir kurun waktu dua tahun. Tapi data itu masih kurang. Makanya
kita mengklarifikasi apakah ada video lain. Data tertulismya, fotonya. Sabar
saja, tidak dalam waktu dekat tapi sudah dicermati. Ormas yang dibubarkan tidak
terbatas pada ormas agama. Ormas-ormas umum, ormas sosial termasuk ormas
radikal. Saat ini masih memperbanyak data agar lebih kuat kedudukannya. Ormas
ini, merupakan ormas daerah. Sejumlah ormas yang akan dibubarkan ini ditengarai
anti-Pancasila dan juga melakukan tindakan anarkis. Campur, antara Pancasila
(anti-Pancasila) dan anarkis. Kalau mengganggu ketertiban bisa langsung ditangani
oleh Kepolisian. Enggak ada masalah, tunggu aja tanggal mainnya.
Jayalah
Indonesia, Jayalah Pancasila.
PANCASILA
SAKTI, PANCASILA PASTI.
No comments:
Write commentsTerim Kasih Komentarnya. Semoga menyenangkan