KOMPI+25

Komunitas Pendidikan Indonesia

Jaringan Komunikasi KOMUNITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Saturday, 2 June 2018

KITA PANCASILA: BERSATU BERBAGI BERPRESTASI

Posted by   on Pinterest


Peringati Hari Lahir Pancasila Setiap Tanggal 1 Juni

Setelah Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila, setiap tanggal 1 Juni, pemerintah bersama masyarakat memperingati hari lahir Pancasila yang dilaksanakan secara nasional di masing-masing daerah.

Presiden Joko Widodo pagi ini Jumat, 1 Juni 2018 bertindak sebagai inspektur upacara dalam Peringatan Hari Lahir Pancasila yang diselenggarakan di Halaman Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta. Ini merupakan kali kedua upacara peringatan tersebut diselenggarakan. Dalam amanatnya kali ini, Kepala Negara mengajak seluruh pihak untuk terus mengamalkan warisan mulia para pendiri bangsa ini untuk kemajuan bangsa dan menjadikan hal itu sebagai sumbangsih Indonesia kepada masyarakat dunia. Sebab, menurutnya, negara manapun di dunia ini pada akhirnya akan selalu berproses menjadi masyarakat yang bineka dan majemuk sebagaimana bangsa Indonesia sejak dulu.

“Saatnya kita berbagi pengalaman dalam ber-bhinneka tunggal ika, dalam bertoleransi, serta dalam membangun persatuan dan kebersamaan. Saatnya kita berbagi pengalaman dalam mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social”.
“Saya juga ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada generasi-generasi muda berikutnya yang telah menanamkan pemahaman dan pengamalan Pancasila dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”.
“Selamat Hari Lahir Pancasila. Kita bersatu, kita berbagi, kita berprestasi.”

Atas nama seluruh rakyat Indonesia, Presiden menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada para pendiri bangsa atas warisan luhur mereka untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila yang bisa kita nikmati saat ini. Di penghujung amanat, Kepala Negara terus mengajak para ulama, tokoh agama, guru, politisi, aparat pemerintahan, pekerja, dan seluruh komponen bangsa untuk bersama-sama mengamalkan Pancasila dalam keseharian kita.

Setelah upacara, dipandu Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Mustari Irawan,  Presiden bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla, Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri, Wakil Presiden ke-6 Republik Indonesia Try Sutrisno dan Wakil Presiden ke-11 Republik Indonesia Boediono, meninjau Pameran Foto ”Untukmu Pancasilaku Kami Berbagi Bersatu Berprestasi” di Foyer Gedung Pancasila. Selesai meninjau pameran foto, dilakukan sesi foto bersama di Ruang Pancasila yang juga merupakan penutup dari rangkaian acara peringatan Hari Lahir Pancasila.

Dalam upacara peringatan Hari Lahir Pancasila (Jumat, 1/6/2018), seluruh menteri/ kepala lembaga negara, pimpinan lembaga tinggi negara dan para elite partai politik yang menjadi peserta upacara mengenakan busana adat. Tidak terkecuali Presiden Jokowi. Presiden tampak mengenakan busana adat Jawa lengkap dengan sepatu teplek dan blangkon cokelat. Upacara yang juga diisi pidato Presiden Jokowi itu berlangsung khidmat. Selain menteri/ kepala lembaga negara, pimpinan lembaga tinggi negara dan para elite partai politik, upacara itu dihadiri pula oleh Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, Wakil Presiden ke-6 RI Tri Sutrisno dan Wakil Presiden ke-11 RI Boediono.

Anggota Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Zuly Qodir di kantor BPIP, Jakarta, (Kamis, 31/5/2018) mengatakan, peringatan hari lahir Pancasila itu sengaja digelar sebagai bentuk dan upaya dari pemerintah merawat serta menjaga ideologi bangsa, yaitu Pancasila. Pancasila sudah menjadi bagian hidup bagi seluruh warga negara Indonesia. Siapa pun orangnya, apa pun agamanya, sukunya, kelompoknya, rasnya sekali pun. Karena Pancasila menjadi kesepakatan bersama sejak kemerdekaan ini diselenggarakan. Peringatan hari lahir Pancasila juga sebagai renungan apakah saat ini Pancasila hanya masih sebagai jargon atau simbol semata. Seharusnya, kata dia, Pancasila hadir di tengah masyarakat menjadi daya dorong, daya gerak, dan inspirasi untuk hadirnya cultural citizenship dan public goods, sehingga menjadi milik semua warga negara, bukan hanya satu golongan saja. Upacara peringatan hari lahir Pancasila rencananya akan digelar di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta. Tempat sengaja dipilih karena memiliki nilai historis. Khususnya yang berkaitan dengan lahirnya ideologi Pancasila. Karena waktu tahun 1945 mulai dari 29 Mei sampai 1 Juni, di situ diadakan sidang yang berkaitan tentang ideologi.

Kepala BPIP Yudi Latief di gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, (Rabu, 11 April 2018) mengatakan jika tahun lalu dalam peringatan Hari Lahir Pancasila dilakukan dengan Pekan Pancasila, maka tahun ini peringatan Hari Lahir Pancasila dilakukan mulai dari 1 Juni hingga 18 Agustus 2018. Selain akan menggelar upacara peringatan lahirnya Pancasila, BPIP juga sebelumnya berencana menyelenggarakan Lomba Kreasi Pancasila yang diadakan untuk menyambut Hari Lahir Pancasila yang jatuh pada 1 Juni 2018. Lomba Kreasi Pancasila ini terdiri atas Lomba Yel-Yel Pancasila, Lomba Meme Pancasila, Lomba Foto Instagram Pancasila, Lomba Film Pendek Pancasila, Lomba Esai Pancasila, dan Lomba Cipta Lagu Pancasila. Dalam perlombaan ini pihaknya akan mengangkat tema "Kita Pancasila: Bersatu Berbagi". Tema itu diharapkan mampu menjahit rangkaian kegiatan tersebut. "Tema peringatan ini melanjutkan dari tema peringatan tahun lalu, yaitu 'Saya Indonesia, Saya Pancasila'.

Mengikis Gerakan Radikal dan Terorisme Dengan Peringatan Hari Kelahiran Pancasila

Anggota Komisi III DPR Ahmad Sahroni (Jumat, 1/6/18) berharap hari Kelahiran Pancasila yang diperingati setiap 1 Juni menjadi pengingat akan pentingnya persatuan dan menghargai kebhinekaan. Momentum Hari Kelahiran Pancasila diharapkan mengikis gerakan radikalisme dan terorisme. Dengan pancasila sebagai dasar negara, pendiri negara telah mempersatukan Indonesia yang terdiri atas berbagai suku dan bahasa serta kebudayaan menjadi satu bangsa. Penanggulangan terorisme meski terus dilakukan oleh penegak hukum dibantu TNI, namun nyatanya tak juga hilang bahkan bibit baru kian bermunculan. Contohnya aksi terorisme yang dilakukan beberapa waktu lalu di Jawa Timur bahkan melibatkan anak-anak. Doktrinnya luar biasa, melalui media sosial, misalnya mengajarkan anak bukan lagi bercita-cita jadi presiden, dokter atau pengusaha besar. Sedih melihat Indonesia dengan kultur luar biasa dibandingkan negara lain di dunia harusnya lebih adem dan terjalin silaturahmi yang hebat. Upaya pengkaderan terus dilakukan jaringan teroris. Jangankan universitas dari kepolisian pun sudah masuk. Lambat laun akan menjadi sel baru, bisa jadi 10 tahun ke depan ada orang-orang baru (teroris) yang tidak kita pikirkan. Pemberantasan terorisme setelah disahkannya UU Antiterorisme akan semakin lebih baik, salah satunya dengan pelibatan TNI di dalamnya. Pemberantasan terorisme jangan terus dikaitkan dengan pelanggaran HAM karena tindakan dilakukan para pelaku justru membuat Indonesia terkungkung dalam kesedihan. Pentingnya menjaga keharmonisan khususnya atas berbagai perbedaan yang ada di Indonesia. Khususnya di tahun politik dan jelang pemilihan presiden dan legislatif yang dilakukan secara serentak, Polri selaku aparat penegak hukum dan TNI harus mampu mendeteksi upaya dimunculkannya kegaduhan dan memecah belah persatuan.

Ketua Fraksi PKB di MPR Lukman Edy seperti dikutip dari sp.beritasatu.com (Rabu, 26/10/2011) menyatakan, paling tidak sekitar 50 juta rakyat Indonesia anti-Pancasila. Angka ini tentu mengejutkan tapi ini memang hasil dari survei secara acak dari berbagai institusi akhir-akhir ini. Dari hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan 27% rakyat indonesia merasa tidak memerlukan Pancasila. Bahkan, penelitian seorang Profesor dari UIN menyimpulkan 28 % setuju dengan radikalisasi, dan sebuah lembaga kajian di jakarta menyatakan 19 % pemuda Indonesia menghendaki syariat Islam sebagai dasar negara. Angka sebesar ini seharusnya lampu kuning buat Indonesia, dan sekaligus seharusnya mendapat perhatian serius dari pemerintah.

Mantan Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal itu berpendapat, upaya internalisasi idielogi kebangsaan harus dilakukan dengan berbagai bentuk dan massif. Di sektor pendidikan sudah selayaknya ada kurikulum tentang idielogi kebangsaan, di kalangan aparatur negara, idiologi Pancasila harus dijadikan program pengembangan kapasitas birokrasi, sedangkan di partai politik 4 pilar kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, harus menjadi bahagian tugas pendidikan politik. Di kalangan mahasiswa, sebagai sebuah kelompok strategis, yang selalu menempatkan diri sebagai agen perubahan, sudah mendesak untuk diterapkannya wajib militer sebagai pengganti OPSPEK yang tidak jelas tujuan dan hasilnya. Wajib militer di kalangan mahasiswa tidak bertentangan dengan Konstitusi. UUD 45, memang mengamanatkan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta, yang menempatkan rakyat sebagai kekuatan pendukung untuk menjaga integritas dan keutuhan NKRI. Wajib militer dikalangan mahasiswa sangat berpotensi mengawal semangat nasionalisme dan Pancasila, ditengah tengah derasnya pengaruh liberalisme dan paham-paham multinasional yang dapat merusak ke Indonesiaan kita yang beragam ini.

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil dalam acara Pengukuhan Dewan Pengurus Korps Pegawai Republik Indonesia Kota Bandung di Auditorium Balai Kota, Bandung, (Jumat, 16/6/2017) mengatakan menurut hasil survei, sebanyak 20 persen penduduk di Jawa Barat tidak menyukai Pancasila sebagai ideologi dasar negara Indonesia. Jika disebut nominalnya sebanyak 7 juta orang tidak menyukai Pancasila. Tanpa menyebut data tersebut bersumber dari mana. Hanya saja, data itu sebelumnya dirilis oleh Indobarometer, bersamaan dengan survei elektabilitas dan popularitas sejumlah orang yang akan maju di Pilgub Jabar. Hasil survey  ini pertanda alarm kuning bagi KORPRI. Kita harus saling menguatkan Pancasila baik melalui mulut ke mulut atau lewat media sosial. Seluruh pengurus KORPRI dihimbau menguatkan Pancasila. Pengukuhan Dewan Pengurus KORPRI Kota Bandung diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars KORPRI oleh seluruh jajaran dewan pengurus KORPRI Kota Bandung. Pengukuhan tersebut ditandai dengan penyerahan bendera KORPRI dari Guntoro, Ketua Pengurus KORPRI Jawa Barat, kepada Yossi Irianto, Ketua Pengurus KORPRI Kota Bandung periode 2017-2022.

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa saat silaturahmi dan halal bihalal di Yayasan Taman Pendidikan Sosial NU Khadijah, Kota Surabaya, (Sabtu 15 Juli 2017 ) mewanti-wanti bahaya gerakan anti Pancasila dan radikalisme yang juga merebak di kalangan pelajar dan mahasiswa. Sejumlah survei, memaparkan hasil yang cukup mencengangkan. Antara lain dari Saiful Mujani yang menyebutkan benih radikalisme di kalangan remaja Indonesia dalam tahap mengkhawatirkan. Sebanyak 6,12 persen menyatakan setuju bahwa pengeboman yang dilakukan Amrozi cs merupakan perintah agama. Dan 40,82 responden menjawab "bersedia", dan 8,16 persen responden menjawab "sangat bersedia" melakukan penyerangan terhadap orang atau kelompok yang dianggap menghina Islam. Umumnya pelajar yang dimaksud siswa SMA dan mahasiwa atau di kalangan perguruan tinggi.

Dalam survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) disebutkan ada 9,2 persen responden yang setuju NKRI diganti menjadi negara khilafah atau negara Islam.  Adapun dalam survei Wahid Foundation, sebanyak 7,7 persen responden bersedia melakukan tindakan radikal bila ada kesempatan dan sebanyak 0,4 persen justru pernah melakukan tindakan radikal. Angka yang disebutkan tersebut mungkin terbilang kecil. Namun demikian, tetap merupakan suatu ancaman. Karena bukan tidak mungkin jumlahnya semakin besar dan menganggu stabilitas keamanan dan politik bangsa. Khofifah khawatir, lantaran yang disasar adalah pelajar dan remaja yang masih dalam tahap perkembangan, maka bisa jadi benih-benih radikalisme yang tertanam menjadi bom waktu di masa mendatang. Penyebaran radikalisme telah menyasar kaum pelajar. Paham tersebut disebarkan antara lain oleh guru atau pengajar yang berafiliasi atau bersimpati terhadap organisasi yang berkeinginan mengganti Pancasila dengan ideologi transnasional. Arahnya adalah doktrinisasi anak-anak untuk mendukung khilafah. Pergerakan mereka tidak statis. Penyebaran pengaruh juga dilakukan dengan serangkaian perekrutan anggota baru, pelatihan dan pendidikan kader yang dilakukan secara masif. Oleh karena itu, tambah evaluasi atau uji kompetensi terhadap pengajar pun harus diperketat. Dengan begitu, deteksi terhadap pengajar yang berpaham radikal tidak terjadi belakangan, melainkan sejak awal. Selain karena pengaruh pengajar, radikalisme juga terjadi akibat derasnya arus informasi yang beredar di media sosial dan intermet. Lantaran tidak ada filter, informasi yang beredar pun menjadii tidak terkendali. Perspektif kemaslahatan umum harus ditata kembali. Termasuk dalam hal berguru dan mencari ilmu. Saat ini, tambah dia, mayoritas orang mencari ilmu lewat gadget. Alhasil, banyak yang menjadi sesat karena tidak mengetahui asal muasal dalil dan sumber informasi tersebut. Sanadnya tidak jelas. Jadi kalau mau berguru atau mencari ilmu harus jelas siapa yang menjadi jujungan sehingga tidak salah ajar.

Ormas Anti Pancasila

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj di Jakarta, (Jumat 7 Juli 2017) bersama dengan 13 ormas Islam menyatakan sikap untuk menuntut pemerintah segera menerbitkan Perppu pembubaran ormas anti-Pancasila. Keberadaan ormas jenis ini dinilai meresahkan karena mengancam keberagaman Indonesia, Pancasila, dan UUD 1945. Kita harus kawal pembubaran ormas ini. Atas nama apa pun kalau mereka mengancam keberadaan Pancasila, UUD 1945, berarti mengancam keberlangsungan NKRI. Meski tidak melakukan kekerasan tapi Aqil menilai gerakan pemikiran ormas ini secara masif dan sistematis telah merasuk ke sebagian warga Indonesia. Terlebih radikalisme di Indonesia juga sudah semakin mengkhawatirkan.

Aqil menyebut setidaknya ada 9 persen lebih orang menolak pembubaran ormas. Sedangkan, ada 4 persen pemuda Indonesia yang simpati terhadap ISIS. Selain itu, data dari Kementerian Sosial juga menyebut ada 320 orang Indonesia yang ditampung dari ISIS di Suriah. Ormas anti-Pancasila seperti Hizbut Tahrir Indonesia, memang tidak melakukan kekerasan. Akan tetapi, mereka memiliki target yang prinsipnya mendirikan negara khilafah pada 2022. Pemikiran ini juga sudah banyak mendapat kritik dari berbagai pihak. Pemerintah harus tegas. Sejak dini harus dibubarkan melalui Perppu ormas mana pun yang merongrong Pancasila.

Aturan itu dimuat dalam Perppu 2/2017 yang diteken oleh
Presiden Joko Widodo pada Senin, 10 Juli 2017, seperti dikutip detikcom, (Rabu, 12/7/2017)telah menerbitkan Perppu 2/2017 tentang Ormas yang diterbitkan pemerintah mengatur ketentuan pidana bagi anggota dan pengurus ormas yang melanggar aturan. Sanksi bisa sampai berupa pidana seumur hidup. dan telah dimuat di situs Sekretariat Negara. Ada 20 halaman perppu yang telah diundangkan ini. Ini merupakan aturan baru di Perppu 2/2017 yang sebelumnya tidak ada di UU 17/2013 tentang Ormas. Ketentuan pidana ini termuat di Pasal 82A.

Perppu 2/2017 memberi ancaman sanksi bagi anggota dan/atau pengurus ormas yang melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial. Mereka terancam sanksi pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 1 tahun.  Ancaman sanksi pidana 6 bulan-1 tahun itu juga diterapkan bagi anggota dan/atau pengurus ormas yang melakukan kegiatan yang merupakan tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan UU.
Berikut bunyi aturannya

Pasal 82A
(1) Setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayat (3) huruf c dan huruf d dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.

Perppu 2/2017 juga mengatur sanksi pidana bagi anggota dan/atau pengurus ormas yang melakukan tindakan permusuhan terhadap SARA serta melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia. Mereka terancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun. Ancaman sanksi pidana seumur hidup atau penjara 5-20 tahun itu juga dikenakan bagi anggota dan/atau pengurus ormas yang menggunakan simbol organisasi separatis, melakukan kegiatan separatis, serta menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila. Ajaran yang bertentangan dengan Pancasila adalah ateisme, komunisme/marxisme-leninisme, atau paham lain yang bertujuan mengganti/mengubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berikut bunyi aturannya:

Pasal 82A
(2) Setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal- 59 ayat (3) huruf a dan huruf b, dan ayat (4) dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun

Selain sanksi pidana bagi anggota dan pengurus ormas, pemerintah mengatur prosedur sanksi administratif yang lebih ringkas bagi ormas yang melakukan pelanggaran. Tahapannya yaitu 1 kali peringatan, penghentian kegiatan, dan pencabutan status badan hukum.

Setelah Pemerintah membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), pemerintah berencana akan kembali membubarkan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang tidak sesuai dengan ideologi Pancasila. Ini sebagai langkah kedua, Dasar hukum dalam membubarkan ormas yang ditengarai bertentangan dengan Pancasila adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). 

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di Hotel Century, Senayan, Jakarta Pusat, (Sabtu 12 Agustus 2017) mengatakan, ormas yang sudah masuk radar Pemerintah ini merupakan ormas kecil, tapi sudah cukup punya nama dan diketahui oleh masyarakat. Sejumlah ormas itu, berdasarkan laporan yang diterima oleh Kemendagri dari daerah-daerah. Untuk memutuskan apakah ormas itu akan dibubarkan atau tidak, masih menunggu masukan dan bukti dari Kejaksaan, BIN, Kepolisian, Kemenkopulhukam, tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh adat. Karena memutuskan ormas layak dibubarkan atau tidak harus punya banyak bukti yang kuat. Seperti HTI sudah 10 tahun. Kemendagri sudah melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap sejumlah ormas itu hampir kurun waktu dua tahun. Tapi data itu masih kurang. Makanya kita mengklarifikasi apakah ada video lain. Data tertulismya, fotonya. Sabar saja, tidak dalam waktu dekat tapi sudah dicermati. Ormas yang dibubarkan tidak terbatas pada ormas agama. Ormas-ormas umum, ormas sosial termasuk ormas radikal. Saat ini masih memperbanyak data agar lebih kuat kedudukannya. Ormas ini, merupakan ormas daerah. Sejumlah ormas yang akan dibubarkan ini ditengarai anti-Pancasila dan juga melakukan tindakan anarkis. Campur, antara Pancasila (anti-Pancasila) dan anarkis. Kalau mengganggu ketertiban bisa langsung ditangani oleh Kepolisian. Enggak ada masalah, tunggu aja tanggal mainnya.

Jayalah Indonesia, Jayalah Pancasila.

PANCASILA SAKTI, PANCASILA PASTI.

SUMBER :

No comments:
Write comments

Terim Kasih Komentarnya. Semoga menyenangkan

KABAR TEMAN

ARSIP

*** TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG *** SEMOGA BERMANFAAT *** SILAHKAN DATANG KEMBALI ***
Komunitas Pendidikan Indonesia. Theme images by MichaelJay. Powered by Blogger.
Hai, Kami Juga Hadir di Twitter, like it - @iKOMPI25
Kirim Surat