Hari
kelulusan bagi anak-anak sekolahan menjadi momen paling membahagiakan karena
terbebas dari beban mata pelajaran dan ujian yang menguras pikiran. Hari
kelulusan juga identik dengan aksi corat-coret baju seragam sekolah. Aksi
seperti ini biasanya juga diikuti dengan rombongan siswa yang konvoi dan bikin
ricuh jalanan. Perayaan kelulusan yang semacam ini sering dinilai sebagai hal
yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Malah, euforia ini lebih sering berdampak
negatif daripada positif karena mereka jadi lupa untuk menghormati hak-hak
orang lain di sekitarnya.
Akun
Facebook Eris Riswandi mengunggah tayangan singkat reaksi warga atas kelulusan
para siswa yang diwarnai euforia corat-coret seragam atau melakukan aksi konvoi
dengan sepeda motor. Terlihat beberapa orang warga yang terdiri dari orang
dewasa dan anak-anak sudah bersiap-siap dengan ember berisi air comberan di
tangan mereka. Mereka bersiap-siap untuk mengadang para siswa yang lewat. Entah
merasa terganggu atau alasan lainnya, begitu siswa terlihat muncul dengan
seragam yang sudah dicorat-coret, mereka dengan sigap langsung mengadang dan
menyiramnya dengan air comberan. Tak tanggung-tanggung, bukan hanya siswa
laki-laki yang disiram, siswa perempuan pun tak luput dari sasaran penyiraman.
Langsung saja para siswa tersebut berusaha menghindar dan kabur. Walau tetap
saja air comberan lebih cepat sampai di tubuh mereka. Tayangan itu menjadi
ramai di dunia maya. Sebagian besar dari warganet memuji aksi yang dilakukan
warga ini. Banyak yang menilai jika euforia kelulusan semacam ini memang tak
bermanfaat.
Sering
terjadi, saat mereka melakukan aksi konvoi, mereka bertindak seperti penguasa
jalanan, tidak peduli dan tidak menghargai hak-hak pengguna jalan lainnya, bahkan,
perilaku mereka sering membahayakan orang lain. Larut dalam kegembiraan yang
amat sangat saat hari kelulusan memang menjadi momen paling membahagiakan bagi
anak-anak sekolahan. Entah sejak kapan tradisi seperti ini muncul. Sebelum
berangkat, para siswa ini tak lupa membawa pilox dan spidol sebagai bekal untuk
merayakan kelulusan. Tapi yang pasti, meluapkan ekspresi kegembiraan dengan
mencorat-coret seragam sudah ada sejak lama.
Kapolsek
Balaraja Kompol Wendy Andrianto (Liputan6 SCTV, Sabtu, 5/5/2018), mengumpulkan
ratusan siswa guna untuk mengantisipasi konvoi dan aksi corat-coretan yang
menganggu kepentingan umum. 500 siswa SMK Mandiri 2 yang dinyatakan lulus,
sengaja dikumpulkan di halaman Polsek Balaraja, Kabupaten Tangerang, Banten,
untuk menerima surat kelulusan. Sambil terus menangis, ratusan siswa ini pun
menyalami dan memeluk guru mereka sebagai tanda terima kasih atas bimbingannya
selama ini.
Di Mataram,
NTB, gara-gara konvoi dan ugal-ugalan untuk merayakan kelulusan, ratusan
pelajar beserta motornya diamankan dan ditilang petugas kepolisian Mapolres
Mataram. Tak hanya berkonvoi, mereka pun melakukan aksi corat-coret di jalan
raya, aturan lalu lintas pun banyak yang dilanggar, mulai dari tak ada surat
kendaraan, tak pakai helm, hingga berkendara ugal-ugalan.
Sejak kapan
sebenarnya aksi corat-coret ini dilakukan?
Aksi
corat-coret ini terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia. Tak ada yang
tahu pasti kapan awal mula kelulusan dirayakan dengan corat-coret seragam. Sejak
tahun 1990-an, tercatat bahwa pengumuman kelulusan memang selalu diwarnai oleh
aksi corat-coret seragam. Yang membuat miris ialah adanya aksi coret-coret
sebelum tahu lulus atau tidaknya. Aksi ini ditengarai telah terjadi sejak tahun
1990-an, saat awal mula diberlakukan Ebtanas. Pada awalnya mereka hanya
melakukan aksi corat coret sebagai bentuk protes, namun lama kelamaan justru
seolah-olah menjadi tahapan wajib. Jika belum corat-coret belum terbukti lulus,
kira-kira demikian penggambarannya.
Ada juga
versi lain yang menyebutkan, aksi corat-coret ini bermula pada akhir 1970-an.
Kala itu ada seorang siswa pintar namun tidak lulus ujian. Teman-temannya yang
berempati, berusaha menanyakan kepada pihak sekolah, namun mereka tetap pada
kesepakatan awal: tidak lulus. Kemudian kekasih siswa pintar tersebut
menenangkannya. Akhirnya siswa pintar yang tidak lulus itu legowo dan meminta
teman-temannya mencorat-coret baju seragamnya.
Tetapi
ketika ditelisik lebih dalam, ternyata peserta aksi ini tidak hanya terdiri
dari siswa-siswi yang dinyatakan lulus saja. Beberapa siswa yang tidak
dinyatakan lulus pun ikut bergabung dalam aksi ini. Mereka melebur bersatu
bersama luapan kegembiraan para siswa yang dinyatakan lulus. Ternyata aksi ini
bukan semata-mata cara mereka untuk meluapkan kegembiraan saja, melainkan telah
menjadi budaya.
Polisi sudah
mengimbau agar para pelajar tidak menggelar aksi berlebihan dalam perayaan
kelulusan. Sejumlah sekolah juga banyak yang mengingatkan siswanya untuk
merayakan kelulusan dengan tindakan yang lebih bermanfaat seperti santunan atau
pentas seni. Namun banyak yang tak mengindahkannya.
Ekspresi
Kebebasan
Aktivitas
belajar di sekolah sering dirasakan membosankan bagi sebagian siswa. Tidak
heran jika bunyi lonceng atau bel tanda istirahat sangat ditunggu-tunggu di
tengah kejenuhan belajar. Kemudian bunyi lonceng atau bel tanda pulang adalah
hal yang paling membahagiakan bagi sebagian siswa, karena jika diperhatikan,
sebagian besar dari mereka akan berlari meninggalkan kelas-kelas mereka.
Sekolah juga mempunyai aturan-aturan yang mengikat para peserta didiknya.
Selama tiga tahun bersekolah, mereka diwajibkan untuk mematuhi semua peraturan
sekolah. Tidak jarang pihak sekolah memberikan hukuman kepada mereka yang
melanggar peraturan ini yang membuat siswa jenuh.
Puncak dari
rasa jenuh, capek, dan mungkin juga kesal terhadap guru yang selama tiga tahun
ini mereka pendam akan mereka lampiaskan di saat kelulusan. Seragam adalah
media yang tepat bagi mereka untuk melampiaskan semua itu. Sehingga seragam
yang selama ini mengungkung mereka akan penuh dengan coret-coretan, bahkan yang
lebih ekstrim lagi adalah ketika mereka dinyatakan lulus dari tingkatan akhir ada
yang merobek seragamnya. Sehingga sebuah perayaan kelulusan juga identik dengan
pesta kemenangan, walaupun itu bukanlah kemenangan yang sebenarnya karena jalan
mereka masih sangat panjang.
Memang, ada
juga sebagian siswa yang menjadikan seragam mereka sebagai kenang-kenangan. Sehingga
bukan hanya coretan, seragam-seragam tersebut juga di bubuhi tanda tangan
teman-teman mereka.
Tercatat
tradisi perayaan Kelulusan Pelajar di Amerika Serikat malah lebih miris! Mulai
dari Pool Party atau Pesta Bikini, Drinking Game, Lempar Topi Toga dan Foto-Foto.
Dalam ‘Pesta Bikini’, tak jarang anak-anak orang kaya mengadakan pesta dengan
tema kolam renang saat akhir pekan. Bukan hanya sewaktu merayakan kelulusan,
rupanya hal ini telah menjadi suatu tradisi di Negeri Paman Sam itu. Umumnya,
orang-orang yang datang ke pesta itu akan berpakaian bikini dan bersantai di
kolam renang atau sekitarnya. Tradisi yang berlatar belakang budaya dan sosial
mereka yang memang bebas, membuat beberapa pelajar sudah cukup bertanggung
jawab dan bisa mengontrol diri sendiri. Sehingga, para pelajar SMA di Amerika
Serikat kerap menikmati minuman keras bersama teman-teman untuk merayakan
kelulusan. Pelajar SMA di Amerika Serikat ketika lulus, foto bersama sambil
melempar topi toga. Bahkan sering berfoto dengan kostum aneh, bahkan ada juga
yang sengaja telanjang untuk merayakan kelulusan. Namun sekali lagi, karena
latar belakang budaya yang bebas, pelajar di sana juga lebih cuek, berani dan
vulgar.
Di Indonesia
Pelajar biasanya merayakan Kelulusan dengan :
1.
Corat-coret seragam. Coret-coret seragam dengan spidol, pilox dan sebagainya
merupakan tradisi unik yang turun temurun bagi siswa yang lulus SMA di
Indonesia. Coret-coret bisa berupa tanda tangan teman-teman satu angkatan atau
bisa juga coretan tidak jelas.
2. Konvoi di
jalan. Tradisi konvoi di jalan menggunakan motor atau mobil sering dilakukan
pelajar-pelajar yang baru lulus. Biasanya, para pelajar menggunakan beberapa
atribut untuk membuat suasana jadi lebih ramai. Akibatnya, tradisi ini lebih
sering membuat kondisi jalan menjadi ramai bahkan menimbulkan kemacetan. Selain
itu, aksi ini juga minimbulkan masalah keamanan berkendara, ketika tidak
mematuhi peraturan lalu-lintas seperti memakai helm ataupun pelindung kepala.
3. Berdoa
bersama. Setelah berhasil lulus sekolah, ada juga pelajar yang juga tidak lupa
menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Umumnya, di
sekolah-sekolah diadakan doa bersama satu angkatan. Beberapa kelompok pelajar
juga menggelar doa dan syukuran sendiri di luar sekolah.
4. Nyebur ke
air. Tradisi menceburkan diri dan atau menceburkan teman-teman seangkatan ke
air. Baik itu di kolam renang, bahkan kolam ikan, sawah, hingga danau atau
tempat apapun yang berair. Biasanya tradisi ini banyak dilakukan oleh pelajar
laki-laki, mengingat pelajar perempuan biasanya takut basah terkena air.
Apa Terobosan
Baru Cara Pengumuman Kelulusan?
Selama ini
semua pihak yang berkaitan dengan dunia pendidikan telah berusaha keras agar
aksi corat-coret seragam ini tidak terjadi lagi. Surat edaran dari kepala dinas
telah menghimbau kepada para siswa agar tidak melakukan aksi serupa, namun aksi
ini tetap berjalan setiap tahunnya. Di beberapa daerah, pihak sekolah
menghimbau agar para siswa mengumpulkan seragam mereka untuk disumbangkan
kepada siswa yang kurang mampu. Kegiatan sosial ini berjalan baik tetapi itu
tidak mengurungkan niat mereka untuk melakukan aksi serupa karena ternyata
mereka mempunyai dua stel seragam. Pengumuman kelulusan juga dilakukan dengan
mengirimkan surat pengumuman kelulusan ke rumah masing-masing siswa.
Baru-baru
ini di beberapa kota di Indonesia menerapkan kebijakan unik dalam menyampaikan
pengumuman kelulusan tersebut. Para siswa diwajibkan untuk memakai pakaian adat
ketika melihat pengumuman kelulusan mereka. Walaupun cara ini dinilai sedikit
merepotkan tetapi cukup ampuh dalam mencegah aksi corat-coret seragam. Ada juga
perayaan aksi kelulusan yang dilakukan dengan cara long march menuju tengah
kota sambil membagi-bagikan nasi bungkus di sepanjang jalan bagi sesama yang
membutuhkan.
Hari
kelulusan memang selalu merupakan momen paling membahagiakan bagi anak-anak
sekolahan. Momen itu terasa seperti terbebas dari belenggu mata pelajaran dan
ujian yang menguras otaknya selama ini. Namun, apapun cara yang dilakukan untuk
mencegah aksi negative pasca kelulusan, yang terpenting para siswa memahami makna
kelulusan itu sendiri. Lulus dari sebuah tingkatan pendidikan sama seperti
lolos dari sebuah gerbang kecil sebelum akhirnya menemukan gerbang besar untuk
dimasuki mengejar impian masa depan. Oleh karena itu, para siswa diharapkan selalu
mengedepankan rasa syukur daripada melakukan aksi corat-coret seragam, konvoi
di jalan, tawuran, dan tindakan destruktif lainnya. Jangan sampai masyarakat
menilai para pelajar yang seharusnya menjadi kelompok intelektual justru
terlihat seperti kelompok tak bermoral karena tindakan-tindakan tidak
bermanfaat tersebut.
SUMBER :
No comments:
Write commentsTerim Kasih Komentarnya. Semoga menyenangkan